Ardan mengajukan ijin ke kampus dua hari untuk membereskan pengunduran diri di tempat kerja istrinya
"Assalamualaikum Bu" sapa Ardan pada dekan FEB tempatnya ngajar, "Waalaikumsalam," terdengar suara perempuan diujung sana.
"mohon maaf saya ijin dua hari tidak ke kampus masih ada keperluan yang mesti saya selesaikan," sambung Ardan dengan nada sopan, maklum sama atasan.
"keperluan apa mas Ardan" sambut sang atasan dengan suara perempuan yang dibikin sedikit manja, "saya di rumah istri Bu, Alhamdulillah ada kabar baik, istri saya hamil," ucap Ardan yang lagi duduk di tepi ranjang sambil mengelus perut istrinya yang lagi tiduran. Tidak ada jawaban dari seberang karna penerima telpon sedang terbakar hatinya, "gimana dengan jadwal ngajar pak Ardan," jawab dekan dengan suara yang berbeda terdengar tegas dibanding sebelumnya, "tidak ada masalah bu Putri, karna saya sudah menghubungi asdos saya untuk memberikan tugas pada mahasiswa," jawab Ardan sambil senyum senyum karna elusan mesra tangan istrinya di pahanya sedang tangan yang tadi mengelus perut istrinya sudah beralih ke tempat lain.
"Baiklah pak ardan," dan sebelum Ardan menutup pembicaraan dengan salam telpon di seberang sudah si tutup karena yang terdengar tut tut tut bunyi smartpone di tangan Ardan.
"Dekan mas, apa Putri temenku," tanya Lusi karna tadi sempat dengerin Ardan menyebut nama Putri di telpon. "tidak salah dekan mas adalah Putri yang adek kenalkan pada mas waktu itu," jawab Ardan tanpa menghentikan aksi gerilyanya, "kenapa memangnya ?" Ardan menatap istrinya yang kaget dan terbangun dari posisi tidurannya. "apa dia tetep mengejarmu mas ? seperti waktu masih mahasiswa dulu, " Lusi menatap lekat wajah suaminya.
"kalo Putri mengejarku terus kenapa ?"Ardan memandang wajah lusi dan mendekat sengaja pingin tahu reaksi istrinya, "dia kan tahu mas Ardan sudah menikah ?" ucap Lusi lebih lirih karena menahan gejolak emosi atau cemburu, perasaannya bergolak hingga terdengar degup jantung Lusi yang lebih cepat, Ardan menyadari istrinya lagi menahan emosinya.
"Katakanlah mas, apa mas seneng dekat dengan putri ?" bertambah jelas kegugupan Lusi karna dari tadi Ardan hanya memandangi wajahnya tanpa berkedip, Ardan menangkup wajah lusi dengan kedua tangannya, tangan kanannya menyentuh bibir lusi," ssst ssst" bibir Ardan mencium bibir Lusi dengan lembut, Lusi menyambutnya dan mereka saling bertautan. Beberapa detik kemudian Ardan melepas ciumannya. "Aku hanya tertarik pada wanita yang telah mengandung anakku, meski dia harus banyak berkorban," ucap Ardan mesra.
"Benarkah mas" Lusi tersenyum bahagia.
"Katanya mau ke Sekolahan, yok jadi dak nih mau ikut ke Semarang, mas pingin kita bareng terus, menjaga dan membesarkan anak kita, aku dak mau lagi tertinggal tidak tahu proses pertumbuhan anakku," Ardan menatap Lusi dan kebahagiaan terpancar di wajahnya.
"Makasih ya mas" ucap lusi, mencium pipi kanan dan kiri suaminya. "Mas yang harusnya minta maaf dek, kamu begitu mandiri, berilah kesempatan pada masmu ini untuk menyalurkan rasa sayang padamu.
Ardan menciumi Lusi mulai, mata hidung pipi dan berakhir kembali pada bibir ranum yang begitu memabukkannya.
"Ayo mas, adek dah janjian sama Bu kepsek, sudah siang yok ? nanti keburu beliau nya pulang udah. " ucap Lusi gugup mendapat serangan yang bertubi tubi, dari sang suami.
"dak nyesel dek kalo ditunda dulu, beneran nih," Ardan tertawa terbahak bahak melihat Lusi memerah wajahnya bak delima merah.
Lusi meninggalkan Ardan, dan merapikan diri dan membawa perlengkapan dan buku buku perpustakaan yang mesti di kembalikan ke sekolah.
Sebenarnya dia berat harus meninggalkan siswanya dengan mendadak karna Ardan besok sudah ngajak balik ke Semarang dan dia harus ikut, tapi gimana lagi kan harus ngikut kata suami.
Ardan dan Lusi akhirnya ke Sekolahan tempat Lusi mengajar untuk menyerahkan surat pengunduran diri.
Guru guru di sekolah menghampiri Lusi, dan menanyakan banyak hal alasan kenapa mendadak keluar dari aktifitas mengajar padahal Lusi termasuk guru berprestasi di sekolah, meski tergolong guru baru.
"Masuklah Bu Lusi, sudah ditunggu Bu kepala sekolah di dalam ruangan," kata salah satu guru senior Bu Anik, "silahkan pak Ardan bisa menemani Bu Lusi ke dalam" ucap Bu anik kembali.
"terima kasih Bu" Lusi dan Ardan bersamaan mengucapkan kata terima kasih pada Bu Anik
Mereka akhirnya masuk ke dalam ruangan yang memang sudah ada kepala sekolah yg lagi sibuk membaca tab di atas meja kerjanya.
Surat pengunduran diri pun diserahkan, "kenapa mendadak, Bu Lusi kan tahu sebenarnya kita kurang guru yang bisa membawa anak olimpiade, baru kita ketemu Bu Lusi dan bisa membawa anak anak sampai juara kabupaten, sebelumnya kami tidak pernah mendapat penghargaan," ungkap Bu kepsek.
"Maafkan saya Bu, sebenarnya saya juga berat tapi suami saya ngajak tinggal di Semarang Bu," jawab Lusi memberi penjelasan kenapa dia pindah.
"Maafkan kami bu, semoga sekolah cepet mendapat ganti guru baru yang lebih berprestasi," kali ini Ardan yang bersuara dan diaamiinin sama Bu kepsek.
Dengan berat hati sekolah melepas Lusi, beberapa siswa ada yang menangis saat Lusi masuk ke klas untuk berpamitan pada siswa siswinya, ada yang memeluk erat sambil terisak, anak anak kelas lima sekolah dasar sangat menyayangi ibu gurunya.
Lusi melambaikan tangannya menandakan dia harus meninggalkan tempat yang banyak memberikan warna tersendiri, dan berharap yang terbaik buat semua penghuni sekolah.
Ardan memeluk pinggang istrinya mengajak masuk ke mobil, dia tahu sangat berat bagi istrinya harus meninggalkan pekerjaan yang memang dicintainya. Ardan akan selalu mengingat pengorbanan istrinya meninggalkan semua kecintaan wanita muda ini, keluarga, pekerjaan, sahabat dan tempat kelahiran demi untuk bisa bersama dengannya.
--------------
Mohon maaf reader Bab ini terupload sebelum selesai tulisannya.
Moga suka baca bab ini