webnovel

EP. 073 - Tinggal

Kerajaan Tirtanu, Tahun 1349

Saat semua orang mulai membereskan perlengkapan dan peralatan operasi, Xavier kejang tiba-tiba. Tabib Azami dan Tabib Adanu kaget.

"Ada apa ini?" kata Tabib Azami kaget.

Seluruh anggota badan Xavier bergetar mulai dari badan, lengan, hingga kaki. Beberapa asisten tabib memegangi tubuh Xavier. Tabib Azami menancapkan beberapa jarum akupuntur untuk menenangkannya. Sayangnya, hal itu tidak mempan.

"Miringkan tubuhnya, Sekarang! Muntahannya bisa masuk ke paru-paru jika tidak dilakukan", perintah Tabib Azami.

"Tabib Adanu, anda yakin tidak ada racun di anak panahnya? Tidak ada satupun panah yang menancap di organ pentingnya. Semua ini hanya masuk akal jika ada racun yang terselip di anak panah", ucap Tabib Azami.

"Anak panah yang ada di Xavier sama persis dengan milik Dimas. Kalau itu memang beracun, harusnya Dimas ikut kejang juga. Tapi nyatanya tidak", balas Tabib Adanu.

"Ok. Berikan dia ramuan bius lagi dosis sedang!" perintah Tabib Azami.

Asisten Tabib segera mengambil ramuan obat yang direbus. Kemudian dedaunan coklat yang direbus itu diangkat lalu didekatkan ke hidung Xavier supaya dia menghirup uapnya. Untungnya berhasil. Kini kejangnya Xavier sudah berhenti. Semua orang di sana menarik napas panjang dan lega. Kini tugas mereka adalah memeriksa detak jantungnya.

Tabib Azami segera mendekatkan pipi ke hidung dan mengamati pergerakan perut dan dada. Ternyata benar, Xavier sudah tidak bernapas. Tabib Azami memulai prosedur CPR dengan mencari titik tengah diantara dua puting lalu menekannya menggunakan telapak tangan kanan bagian bawah dan ditumpuk dengan telapak tangan kiri di atasnya.

Tabib Azami membuka kakinya selebar bahu dan meluruskan siku tangan secara vertikal. Hal ini dilakukan agar tidak ada tulang rusuk yang patah. Dia menekan tangannya sedalam 5-6 cm sampai muncul bunyi klik. Agar jantung aman, kecepatan tekanannya harus 100 hingga 110 ketukan/menit.

Tabib Azami terus memompa jantung Xavier dengan CPR. Namun sayangnya, jantung Xavier enggan untuk berdenyut. Tabib Azami terus melakukan CPR. Keringatnya mulai mengalir deras membasahi wajah dan kerahasiaan bajunya. Tiba-tiba Tabib Adanu memegang tangannya erat dan menahannya.

"Berhenti! Cukup! Dia sudah tiada", ucap Tabib Adanu.

Tabib Azami berhenti. Dia memegang kaki kanan Xavier. Karena kaget saat mengetahui kaki Xavier mulai memutih, pandangan Tabib Azami langsung ke kakinya. Warna kaki dan kuku kakinya sudah berubah jadi pucat. Lalu dia memeriksa napas, denyut jadi, dan denyut jantung. Semuanya berhenti.

"Tabib Azami, kau tabib utama untuk Xavier. Saatnya mengucapkan pengumuman kematian", kata Tabib Adanu.

Tabib Azami lemas seketika. Kejadian pasien yang meninggal selalu menyisakan trauma di pikirannya dan rasa bersalah yang mendalam di dalam hatinya. Kakinya sudah tidak kuat lagi menyangga badannya. Dia terduduk lemas di lantai. Napasnya terengah-engah. Bau daging dingin bercampur obat yang aneh mulai tercium di hidungnya. Bau itu menyadarkannya dan membuatnya berdiri.

Tabib Azami mengambil tangan Xavier yang dingin dan disedekapkan di dadanya. Para asisten tabib mulai mencabut semua jarum akupuntur yang menancap di badan Xavier. Staf yang lain mulai membereskan peralatan medis. Tabib Adanu menggelar kain putih yang lebar untuk menutupi seluruh tubuh Xavier.

"Pasien Xavier Bellamy dari Tim Akas Kerajaan Tirtanu telah meninggal dunia di usia 32 tahun pada tanggal 21 Oktober 1349", ucap Tabib Azami.

Dimas kondisinya sudah membaik namun belum sadar. Operasi pengangkatan anak panahnya berhasil dengan baik. Tabib yang lain juga segera melepas akupuntur pada Dimas dan memperban seluruh area badannya yang tertancap anak panah. Kemudian, Dimas diselimuti kain putih.

Pintu kamar operasi yang awalnya tertutup kini dibuka. Sontak, Raefal yang duduk di atas kursi langsung berdiri. Dawn, Jenderal Yoshi, dan Raja Ehren juga ikut berdiri. Sesaat kemudian, keluar para asisten tabib menandu Dimas yang masih tak sadarkan diri. Raefal langsung berlari menghampiri mereka.

"Bagaimana kondisi Dimas? Dia masih belum bangun?" tanya Raefal.

"Syukurlah dia baik-baik saja. Sebentar lagi dia akan bangun. Sekarang kita pindahkan ke ruang perawatan", kata asisten Tabib.

Raefal ikut berjalan menyusul Dimas yang ditandu. Tiba-tiba dia berhenti. Dia teringat oleh sesuatu. Kemudian dia berbalik badan dan berlari kembali ke arah kamar operasi.

"XAVIER!" Raefal berteriak di depan pintu.

Tepat di depan Raefal, ada sebuah ranjang. Ada seseorang yang terbaring di atas ranjang. Seluruh bagian tubuh dari orang itu sudah tertutup kain putih yang lebar. Ranjang orang itu dikelilingi oleh beberapa Tabib dan asistennya. Raefal kaget. Dia bingung dengan apa yang terjadi.

"Pasien Xavier Bellamy dari Tim Akas Kerajaan Tirtanu telah meninggal dunia di usia 32 tahun pada tanggal 21 Oktober 1349", ucap Tabib Azami.

Raefal langsung berlari menghampiri ranjang itu. Dia menarik kain putih yang menutupi ranjang. Ternyata, dibalik kain putih itu ada Xavier yang wajahnya pucat sedang memejamkan mata. Raefal mengguncangkan tubuh Xavier berkali-kali, sudah pasti tidak akan ada respon apapun dari Xavier.

"XAVIER… XAVIER… XAVIER!!!" teriak Raefal sambil menangis.

Teriakan Raefal terdengar hingga ke kamar Dimas berada. Di ruangan Dimas, ada Jenderal Yoshi dan Raja Ehren. Mereka berdua kaget dengan teriakan itu. Jenderal dan Raja langsung berdiri dan berlari ke arah suara Raefal. Dawn yang sedang berjalan santai menyusul Raefal, langsung berlari seketika saat Raefal berteriak.

Saat Dawn tiba di sana, Raefal sedang memeluk seseorang yang diselimuti kain putih. Dawn langsung sadar apa yang terjadi. Dawn berjalan mendekati Raefal dan mengelus punggungnya yang membungkuk. Tak berselang lama, Raja dan Jenderal Yoshi tiba di kamar Xavier. Mereka masuk dan menghampiri Dawn dan Raefal.

"Xavier sudah tidak ada", ucap Dawn pada Raja Ehren dan Jenderal Yoshi.

Jenderal Yoshi ikut menenangkan Raefal yang sedang menangis sambil memeluknya. Kemudian, dia berjalan ke sisi lain ranjang. Di sisi lain, Jenderal Yoshi bisa melihat wajah Xavier yang pucat. Dia mengusap dahi Xavier, ternyata badannya sudah hangat. Kemudian dia langsung menoleh ke arah Tabib Azami dan Tabib Adanu. Seakan paham apa yang dimaksud Jenderal Yoshi dalam diam, Tabib Azami mulai membuka suara.

"Kami sudah berusaha yang terbaik. Hanya saja, takdir berkata lain", ucap Tabib Azami.

"Maafkan aku! Maafkan aku! Andaikan saat itu aku bersamamu. Andaikan saat itu aku menemanimu. Tidak akan aku biarkan kamu seperti ini" ucap Jenderal Yoshi tiba-tiba.

Tak terasa air mata Jenderal Yoshi menetes. Dadanya sesak. Hidungnya langsung tersumbat. Pandangannya mendadak buram. Yang dia lakukan hanyalah terduduk lemas, sambil menyandarkan kepalanya ke kaki ranjang dan tangannya memegang tangan Xavier.

"Maafkan aku! Maafkan aku!" ucap Jenderal Yoshi.

Mendengar ucapan Jenderal Yoshi, mendadak air mata Raefal berhenti. Raefal bangun da berdiri tegak. Dia menatap Jenderal Yoshi dengan tatapan tajam.

"Apa maksud Anda?" tanya Raefal.