"Sayang, aku harus ngomong apa lagi biar kamu paham kalau kamu punyaku?" Biru terkesan mengertak Pelangi, dimana keduanya sekarang sedang berdiri bersama di toilet perempuan karena Biru meminta Pelangi keluar dari kelas dan memustuskan berbicara bersama di sekolah mereka untuk pertama kalinya. "Aku punya kamu kalau di luar sekolah. Di sekolah aku bukan punya kamu, aku milik teman-temanku. Sebelumnya, siapa yang ngomong kaya gini ke aku?" Biru total terdiam. Laki-laki itu tidak bisa mengatakan apapun lagi saat laki-laki itu berhasil tersadar. "Tapi aku cemburu kalau kamu dekat sama teman laki-laki di sekolah." Dengan respon malas, memutar bola matanya dan berusaha berjalan menjauh, Pelangi mulai memberi pertanyaan sebelum kepergiannya. "Perjanjiannya apa? Kak Jovan atau teman laki-laki satu sekolah aku, kan?" "Kalau aku jauhin dua-duanya, aku bisa-bisa enggak punya teman, Ru." Dan Pelangi melontarkan protesnya pada pacarnya. Elang Biru, laki-laki super toxic yang selalu banyak menuntut pada Pelangi. "Tapi kamu punya aku yang stay buat kamu selamanya."
"Kenapa enggak diambil?" tanya Indah pada Pelangi saat perempuan itu memilih mengangkat bahunya malas dan kembali mengunci lokernya dan menghela nafasnya berat. "Kamu mau?" tanya Pelangi pada Indah saat perempuan itu meliriknya kecil dengan senyuman.
"Coklat mahal. Mumpung gratis apa salahnya dinikmati aja?" Dengan terkekeh Indah melihat Pelangi membuka kembali lokernya dan memberikan beberapa makanan di lokernya dengan mengeluarkan sebagian besar makanan di sana. "Buat kamu aja."
"Aku enggak suka coklat, enggak suka yang manis-manis juga." Setelah memberikan beberapa permen, coklat dan susu kotak di dalam lokernya entah siapa yang memberikannya, kali ini Pelangi mulai kembali mengunci lokernya.
"Ini beneran buat aku semua? Gratis kan?" Pelangi menganggukkan kepalanya pelan dan memilih meninggalkan Indah di depan lokernya dan perempuan itu berjalan kembali ke kelasnya.
Niat awal ke loker, Pelangi ingin mengambil beberapa persediaan buku baru miliknya, tapi melihat di sana hanya dipenuhi oleh makanan dan perlengkapan tulisnya ikut hilang, Pelangi hanya menghela nafasnya berat.
Pelangi harus membelinya lagi, seingatnya minggu kemarin Pelangi masih menyimpan dua buku baru dan dua bolpoint baru miliknya, tapi melihat di sana hanya ada makanan membuat Pelangi kesal.
Seharusnya jika mereka menyukai Pelangi dan berniat memberikan cemilan dan beberapa minuman untuknya, mereka tidak harus mengambil isi di dalam loker tersebut. Mengingat fungai loker yang sebenarnya membuat Pelangi kesal setengah mati.
Baru saja berjalan melangkah ke arah koridor lain kali ini Pelangi berpapasan dengan seseorang. Laki-laki yang menatapnya datar, dengan tatapan tajam sesekali laki-laki itu melihat pada sekitar. "Ada masalah apa?" tanya laki-laki itu membuat Pelangi mengerucutkan bibirnya kesal.
"Buku baruku di loker hilang lagi," ucapnya dengan menghela nafasnya berat, Pelangi sudah sangat lelah mengatakan pada beberapa teman-temannya jika Pelangi tidak butuh semua coklat di lokernya karena akan berakhir di tangan Indah.
Tapi sepertinya satu tahun waktu berjalan tidak membuat beberapa dari mereka memperdulikan ucapannya. "Kenapa bisa hilang?" Pelangi menggelengkan kepalanya dan mulai menundukkan kepalanya.
"Mereka masih tetep kirim coklat sama permen di loker kamu diam-diam?" Kali ini Arra menganggukkan kepalanya pelan, sejujurnya hal itu juga termasuk satu hal yang membuat Pelangi lelah juga.
"Aku enggak tahu lagi caranya buat mereka paham. Padahal aku udah kasih tahu mereka kalau semua----"
"PELANGI!!" Seseorang terlihat berlari sedikit kesulitan menyusul langkah Pelangi dimana perempuan itu adalah Indah yang membawa beberapa coklat yang sebelumnya Pelangi berikan pada Indah. "Aku pergi dulu, ya." Laki-laki itu langsung pergi begitu saja dan memberikan satu tas kecil membuat Pelangi terkekeh.
Setidaknya, semarah dan seposesif apapun laki-laki itu, dia selalu tahu apa yang sedang Pelangi butuhkan. "Kamu bicara sama siapa?" tanya Indah pada Pelangi saat perempuan itu melihat jika sebelumnya Pelangi sedahg bebricara dengan seorang namun laki-laki itu pergi dengan cepat sebelaum Indah berhasil melihat wajahnya.
"Enggak sama siap-siapa. Kamu salah lihat kayanya," ucap Pelangi dengan terkekeh melihat ada apa saja di dalam tas kecil itu dan mulai terkekeh. "Tas dari siapa?" tanya ke Indah saat melihat Pelangi terus tersenyum kecil ke dalam tas tersebut.
"Rahasia." Pelangi hanya membawanya santaienuju kelas bersamaan dengan Indah yang sedang menikmati permen di mulutnya. Tidak jarang juga Indah terus bertanya mengenai laki-laki sebelumnya dan tas yang ada di tangan Pelangi sekarang.
"Jadi benar kalau tas ini dari laki-laki tadi, kan?" tanya Indah lagi buat Pelangi memutar bola matanya malas. "Aku udah bilang enggak, kan."
"Udahlah, Indah." Pelangi memilih masuk ke kelas dan duduk di kursinya yang tidak jauh dari pintu maauk.
"Kamu yang makan semua coklat punya Pelangi lagi, Indah?" tanya seseorang dimana saat itu membuat Indah menyombongkan dirinya dengan menganggat sedikit berlebihan dadanya. "Iya, kenapa? Kamu enggak terima?" tanya balik Indah dengan menjulurkan lidahnya pasa Bagas sedikit mengejek.
"Nyesel aku beli yang sedikit mahal minggu ini, ujung-ujungnya dimakan sama si gendut Indah lagi." Bagas berujar kasar dimana saat itu membuat Indah mengerucutkan bibirnya kesal dan beberapa dari teman satu kelasnya terlihat tertawa kecil.
Tidak berusaha mengejek postur tubuh Indah, mereka terkekeh bagaumana Bagas masih tetap menyesal ikut memberi coklat di loker Pelangi bahkan saat beberapa kali Pelangi sudah melarang teman satu kelasnya melakukan hal tersebut.
Selain hasilnya memang dilihat oleh mereka secara nyata, bukankah akan lebih baik cemilan dan minumannya dinikmati bersama di dalam satu kelas saja?
"Kan Pelangi udah bilang kalau percuma juga kamu ngasih ke dia. Kenapa masih tetep mau kasih ke Pelangi kalau udah tahu enggak bakal dimakan sama Pelangi juga." Wala sedikit memukul bahu Bagas sampai membuat Bagas mengaduh dan menatap tajam Wala.
"Kamu itu enggak tahu, Wala." Laki-laki itu hahya terkekeh dan berjalan ke arah Pelangi dimana saat itu Pelangi masih sibuk dengan beberapa barang yang diberikan olehnya dari seseorang. "Pelangi," panggilnya.
"Ada apa, Wala?" tanya Pelangi yang bisa langsung fokus melihat pada Wala dan meninggalkan kegiatan sebelumnya.
"Kak Bima enggak bisa jemput kamu kan hari ini? Aku bisa anterin kamu pulang, alau kamu enggak keberatan," ucapnya terus terang membuat Pelangi terkekeh. Tidak lama dari itu, Pelangi bisa melihat sepatu Bagas terbang ke arahnya dan mengenai kepala Wala.
"Aduh!"
"Kamu enggak apa-apa kan, Wala?" tanya Pelangi pada Wala saat melihat suara keras benturan kepala dan sepatu milik Bagas disusul sorakan heboh satu kelas tersebut. "Bagas, kamu apa-apaan!" Wala kesal dengan maengambil sepaty Bagas kembali dan melemparnya kembali membuat sepatu tersebut mengenai wajah Bagas yang tidak sempat mengelak.
"Aduh, Wala."
"Kamu itu yang kenapa? Kalau enggak suka sama aku ya jangan kamu lemparin sepatu baumu ke kepalaku juga, kamu pikir ngelempar sepatu ke kepalaku lucu apa?" Wala benar-benar marah saat candaan Bagas sama sekali tidak membuatnya tertawa sama sekali.
"Udah-udah, kalian kenapa berantem? Mending kalian duduk aja. Wala, kepalamu sakit kan? Kamu balik aja ke tempat dudukmu. Udah mau masuk juga," usir Pelangi pada Wala dengan berat hati membuat Wala menurutinya walaupun sedikit dongkol saat itu. "Tapi kamu mau pulang sama aku kan hari ini?" tanya Wala lagi membuat Pelangi menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Aku pulang bareng Kak Jovan aja, aku searah kok nanti. Jadi kamu enggak perlu sibuk-sibuk ajak aku pulang bareng sama kamu. Lagipula Kak Bima udah bilang kok sama aku kalau dia enggak bisa jemput dan suruh aku pulang sama Kak Jovan aja."
"Sebelumnya, makasih ya Wala kamu udah nawarin pulang bareng. Lain kali aku mau kok pulang bareng sama kamu, tapi enggak hari ini ya." Wala yang mendapat jawaban lembut dari Pelangi langsung tersenyum cerah, laki-laki itu kembali ke tempat duduknya dengan angkuh dan sedikir mengejek pada Bagas.
"Hahaha. Kasian yang enggak direspon sama Pelangi," ucapnya sombong, Bagas hanya bisa mengeratkan tangannya menahan kemarahannya.
Pelangi yang melihat tingkah teman satu kelasnya hanya terkekeh kecil merasakan suasana hampa didalam dirinya tanpa orang lain ketahui.
"Capek tahu kaya gini terus. Kenapa Biru enggak mau ngerti, ya?" Perempuan itu sedikit bertanya-tanya mengenai hubungannya dengan Biru, laki-laki yang memberikan beberapa alat tulis di dalam tas kecil yang diberikan padanya di koridor.