webnovel

Sopir Menyebalkan

Vanesa menggelengkan kepalanya acuh, dia juga tak mengetahui siapa pemilik mobil itu. Lalu matanya kembali melihat angkot yang lewat di depannya, tanpa mau menggubris mobil mewah itu.

Tak lama kemudian, keluarlah seorang lelaki yang memakai jas hitam menghampiri Vanesa dan Mila. Membuat Vanesa memundurkan langkahnya ketika pria tampan itu mendekat ke arahnya.

"Maaf, Apakah kamu yang bernama Vanesa?" Tanyanya dengan tak sabar. Auranya sombong dan tanpa senyuman di wajahnya berhasil membuat Vanesa bergidik ngeri ketika melihatnya. Ia mundur dan memeluk lengan Mila karena rasa takutnya.

Vanesa mengangguk. Keningnya berkerut mencoba mengingat pria di depannya. Namun sayangnya dia sama sekali tidak ingat, bahkan dia tak mengenalnya. Jadi buat apa pria ini mencarinya dan mengetahui namanya? Apakah ingin menculik dirinya dan membuangnya di laut Antartika? Pikirnya konyol.

Lalu pria itu menarik tangan Vanesa berniat membawanya masuk ke dalam mobil. Tapi sayangnya Mila datang dan memukul tangan pria itu dengan keras, sehingga pria itu langsung melepaskan genggamannya. "Hey, sakit tau!!!" erang pria itu seraya mengibaskan tangannya yang terasa sakit dan kebas akibat pukulan Mila.

Mila melotot garang, tidak takut. "Makanya jangan kasar jadi cowok. Mau aku hajar? Hah!!!" tantang Mila seraya memasang kuda-kuda walau ada yang salah.

Vanesa yang mengetahui Mila suka ribut, segera menariknya kebelakang dan mengusap punggungnya. "Sudah. Mungkin dia salah orang. Lebih baik kita pergi dari sini daripada nanti di viralin sama orang-orang. Mau kamu?" ucap Vanesa menenangkan Mila.

Terlihat Mila masih menatap pria itu tajam dengan nafas yang memburu. Tangannya terkepal ingin menghajar.

"Biarin aja, Van. Aku tidak suka melihat cowok yang kasar pada cewek. Tidak jantan banget." cibir Mila menyindir pria itu.

"Hey, lo bilang apa?!" pria itu mendelik tidak terima. Dia melangkah maju menghampiri Mila dan Vanesa. Tentu saja membuat kedua gadis itu reflek melangkah mundur.

"Hah.. takut kan, lo?" ejek pria itu lagi dengan senyum sinis di bibirnya. Ketika dia hampir saja menyentuh Mila, ponselnya berbunyi nyaring sehingga membuatnya mau tak mau harus menerima panggilan itu.

Pria itu merogoh ponsel di saku jas nya dan melihat siapa yang memanggilnya. "Tante Anggi."

Dengan segera dia mengusap tombol hijau dan menempelkan benda pipi itu ke telinganya.

("Ya, Hallo, Tan.")

("Aga. Kamu dimana? Apakah kamu sudah bertemu dengan Vanesa?") Pria yang bernama Aga itu melirik Vanesa, kemudian beralih pada Mila.

("Iya, Tante. Sudah.")

("Gimana? Apakah kamu bisa antar mereka berdua ke tempat kerja mereka?")

Aga menghela nafas panjang sebelum mengatakan.. ("Baiklah, Tante. Aga mengerti. Ya sudah kalau begitu. Aga tutup dulu teleponnya.")

Vanesa dan Mila saling pandang ketika mereka mendengar nama "Anggi" di sebut. Nama yang familiar di telinga mereka berdua.

Mereka sontak mengangguk, mengerti apa yang ingin di lakukan pria itu.

"Kalian udah dengar sendiri kan jika gue ini hanya ingin jemput kalian, Vanesa dan Mila. Bukan mau aneh-aneh," ucap Aga. "Temen lo aja nih yang resek." tunjuknya pada Mila. Tentu saja tidak terima di salahkan, ketika akan melangkah maju, dengan cepat tangan Vanesa menariknya kebelakang.

"Apa, lo??" tantang Mila dengan menampik tangan Aga.

"Kalau lo cowok, abis lo sama gue," geram Aga seraya mengepalkan tangannya. Mila hanya mencibirnya.

"Ya sudah ayo masuk ke mobil. Tante Anggi nyuruh gue anterin lo berdua ke tempat kerja. Kalau bukan titah beliau, gue ogah anterin duo bar-bar seperti kalian."

Vanesa dan Mila saling pandang penuh tanya. Siapa tante Anggi sebenarnya sehingga dia menyuruh utusannya untuk menjemputnya dan Mila.

"Tante Anggi mamanya Ruben, kan?" tanya Vanesa lagi untuk memastikan jika dia bukan salah orang.

Aga berdecak kesal mendengar ucapan Vanesa yang seperti meragukan dirinya. Dan dia paling tidak suka di ragukan seperti itu.

Tanpa banyak bicara, Aga segera merogoh ponselnya lagi dan mendial nomer seseorang, saat tersambung ponsel itu pun di serahkan pada Vanesa.

Vanesa menerimanya dengan ragu dan menempelkan ponsel di telinganya. Vanesa hanya diam ketika mendengar suara wanita di balik panggilan itu, dan senyum terbit seketika di bibir Vanesa.

Setelah mematikan sambungan telepon itu, dia mengulurkan ponselnya pada Aga. "Terima kasih!!" ucapnya kemudian. "Yuk, kita balik ke toko." ajaknya pada Mila.

"Udah percaya kan lo berdua?" tanya Aga meraih kembali ponsel di tangan Vanesa. Vanesa mengangguk malu.

"Ya sudah. Ayo gue antar sekarang ke tempat kerja lo, Nes," Vanesa mengangguk. Kemudian melangkah mendekati mobil Saga yang di ikuti oleh Mila.

Ketika Mila akan masuk ke dalam mobil, dengan usil Aga menegur. "Heh, ngapain lo ikut mobil gue? Tidak mampu bayar angkot? Iya?" ledek Aga dengan sadisnya.

Mila di buat berang. Dia menutup pintu mobil dengan kencang kemudian berkacak pinggang di depan Aga. "Ya sudah kalau tidak boleh masuk. Akan aku pastikan Vanesa juga keluar dari mobil lo sekarang juga." sentak Mila dengan ketus.

Setelah itu di berbalik menuju kursi penumpang untuk meminta Vanesa keluar. Dan benar saja jika Vanesa keluar dari mobil Aga.

Aga panik. Kemudian menghampiri Mila dan meraih tangannya ketika akan menyeret Vanesa pergi. "La, tunggu!!"

"Apa?" sentak Mila galak.

"Iya. Sorry. Gue minta maaf. Gue hanya bercanda tadi." bujuk Aga.

Bukannya takut, tapi dia tidak enak dengan tantenya jika menolak permintaannya. Sedangkan Ruben sekarang sedang berbaring di rumah sakit karena kecelakaan.

"Gue minta maaf. Ok?!" bujuk Aga lagi. Tapi Mila hanya diam.

Aga membuka pintu mobil bagian belakang. "Ayo masuk. Sebentar lagi akan turun hujan. Kalian mau kehujanan di sini?"

Vanesa mendongak. Dan benar saja mendung kian menghitam dan sebentar lagi mungkin akan turun hujan.

"Sudahlah, La. Ayo kita masuk. Nanti kita kena marah pak Ferdi. Sebentar lagi juga hujan." Vanesa langsung masuk ke dalam mobil. Dan tak lama kemudian Mila masuk ke dalam mobil Saga.

Aga tersenyum menang. Ia segera berjalan cepat menuju ke kursi kemudi. Segera mobil itu meluncur ke tempat kerja Vanesa.

Mila heboh mengagumi interior mobil yang sangat mewah itu ketika sudah masuk kedalam. Seolah dia lupa jika tadi sempat marah dan menolak masuk ke dalam mobil Aga. Maklumlah, seumur-umur baru kali ini dia bisa menikmati mobil para orang Hedon itu.

Vanesa membekap mulut Mila yang sedari tadi mengoceh tidak jelas. "Udah! Jangan berisik seperti anak kecil, malu di lihat Aga." ucap Vanesa sambil berbisik.

Melihat itu, Aga menatap ke arah lain. Seolah dia tak mendengar dan melihat apapun dari bangku belakang.

Mila hanya meringis, menampilkan gigi putih yang berjajar rapi. Malu saat menyadari jika ada Aga di depan mereka.

Setelah beberapa waktu, akhirnya mereka telah sampai di tempat kerja mereka berdua.

"Aga. Terima kasih sudah mau mengantarkan kami berdua." ucap Vanesa sebelum turun dari mobil Aga.

Aga menoleh kebelakang. "Iya, Vanesa. Sama-sama."

Setelah Vanesa keluar, tinggallah Mila yang berada di situ. Mila tak langsung turun karena ingin mengucapkan terima kasih pada Aga. Belum juga Mila membuka mulutnya, Aga langsung menyelanya. "Iya. Kembali kasih. Dan lo bisa keluar dari mobil gue." ujar Aga.

Mila mendelik. Tapi apapun itu dia harus berterima kasih pada Aga. "Terima kasih. Dan aku harap kita tidak akan bertemu lagi."