webnovel

EP. 071 - Dawn

Kerajaan Tirtanu, Tahun 1349

Seorang pria berdiri di sebuah menara. Menara yang sama dengan yang dinaiki Selir Adeline di hari eksekusi Ratu Alatariel. Dia menghisap sebatang rokok dan mengeluarkan asapnya melalui lubang jendela menara. Pria itu melihat ke bawah. Di sana terlihat ada dua prajurit tim Akas sedang melintasi taman. Namun tiba-tiba, mereka berdua dihujani panah dan tak sadarkan diri. Pria itu melihat semua kejadian dari atas menara.

Dari atas menara, pria perokok melihat dua prajurit dari tim Akas pingsan dan tergeletak di tengah jalan setelah dihujani panah. Seseorang tiba-tiba keluar dari aula Ednura dan mendekati prajurit yang pingsan itu. Dia menarik buntalan kain yang terikat pada punggung prajurit, menggeledah isinya, mengambil sebuah barang, lalu pergi begitu saja. Pria perokok masih berdiri diam walau melihat semua kejadian ini.

Dua prajurit yang terkena serangan panah masih tak sadarkan diri. Tidak ada satupun orang yang menghampiri mereka. Namun, pria perokok tetap diam saja. Dia hanya mengawasi dari jendela atas menara. Dia menonton dua prajurit yang sedang pingsan sambil merokok santai.

"Gluduk… duk… duk… duk… duk…" terdengar suara petir menggelegar di langit. Langit yang awalnya biru cerah, tiba-tiba dihampiri awan gelap. Pria perokok di atas menara baru turun saat cuaca berubah mendung berpetir. Pria itu menuruni tangga dengan perlahan dan santai seakan tidak ada hal buruk yang terjadi. Entah apa yang ada dipikirannya.

Beberapa saat kemudian, pria perokok tiba di bawah. Dia langsung berjalan menuju arah dua prajurit yang pingsan. Dia tetap berjalan santai padahal hujan gerimis sudah turun. Dia berhenti berjalan saat berada 3 langkah dari dua prajurit yang pingsan itu. Pria perokok menghela napas panjang. Dia melihat di sekelilingnya, ternyata tidak ada satupun manusia yang berada di sana.

Jalanan lokasi dua prajurit itu sangat sepi dan sunyi. Pria perokok merogoh sakunya. Sebuah peluit kayu keluar dari sakunya.

"Priiiiiit…", pria perokok meniup peluit panjang.

"Bunyi apa itu?" tanya Ehren dari dalam kamarnya.

Bunyi peluit terdengar sangat nyaring karena suasana sedang sepi. Suara peluit itu berhasil menjadi pusat perhatian. Semua orang yang penasaran langsung keluar dan menuju ke sumber suara. Bunyi peluit sangat panjang. Bunyi masih terdengar saat orang-orang sedang berlarian. Peluit panjang itu menjadi penunjuk arah. Saat ada satu orang tiba di lokasi pria perokok berdiri, bunyi peluit berhenti.

Saat peluit berbunyi, waktu seakan melambat. Semuanya seakan bergerak pelan. Peluit itu sebenarnya hanya berbunyi sebentar. Namun karena waktu melambat, bunyi peluit terdengar sangat lama. Awalnya hanya satu orang. Kemudian langsung bertambah menjadi 3 orang, 7 orang, 15 orang. Semakin lama semakin banyak. Mereka mengerumuni pria perokok dan dua prajurit yang tak sadarkan diri di bawah guyuran hujan.

"Semuanya sudah berkumpul? Tunggu apalagi? Bawa dua orang ini ke klinik istana!" perintah pria perokok.

Raefal baru keluar markas saat semua orang sudah berkumpul. Dia berusaha menerobos kerumunan karena penasaran dengan apa yang terjadi. Satu barisan, dua barisan, tiga barisan, empat barisan, lima barisan, dan akhirnya tibalah Raefal di barisan terdepan. Raefal melihat seorang pria berdiri membelakangi dirinya. Tangan kanan pria yang berdiri itu memegang sebatang rokok yang sudah basah terkena hujan. Pandangan Raefal turun lagi kebawah. Alangkah kagetnya dia melihat wajah Xavier yang sudah pucat dan lemas tak berdaya.

Refleks, Raefal langsung berlari maju. Dia menabrak pundak kanan pria perokok dan menjatuhkan rokoknya. Semakin ke depan, semuanya menjadi semakin jelas. Ternyata bukan hanya Xavier, tapi ada Dimas yang tak sadarkan diri. Tubuh mereka dipenuhi panah yang sudah dipotong agar mudah dipindahkan. Namun, langkah Raefal tertahan. Raefal menoleh ke belakang. Ternyata, pria perokok itu memegang erat tangan kiri Raefal.

"Bang Dawn!" sapa Raefal dengan sinis.

"Jangan disentuh jika tak ingin menjadi tersangka! Kita ke klinik sekarang!" ucap pria perokok yang bernama Dawn.

Mendengar perkataan Dawn, Raefal hanya bisa pasrah. Dia hanya bisa melihat tubuh dua rekannya ditandu menuju ke arah klinik. Dawn berbalik badan. Dia memeluk Raefal yang masih tertegun dan kaget dengan apa yang terjadi. Dawn menuntun Raefal untuk menyusul Xavier dan Dimas ke klinik istana.

"Ayo!" ucap Dawn pelan tepat di samping telinga Raefal.

Raja Ehren keluar dari pintu samping istana Amayuni. Dia keluar sendirian. Dia melihat semua orang sudah buyar. Raja tidak ingin menambahkan keributan baru. Dia langsung memegang tangan salah satu orang yang ingin masuk ke pintu samping istana Amayuni.

"Ada apa ini?" tanya Raja Ehren pelan sambil menatap tajam pada wajah orang yang tangannya dia pegang.

"Ada dua prajurit tim Akas yang terluka karena dihujani panah", jawab orang itu.

"Apakah mereka masih hidup?" tanya Raja.

"Saya tidak tahu. Yang jelas mereka sekarang dibawa ke klinik kerajaan", jawab orang itu.

Setelah memberi jawaban staf kerajaan menundukkan kepala untuk pamit. Lalu, Raja Ehren melepaskan tangannya. Staf kerajaan itu memasuki istana Amayuni sedangkan Raja lanjut berjalan ke arah depan. Dia berjalan di bawah guyuran hujan deras tanpa payung. Dia berjalan menuju ke sebuah tempat yang dipenuhi patahan panah yang berserakan.

Raja berdiri dua langkah dari bagian jalan yang dipenuhi panah yang berserakan. Dia memandangi lokasi tersebut. Lokasi itu adalah tempat Xavier dan Dimas diserang. Xavier dan Dimas sudah tidak ada di sana. Orang-orang juga sudah kembali ke tempat mereka bekerja. Tinggal Raja Ehren sendirian yang berada di sana.

Tak berselang lama, Raja Ehren mulai berjalan-jalan dan mengitari tempat kejadian perkara. Tidak ada banyak darah yang mengalir di TKP. Hanya ada percikan darah kecil-kecil. Dia menemukan bekas serbuk rokok di tanah.

"Jadi Dawn ada di sini?" batin Raja Ehren.

Raja Ehren terus berjalan mengitari TKP (Tempat Kejadian Perkara). Dia mengambil beberapa sisa potongan pangkal anak panah. Anak panah terdiri dari beberapa bagian. Bagian paling depan adalah Pile/Bedor. Pile adalah ujung runcing dari anak panah. Kayu di belakang anak panah disebut Gandar. Gandar ini yang dipatahkan orang-orang agar lebih mudah untuk menandu Xavier dan Dimas.

Bagian sisa anak panah yang dipegang Raja Ehren adalah bagian belakang gandar. Raja Ehren mencermati hiasan kecil di bagian belakang. Hiasan kecil itu berupa ukiran naga pada bagian kayunya. Raja Ehren keheranan melihat hiasan itu. Pandangannya menuju ke arah belakang. Ternyata bulu di depan ekor panah berwarna merah biru.

"Ukiran naga? Bahkan seumur hidup, aku belum pernah memiliki anak panah semewah ini. Bulu berwarna merah dan biru ini milik burung makaw hijau. Siapapun pemilik anak panah ini, dia bukan orang sembarangan. Dia memiliki sesuatu yang tidak aku miliki", ucap Raja Ehren.

Di klinik istana, ada banyak orang yang sibuk berlarian kesana-sini. Mereka sibuk membantu menyelamatkan Xavier dan Dimas. Xavier dan Dimas dirawat di sebuah kamar tertutup. Hanya ada tabib dan beberapa asistennya yang berada di sana. Di dalam kamar tertutup, 5 tabib istana sedang berusaha mengeluarkan anak panah satu persatu. Raefal terduduk lemas di atas lantai di luar kamar tertutup itu. Dawn ikut duduk di samping Raefal, di atas lantai juga.

"Kenapa? Kenapa bukan aku saja yang berada di sana?" ucap Raefal penuh penyesalan.

"Kita do'akan yang terbaik untuk mereka. Bagaimanapun juga, mereka anggota tim Akas. Tim elit terbaik dari kerajaan Tirtanu. Lagipula ini bukan salahmu!" hibur Dawn.