____________
"Aiden! Please.. jangan lakukan itu. Please!" Ucap Lova khawatir sembari menggenggam kedua tangan Aiden yang menggepal.
"Tidak bisa Lova!. Aku harus menghajar bocah nakal ini!." Ucap Aiden marah dan hendak meninju Ansel namun dengan sigap Lova memeluk Aiden dengan sangat erat.q
"Wow! Easy brother. Apa laki-laki yang suka main fisik seperri ini yang ingin kau nikahi, Lova?." Tanya Ansel dengan tatapan sedih.
"Dasar bocah sialan! Aku tidak suka main fisik dan aku tidak bertindak jika tidak ada sebab dan alasan. Aku tidak semenyedihkan itu."
"Oh ya? Lantas apa alasan mantan pacar kesayanganmu meninggalkan mu tanpa sebab?."
"Kau!!." Teriak Aiden marah.
"No! Please Aiden.." Teriak Lova sembari menahan kuat Aiden yang hendak maju kearah Ansel.
"Lepaskan aku Lova.. Aku tidak mau menyakitimu. " Ucap Aiden dengan nada rendah dan lembut setelah ia mendengar Lova terisak.
"Please Ansel.." Ucap Lova pelan sembari menatap Ansel dengan tatapan memohon.
"Aku tak bisa Lova, dia-." Ucap Ansel tidak terima.
"Please... Just go." Pinta Lova dengan nada memohon.
Ansel menatap Lova dengan tatapan bersalah dan tak rela lalu dia menatap Aiden yang tengah menatapnya dengan tatapan geram dan marah. Ansel menghembuskan napasnya kasar dan putus asa.
"Baiklah. Tapi aku akan kembali lagi nanti." Ucap Ansel sebelum benar-benar pergi dari mansion Aiden.
Lova masih memeluk Aiden dengan erat. Tubuhnya sedikit bergetar karena takut. Melihat adegan kekerasan membuat dia sangat ketakutan. Mungkin sejak kejadian saat ia kecil yang tak sengaja melihat orang tua nya bertengkar dan berakhir dengan ibunya yang di tampar oleh ayahnya. Sungguh itu sangat mengerikan.
Di umur yang masih sangat kecil Lova harus merasakan kesedihan yang amat dalam. Dimulai dari orang tua nya yang berkelahi lalu terjadi kekerasan pada ibunya sehingga tak lama kemudian Lova kecil harus ditinggal sendirian. Tak berselang lama kemudian Lova harus menerima kenyataan pahit kalau orang tua dan kakak nya meninggal karena sebuah kecelakaan. Sulit untuk di terima tapi takdir memaksanya untuk tetap menjalani semua nya tak peduli apapun itu.
Hidup bersama adik ayahnya. Tak membuat kehidupan Lova kembali senang. Malahan menambah kehancuran yang tak berujung. Kehilangan segalanya dalam satu waktu membuat Lova hampir putus asa dan menyerah pada hidup tapi ia kembali teringat pada perkataan ibunya.
Sekeras apapun hidup ini kau harus tetap menjalaninya. Karena kehidupan adalah sebuah anugerah, mommy dengan susah payah mempertahankan mu untuk mendapatkan anugerah itu.
Kata-kata itu terus terngiang di pikirannya sampai sekarang. Wajah sendu itu. Senyuman lemah itu. Tatapan teduh itu serta wangi nya yang khas membuat Lova kembali merasa hancur.
Ingin rasanya mengatakan kata maaf karena pernah berpikir untuk menyerah. Tapi raga tinggal lah raga dan mungkin sudah menyatu dengan tanah. Jiwa nya yang suci mungkin sudah kembali ketempat asalnya. Mungkin kalau terus memohon pada Tuhan maka kata maaf itu akan tersampaikan. Lova berharap akan seperti itu.
"Hey.. It's okay, baby..." Ucap Aiden lembut sembari mengelus punggung Lova pelan.
Lova menatap Aiden dengan sendu lalu menenggelamkan kepalanya ke dada bidang Aiden yang terasa hangat dan nyaman. Katakan lah dia tak tahu malu dan lancang bersikap seperti ini. Tapi sekarang dia sangat butuh tempat bersandar. Butuh seseorang yang dapat memegangnya disaat dia ingin terjatuh. Mungkin menikah dengan Aiden sudah menjadi takdir dalam hidupnya maka Lova akan dengan ikhlas menerimanya. Walau berat tapi dia tak mau munafik pada kondisinya. Tak ada siapapun yang mau menerimanya seperti Aiden dan orang tuanya yang menyambutnya dengan tangan lebar.
Ia sangat bersyukur pada Tuhan walau dia tak tahu hal buruk apa yang akan terjadi kedepannya.
"Maaf."
"Kenapa kau selalu minta maaf? Sudah kubilang kalau kau tidak melakukan kesalahan apapun." Ucap Aiden heran.
"Saya selalu menangis seperti ini saat bersama anda. Maafkan saya."
Aiden mengeratkan pelukannya lalu meletakkan dagunya di puncak kepala Lova yang memang lebih pendek darinya.
"Kalau kau ingin melepaskan kegundahan hatimu, aku siap menampung semuanya agar kesedihanmu berpindah padaku."
"Itu tidak bagus."
"Kenapa?." Tanya Aiden dengan alis yang terangkat.
"Kesedihan saya terlalu banyak, mungkin anda tak akan sanggup menampungnya jadi biarkan saya saja yang menampung semua kesedihan yang saya punya."
"Itukan hanya mungkin, belum tentu kebenarannya."
"Tapi tetap saja itu tidak bisa."
"Kalau begitu ceritakan masa kecilmu dan biarkan aku jadi buku harianmu."
Lova tertawa kecil walau Aiden tak bisa melihatnya tapi dia ikut tertawa. Ada perasaan bangga dan lega saat mendengar tawa itu. Setelah sekian lama akhirnya wanita ini tertawa karena nya. Katakan lah dia gila tapi ini pertama kalinya Aiden merasa senang hanya karena untuk pertama kalinya Lova tertawa karena dirinya.
Diangkatnya Lova kedalam gendongan nya lalu ditatapnya wajah Lova yang sudah memerah. Lova sedikit memekik karena terkejut dengan tindakan tiba-tiba Aiden yang kini membuat jantungnya berdegup tidak karuan dan cepat.
"Apa yang anda lakukan?." Tanya Lova bingung saat Aiden mulai menaiki tangga.
"Kita akan ke kamar ku."
"Kenapa ke kamar anda?!." Tanya Lova terkejut.
"Tentu saja agar kita bisa leluasa berbicara berdua atau kau sudah memikirkan hal yang tidak tidak ya? Tenang saja tanpa kau minta akan aku lakukan."
Lova melebarkan kedua matanya terkejut dan menatap Aiden dengan tatapan waspada
"Jangan coba-coba melakukan hal aneh padaku!."
"Oh.. Kau sudah berani memerintahku sekarang." Ucap Aiden dengan nada mengejek sebelum mereka benar-benar masuk kedalam kamar.
Namun saat hendak masuk ke dalam kamar, mereka berdua mendengar suara seorang wanita yang memanggil nama mereka berdua secara bergantian. Suara itu terdengar semakin dekat dan jelas.
"Aiden!."
"Lova!! Where are you??."
Aiden dan Lova saling menatap dan langsung menjauhkan diri mereka. Kenapa harus sekarang di situasi yang lagi romantis-romantisnya sih?!. Berkali-kali Aiden mengumpat dalam hati.
"Holly shit! That's my mom." Ucap Aiden terkejut dan juga kecewa.
"Mommy?." Tanya Lova sambil mengerutkan dahinya.
"Yes! Ayo cepat hapus air mata mu dan rapikan rambutmu!." Perintah Aiden sedikit panik.
Kalau mommy nya Aiden melihat Lova yang menangis dan kacau seperti ini. Akan terjadi kehebohan dan kemarahan yang paling Aiden tidak suka. Bisa dikatakan ibunya itu orang yang berlebihan dalam bereaksi. Mungkin busa dikategorikan sangat sangat berlebihan. Seperti saat ini.
"Apa yang kau lakukan pada Lova?!." Teriak Lana terkejut saat melihat Lova tengah mengusap matanya dan Aiden menatap ibunya dengan tatapan horror.
Oke. Let's going to the hell. Poor you, Aiden. Siapkan kuping,hati, jiwa dan raga. Kau akan bertempur melawan omelan ibunya selama berjam-jam.
"Kau membuatnya menangis?!." Ucap Lana sambil setengah berlari menghampiri Lova yang terlihat bingung dan salah tingkah.
"Tidak mom, ini tidak lah seperti yang mommy bayangkan." Ucap Lova berusaha membantu Aiden.
"Tidak Lova!. Dia memang harus diberi pelajaran." Ucap Lana tegas.
What? Aiden menatap ibunya dengan sebelah alis terangkat. Can you see that?. woman with all her selfishness.
"Mom.. Please stop this." Ucap Aiden tak terima.
"Kau itu memang sangat keterlaluan ya!. Mommy tahu sifat mu memang keturunan daddy mu tapi tolong jangan gunakan kebrengsekan mu itu pada Lova!. Kau tahu kalau kau menyakiti wanita sama saja menyakiti mommy." Celoteh Lana panjang lebar dan Aiden hanya bisa memijat pelipis nya karena kepalanya mulai terasa pening.
That's all guys. Omelan ibunya akan berlanjut selama berjam-jam tanpa mau mendengar penjelasan dari pihak manapun. Yang bisa dilakukan Aiden dan Lova hanyalah mendengar dan diam. Itulah ibu dengan segala ocehannya yang tak dapat dibantah sedikitpun.
____________
To be continuous