Seina bingung menjawabnya apa, bahkan ibunnya sendiri tak tahu kalau Elan tidak masuk sekolah bahkan tanpa keterangan.
"Eumb.... " Seina menggeleng.
Rita semakin penasaran dan menanyainya lagi.
"Elan kenapa?"
Seina terbata-bata dalam menjawab pertanyaan Rita.
"Gak bun.... Cuman mau tanya pelajaran matematika aja. Elannya ada bun?"
"Elan katanya ada ekskul voly, jadi belum pulang" pekiknya.
Seina tanpa basa-basi lama ia meminta pulang cepat. Padahal Rita menginginkan Seina bertamu lama. Tetapi Seina beralasan ada sesuatu yang akan dikerjakannya.
**
Seina mencari Elan, tetapi tak ketemu. Hingga Seina balik ke kostannya, namun belum sampai di kostan. Tepatnya di pertigaan gang kostan. Seina berpapasan dengan Elan. Ia terlihat menyedihkan dengan pakaian seragam sekolah yang masih dipakainya. Terlihat cukup kusut dan tak terurus. Terlihat wajah sedih disana. Entah apa yang membuatnya begitu sedih hingga Elan yang dikenalnya rajin dan pintar sudah membohongi ibunnya bahkan sampai ia bolos sekolah.
Elan mendekati Seina dan memeluk Seina, "Kamu... "
Elan menangis, baru kali ini Seina mengalami hal yang tak terduganya sebelumnya.
Elan menangis sesenggukan, ada rasa sakit dalam hatinya. Ada duri yang ditancapkan tanpa ia bisa mencabut sendiri.
'Apakah aku bisa mencabut dari dalam hatimu? Sehingga kamu tidak sakit lagi? Apakah aku bisa menyembuhkanmu?' pekik Seina dalam hati.
Elan melepas pelukan Seina dan tertawa.
"Kenapa Lan?" ucap Seina penasaran dengan lagak Elan yang seketika menangis dan tertawa.
"Semuanya sudah berakhir Sey" ucap Elan lirih.
"Apanya yang berakhir?"
Elan mengucapnya ulang, "Benar-benar sudah berakhir Sey."
Seina tak mengerti lagi ia harus berbuat apa supaya sahabatnya itu merasa baikan.
Ia membawa Elan ke depan supermarket yang ada tempat duduk untuk seseorang menikmati makanan yang telah ia pesan.
Elan duduk terdiam tanpa banyak bicara, Seina angkat bicara padanya.
"Kamu sudah merasa baikan?"
Di minumkannya coffe panas yang telah Seina belikan untuk Elan, sesekali Elan meneguknya.
"Sudah makan?" ucap Seina yang semua perhtiannya tertuju pada Elan.
Elan menggeleng.
Seina menghembuskan nafasnya keras, ia segera bangkit masuk ke dalam supermarket dan membelikannya roti untuk Elan.
Makan" sentak Seina memerintah pada Elan.
Elan menggeleng.
"Makan!" bentak Seina.
Akhirnya Elan menurutinya dan memakan roti yang telah Seina beli.
Elan masih bungkam dan tak berbicara apapun, Seina sudah menduga bahwa Elan telah putus dengan pacarnya.
Entah Seina akan senang atau justru sedih, Seina begitu peduli dengan Elan dan merasa kasihan pada Elan.
Tak pernah Elan menampakkan kelemahannya, kini Elan yang begitu dikenalnya seperti Elan yang sesungguhnya, yang bisa juga lelah karena wanita.
Pandangannya kosong, Seina bingung harus membuka suaranya untuk berbicara apa.
"Jangan menatapku berlebihan Sey" ucap Elan.
Seina menjadi kaget dan berdehem.
"Kamu sudah merasa baikan?" ucap Seina dengan sangat hati-hati.
Elan membuka suaranya, "Terkadang.... Butuh energi untuk marah, kesal dalam menjelaskan situasi. Aku hari ini menyesal dan kesal. Takdir membuat aku dan dia tak bisa bersama." pekiknya dan menyeruput kopi yang masih berada ditangannya.
Seina kehabisan kata-kata, ia hanya melongo dan mengangguk seolah tahu apa yang Elan bicarakan.
"Aku dan dia tak akan pernah bisa bersama lagi. Tapi..... Aku masih suka dia" ucap Elan yang terus bersua meratapi nasibnya.
"Jangan sedih lagi Lan."
Seina mendekati Elan dan menepuk punggung Elan.
Walau Seina sudah tersenyum dan membuat Elan sedikit tenang, tetapi tetap saja hatinya masih merasa kalut.
**
Biasanya Seina yang diantar Elan pulang ke kostannya, namun kini Seina ingin memastikan bahwa Elan pulang dengan selamat dan benar-benar pulang sampai ke rumahnya.
Seina hanya melihatnya dari luar rumah Elan tanpa mencoba untuk masuk dan menemui Rita.
Seina tak lupa menulis tanggal di noteboknya, hari itu menyaksikan Elan menangis didepannya.
Seina tak menceritakan apapun pada Elina mengenai Elan yang begitu kalah. Ia tak mau Elina sampai tahu cowok yang biasa keren bisa selemah itu.
**
"Hari yang indah, semoga saja Elan sudah baik-baik saja" ucap Seina sebelum ia berangkat sekolah.
Upacara seperti biasa, Seina berangkat pagi dan ia menemukan Elan yang sudah datang lebih pagi darinya, bahkan Elina sudah seperti biasanya.
Mereka sudah menjalankan aktivitasnya kembali, hanya saja..... Ada yang terlihat berbeda.
Seina memperhatikan Elan, ia lebih menatap Elina secara terus-menerus. Dan Elina yang diam-diam mencuri pandang.
Kini bukan lagi Elan ataupun Elina yang berubah, melainkan mereka menjadi lebih tidak seperti biasanya dan entah kenapa hati Seina merasa sakit.
Seina menemui Elan saat selesai upacara, "Lan.... Sepertinya kamu sudah membaik" ucap Seina dengan menepuk punggung Elan.
Elan tersenyum dan menepis tanganku.
"Tentu."
Tak ada gerakan ia mengacak-acak rambut Seina, bahkan Elan lebih cuek lagi terhadap Seina.
Elan seolah melupakan pelukan Seina seperti kemarin.
Seina masih diam saja.
Hingga keesokannya lagi Seina mencoba mendatangi kelas Elan, Elan tak ada. Saat Seina berjalan ke taman sekolah, Elan sudah berada disana mengganggu Elina yang sedang membaca novel.
Seina kaget dan merasa tak adil.
Seina masih mencoba untuk bersabar.
**
Satu, dua hari saja tak cukup Seina diperlakukan seperti itu. Seina mengajak Elan untuk berbicara. Tentunya tak diketahui oleh Elina.
"Lan... Aku apa bagimu?" Seina meminta penjelasan hubungan mereka.
"Sahabat kan?" pekik Elan datar.
"Lalu Elina?" Seina berterus terang ingin menanyakam hubungan mereka.
Sungguh aneh melihat tingkah mereka, namun Elan menepis perkataan Seina.
"Sahabat juga."
"Tapi aku tak merasa begitu" Seina protes dengan apa yang selama ini ia rasakan.
"Apanya sih Sey?"
Elan membelokkan perkataannya hingga membuat Seina jadi serba salah. Seina yang sakit hati dan Seina juga yang merasa jadi benalu.
Elan mencoba mengerti apa maksud Seina, tetapi Elan tetap menepisnya kalau ia dan Elina hanya bersahabat saja.
"Kamu perlakukan Elina lebih! Sedangkan dengan aku kamu biasa saja. Depan Elina kamu spesialin dia!" bentak Seina yang merasa tak adil diantara persahabatan mereka. Seina tak menyangka Elina bersikap lebih akrab dengan Elan.
"Jangan mengada-ada Sey" pekik Elan.
Seina sungguh merasa bom waktu telah meledak. Ia tak merasa dihargainya lagi. Cintanya benar-benar sudah kandas.
"Aku kecewa!" bentak Seina dan berlari pergi meninggalkan Elan.
**
Karena percintaan, membuat Elina dan Seina semakin jauh. Elina sadar akan sikap Seina, Elina tak mendekati Seina dan menanyakan apa yang terjadi karena Elina menyaksikan sendiri saat Elan dan Seina berbincang. Tentunya Elina tahu apa yang mereka bicarakan. Bukan hanya Elina saja yang tahu akan hal itu, keakraban Seina dan Elan merupakan sudah menjadi populer dikalaangan para wanita tentunya. Bahkan saat Seina dan Elan sedang ribut, topik ghibah diantara wanita tentunya mengenai mereka berdua.
Bu Yani memasuki kelas dan sebelum mengajar, bu Yani memperkenalkan siswa pindahan.
Siswa itu datang dan menyambut anak-anak lainnya.
Banyak wanita bersorak horai menyambut kedatangan cowok itu.
"Hai.... Perkenalkan, aku Vino..... "
**Bersambung....
Terimakasih sudah membaca, klik cool dan review ya supaya meramaikan cerita ini.