webnovel

EP. 067 - Terkepung

"Ada 3 pintu masuk ke gua kita. Kirim 30 orang pasukan terhebat kita untuk menutup akses ke 3 pintu masuk itu. Begitu mereka keluar, habisi mereka", perintah Carl.

"Oh ya… Mereka punya seorang informan. Informan itu bekerja di istana kita. Kita juga harus lakukan sesuatu padanya. Namanya Pen", lapor Helena.

"Pen. Tak akan ku biarkan dia menginjakkan kaki di sini. Eh, bukan. Takkan ku biarkan kakinya menginjak tanah. Tenang saja!" kata Carl.

Kerajaan Gaharunu, Tahun 1345

Langit biru yang pucat dan cerah di sebelah timur seperti 30 orang pasukan Carl. Mereka berkumpul di padang rumput belakang kandang kuda. Padang rumput yang sama dengan tempat Pen bertemu Darsh untuk yang pertama kalinya. Carl dan pria ninja hitam andalannya berjalan dari ujung ke ujung barisan pasukan anak buahnya.

"Apakah ini sudah 30 orang, Videsh?" tanya Carl.

Videsh, sang ninja hitam menjawab, "Sesuai perintah anda, Pangeran. 30 orang untuk mengepung penyusup Tirtanu".

"Bagus", jawab Carl singkat.

Videsh, sang pria ninja hitam berbalik badan menghadap pasukannya. Videsh melakukan kontak mata dengan anak buahnya satu per satu. Dia juga menghitung anak buahnya dalam hati. Dia juga mencermati setiap senjata dan barang bawaan anak buahnya.

"Kita tidak membawa peledak?" tanya Videsh.

"Harus kah? Aku tidak sudi kalau sarinnya hilang terbakar karena peledak?" jawab Carl.

"Lalu untuk berjaga-jaga?" tanya Videsh.

"Kita pakai sarin saja. Lebih mudah, lebih ringan", jawab Carl.

Carl meletakkan tangannya ke bahu Kapten Videsh. Dia melakukannya untuk menandai bahwa Carl mempercayakan semua pasukannya ke Videsh. Videsh sudah pasti sangat senang. Videsh menunggu hari-hari dimana dia bisa tampil sebagai pemimpin agung yang terhormat.

Videsh mengangkat perisainya dan melihat kembali ke arah 30 anak buahnya. Kemudian dia menghadap ke arah Carl dan mengangguk untuk mengisyaratkan bahwa mereka siap. Carl mengangkat pedangnya diikuti oleh Videsh. Lalu, semua prajurit mengangkat pedangnya.

"FREIHEIT!" teriak Carl sambil mengangkat pedang.

"FREIHEIT, FREIHEIT!" ucap prajurit sambil mengangkat pedang dan perisai.

Videsh, ninja hitam tangan kanan Carl bergerak mendekati anak kudanya. Videsh memimpin anak buahnya untuk memulai perjalanan panjang ke daerah perbatasan Gaharunu-Jamujunu. Mereka berangkat dengan menggunakan kuda berkecepatan tinggi.

Dengan kecepatan tinggi, pasukan Videsh bisa mempersingkat perjalanan. Perjalanan dengan jalan kaki selama 1 jam, bisa dipersingkat menjadi 20 menit saja. Sesampainya di daerah simpang empat, mereka langsung berpencar menjadi 3 kelompok ke 3 titik berbeda. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang.

Di dalam gua, rombongan Araukaria sedang berjalan menuju daerah simpang empat. Kondisi Ren dan Pen sudah membaik. Hal ini membuat perjalanan pulang terasa sangat cepat.

"Kita makan sebentar di simpang empat, ya?" ucap Jenderal Calvin.

"Siap", jawab semua anggota Araukaria kompak.

Beberapa saat kemudian mereka tiba di simpang empat. Dhafi dan Jiru segera mengisi botol kosong mereka dengan air tetesan gua. Sementara itu, Hoshi dan Ghazi segera menyiapkan makan malam.

"Kita pulang lewat mana, Pen?" tanya Darsh.

"Jalan paling aman lewat rumahku sih, kalau jalan lain kemungkinan dicegat penjaga", jawab Pen.

"Ada berapa jalan keluar sebenarnya?" tanya Ezra.

"Di atas pintu jeruji besi tadi, terusan Gervas di perbatasan Gaharunu dan Eldamanu, pintu dekat Jamujunu, dan terakhir di rumahku. Jadi total ada 4 pintu", jawab Pen.

"Yang bisa diakses cuma pintu rumahmu saja, ya. Bagaimana kalau ada yang mencegat kita di rumahmu?", tanya Hoshi.

Pen langsung terdiam setelah mendengar pertanyaan Hoshi. Pertanyaan Hoshi membuatnya berpikir ulang. Dia memikirkan sesuatu.

"Aaaissh… tidak mungkin. Jangan! Jangan!" kata Pen.

"Entah mengapa firasat ku tidak enak. Rasanya perjalanan ini terlalu mudah dan mulus", ucap Ren.

Di luar gua ternyata sudah malam, beberapa orang berseragam hitam tiba di beberapa lubang. Mereka berdiri dengan posisi siaga mengelilingi lubang. Ujung pedang yang lancip berjajar dan mengarah ke lubang. Mereka menunggu mangsa keluar dari lubang persembunyiannya.

Rombongan Araukaria melanjutkan perjalanan setelah makan. Kali ini mereka langsung berjalan menuju rumah Pen. Mereka bergegas karena takut ketahuan penjaga. Mereka melewati beberapa belokan gua. Kadang mereka naik, kadang turun. Akhirnya, mereka tiba di sebuah lorong tanah sempit menuju lubang di bawah rumah Pen.

"Entah mengapa saya merasa ada yang berbeda di sini", kata Jiru yang berbisik pada Dhafi di belakangnya.

"Iya, di sini terlalu gelap. Apa mungkin karena sudah malam, ya?" balas Dhafi.

"Jenderal, Paman, Kakak, lihatlah ini!" ucap Pen yang berada di bagian paling depan dengan cukup keras.

"LUBANGNYA TERTUTUP!" teriak Ghazi yang ada di belakang Pen.

Jenderal Calvin yang berada di bagian paling belakang langsung mempercepat langkahnya. Dia menyalip beberapa anak buah di depannya. Jenderal Calvin tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Beberapa anggota di depan diam mematung. Ghazi menunjuk bagian atas gua dengan jari telunjuknya. Dia terus menunjuk hingga Jenderal Calvin tiba.

Semua anggota Araukaria dan Pen melihat ke arah atas. Lubang benar-benar tertutup. Mereka saling berkontak mata dengan satu sama lain. Mereka paham, apa arti dari tertutupnya lubang basemen rumah Pen.

"Sepertinya, kita sudah ketahuan dan dikepung di atas", kata Jenderal Calvin.

"Lalu bagaimana, Jenderal?" ucap Pen berbisik.

"Kita kembali ke pos satu dan pikirkan langkah selanjutnya", perintah Jenderal Calvin.

Rombongan Araukaria bergerak kembali ke pos satu. Kali ini Hoshi yang memimpin karena dia berdiri di bagian paling belakang. Mereka kembali tanpa suara agar tidak ketahuan. Tidak ada yang berbincang di tengah perjalanan. Bahkan mereka semua melepas sepatu agar langkah kaki mereka tidak terdengar dari luar. Sebentar saja, mereka tiba di pos satu.

"Lalu, bagaimana ini selanjutnya?" tanya Ezra.

"Lubang di terusan Gervas sangat lebar. Kemungkinan, sekarang ada anak buah Carl yang masuk ke sana. Mereka akan terus berjalan hingga memasuki simpang empat", kata Pen.

"Prioritas kita adalah mengamankan barang bukti. Caranya, kita harus kembali ke Tirtanu secepatnya. Jka kita sudah ketahuan, artinya Pen tidak bisa lagi bekerja di Gaharunu mulai hari ini. Mereka pasti akan membunuhmu", ucap Jenderal Calvin.

"Berarti mau tidak mau, kita harus berduel dengan pasukan Gaharunu di terusan Gervas?" tanya Ren.

"Benar. Mereka mungkin pakai sarin untuk menyerang. Semua senjata mereka kemungkinan besar akan dilumuri racun walaupun racun itu belum tentu sarin. Kita akan mengalihkan perhatian. Pen dan Ghazi harus pergi keluar lebih dulu dan langsung naik kapal ke Tirtanu", kata Jenderal Calvin.

"Tapi Pen satu-satunya yang tahu jalanan di terusan Gervas dan rute lain gua ini", kata Jiru.

"Untuk itu, sekarang kita buat peta rute gua. Semua orang pegang satu peta. Artinya total ada 8 peta. Lalu Darsh, tolong hitung perbekalan lalu bagi rata. Kemudian, kita bagikan juga penawar racun secara merata. Saat semua sudah siap, kita kembali ke simpang empat", perintah Jenderal Calvin.

Darsh segera membongkar buntalan kainnya. Anggota yang lain termasuk Pen juga ikut membongkar lainnya. Darsh mengumpulkan semua makanan dan air minum ke sebuah batu untuk dihitung. Kemudian dia membagi makanan dan minuman secara merata ke semua anggota.

Sekarang, saatnya Ren untuk menunjukkan bakatnya. Ren juga mengambil semua kertas yang dia punya. Dia mengambil kotak tinta kecil, membasahinya, lalu mulai menggambar peta dipandu oleh Pen. Kini Pen dan Ren sudah akur seperti kakak dan adik. Simsalabim… peta sudah jadi dalam sekejap dan langsung dibagikan.

Semua persiapan telah usai. Kini, semua anggota mengemasi barangnya dengan segera. Mereka semua juga mengeluarkan semua pedang, pisau, dan panah yang awalnya mereka simpan.

"Sudah siap semuanya? Kita berangkat sekarang!" perintah Jenderal Calvin.

Sementara itu di lubang rumah Pen, anak buah Carl mulai memindahkan batu andesit. Setelah semua batu andesit digeser. Mereka membuka kayu penutup lubang basemen rumah Pen. Seseorang dari mereka mengulurkan tali ke dalam lubang dan mengikatkan ujung tali luar ke batu andesit.

"Kita masuk sekarang!" kata seorang anak buah Carl di reruntuhan rumah Pen.