webnovel

Dibatas Senja

Lusi Aryani, 20 th, Mahasiswi FEB, semester IV, gadis dengan penampilan sederhana karena kondisi ekonomi keluarga yang hanya dibilang cukup namun keinginan begitu kuat untuk melanjutkan pendidikan berbekal dengan prestasinya. Dia ingin merubah kehidupan keluarganya, sesuatu yang harus diperjuangkan tidak menyerah untuk meraih harapannya. Janggan Pringgohadi, Mahasiswa Tehnik Arsitek semester 8, anak tuan tanah di salah satu kota kecamatan di Yogyakarta, anak panggung, tentu banyak penggemar, dijodohkan dengan Jihan anak temen orang tuanya. Bagaimana sikap janggan atas perjodohannya sedang dia mulai tertarik dengan lusi anak FE depan kostan. Apakah mungkin keluarga Janggan merestui hubungan mereka jika orang tuannya tahu Lusi bukan dari keluarga yang selevel dengan mereka. Bagaimana jika ternyata Janggan memilih mengikuti keinginan keluarganya. Disini kisah mereka diuji hingga dibatas perasaan Lusi dan Janggan, Dibatas Senja

Tari_3005 · Urban
Not enough ratings
91 Chs

Bab 71

Lusi mengemas pakaiannya ke dalam koper, hanya beberapa baju dak terlalu banyak karena dengan kehamilannya dia butuh membeli pakaian dengan model yang berbeda lebih longgar untuk kenyamanan bayi yang dikandungnya.

"Sudah siap dik, " Ardan mendekati istrinya dengan membawa teh hangat yang sudah disiapin si mbah sejak pagi, diberikannya gelas pada sang istri.

"Makasih mas, " diteguknya segelas teh hangat, Lusi tersenyum menatap Ardan yang sudah rapi dengan stelan kaos polos dan celana pendek bercorak doreng, tak lupa rambut klimis yang menjadi ciri khas suaminya.

"Kenapa memandang suamimu tanpa berkedip, baru nyadar gantengnya dak kalah sama artis muda Igbaal Ramadhan," Ardan terkekeh melihat istrinya tersipu malu malu.

"Yei ...., pede banget, mana gak ada miripnya lagi sama si pemeran Dilan," Lusi mencubit lengan Ardan sedikit keras, "Hei sakit dek," tapi Ardan tambah ngakak karna Lusi sudah memanyunkan wajahnya yang nampak sedikit tembem karna hamil berat badannya terus nambah."Dak papa adek lebih suka pandangin sama suami sendiri, daripada lihatin artis yang bukan muhrimnya," Lusi bergelayut manja di lengan Ardan.

"Mas selalu pingin ganteng deh buat adek dan juga calon baby kita," Ardan menampilkan senyum termanisnya yang mengundang gelak tawa sang istri.

"Sering deket mas ardan, adek bisa bisa ikutan narsis tingkat dewa, kalo kakak jadi Dilan aku Mika dong," Mereka pun saling mengucapkan candaan.

"Bantuin ya mas, bawa koper adek ke mobil, " ucap lusi. "nanti masalah koper gampang, urusan mas lah, ada urusan adek sekarang yang lebih penting dan fardhu ain ( wajib dak bisa ditunda )....."Ardan mengerling manja pada istrinya, Jantung Lusi berdetak lebih cepat melihat tatapan sendu suaminya, "Gimana siap dak nyenengin mas, dijamin adek juga akan seneng dan dak nolak dapet yang enak enak" ucapan Ardan nambah kegugupan Lusi sementara sang suami terus terkekeh, "udah deh godainnya nanti adek keluar kamar Lo ya" bilangnya keluar tapi malah mendekat, lain di bibir lain di hati, dasar pasangan yang lama terpisah jarak dan waktu, apaan orang cuma pisang tiga bulan aja kayak tahunan, gimana sih author, sehari dak ketemu aja kayak sebulan lah gimana tiga bulan jadi berapa coba deh dihitung pake kalkulator hp aja, kalkulator dagang dak nyimpen deh kayaknya.

Lusi dan Ardan mau lanjutin yang tertenda tiga bulan. kalo dak deketan kagak bisa masa cuma lewat virtual, gak seru. gak boong coba dah buat kalian yang sudah punya pasangan alias suami bukan pasangan sementara pacar atau kekasih atau gebetan author dak nyaranin Lo ya.

Ardan memegang dagu Lusi dan menatapnya dalam, Lusi dak bisa berkata kata. "dak nolak kan kalo mas menginginkan adek, "Ardan mendaratkan bibir nya pada bibir istrinya, sebentar melapasnya "dosa lho menolak suami, " ucapan Ardan membuat lusi merah padam mukanya." jangan bikin adek malu mas, " Lusi menyembunyikan mukanya dengan mengkupkan kedua tangan pada mukanya, Ardan menarik tangan istrinya dan memeluknya, "mas kangen, maafin mas ya udah buat kamu merasa sendiri, wajar kalo Mbah meragukan mas," dibelainya rambut pendek sebahu Lusi dan diciumnya ujung kepala dengan penuh perasaan.

Lusi mendongakkan wajahnya menatap, "Mas cinta sama adek," Ardan kembali mengecup singkat bibir istrinya, "udah yok sarapan dulu, udahan gombalnya," Lusi melihat kekecewaan di raut wajah sang suami, "apa aku dari tadi hanya adek anggap ngegombal" Ardan kecewa, kata kata manis yang diucapkan hanya sebuah gombalan semata, "iya deh mas, adek percaya, jangan marah ya," jari jari Lusi bermain di dada bidang Ardan.

cup

sebuah kecupan bibir mungil mendarat di leher Ardan, membuatnya sedekit terkaget, gila istrinya mulai nakal, hasrat yang dari tadi coba ditahan kembali lagi bergelora, "jangan salahkan mas, adek yang mulai serangan duluan," Ardan mengendong istrinya dan merebahkannya di ranjang. Keduanya saling menatap di posisi yang saling dirindukan, dan bukan kata yang bicara, mereka dua orang yang dewasa dan saling mendambakan.

Mulailah mereka saling memberikan sentuhan dan mencari kehangatan di pagi yang tak nampak sinar mentari karna tertutup awan yang mendung.

sensor gaes adekan 21+ he he he

mendung dan gerimis mulai turun, tampaknya alam mendukung mereka berdua.

------------

Mereka berdua berpamitan pada si Mbah dan Ahmad sang adik lelakinya, dengan bawaan yang sudah dimasukkan ke mobil.

Lusi dan Ardan berangkat menuju Semarang dengan membawa tujuan mulia, kebahagiaan keluarga kecil mereka, kedua calon orang tua itu melambai ke arah si mbah. dan meninggalkan rumah kecil yang membawa banyak kenangan buat Lusi, tak terasa matanya berkaca kaca, Ardan menoleh ke arah istrinya dan menggenggam tangannya, "jangan sedih ya, mas akan menebus semuanya dan janji akan membahagiakanmu," Ardan mengecup tangan Lusi dan mengajaknya masuk mobil, "ayok" ajak Ardan, Lusi mengangguk pelan, mereka pun berangkat dengan mengendarai mobil kecil warna hitam metalik dengan kecepatan sedang, Ardan sangat hati hati membawa mobil berbeda saat berangkat dari Semarang kecepatannya diatas rata rata.

"Nanti kita ke Mall, cari baju buat adek ya mas, dressku banyak yang dak muat," Lusi mengingat kalo baju di koper dak banyak karna ukuran tubuhnya yang mulai melar.

"Tentu saja sayang, sekalian aja persiapan keperluan buat dedek bayi" jawab Ardan dengan tetap memandang ke arah jalan fokus berkendara. "kata orang Jawa dak boleh mas, sebelum usia kandungan 7 bulan, dak jelas alasannya tapi kita ikutin aja ya, daripada nanti kenapa napa" kata Lusi ambil aman daripada kena omel si Mbah dan tentu ibu mertua yang juga kejawen.

"Nanti ke mall simpang lima ya mas," ucap Lusi sambil menerang mengingat masa kuliahnya.

Lusi berencana ngajak suaminya ke mall Simpang Lima di Semarang, sambil

mengingat saat kuliah dulu menyenangkan sekali sekedar jalan di mall walaupun tanpa membeli apapun hanya jalan bareng temen pulangnya hanya nenteng satu kresek kecil hasil beli gorengan di ujung tempat kostan, menahan diri dari godaan dengan baju baju branded atau tas model terbaru, atau sepatu yang paling trend saat itu, kalo sampe rupiah keluar untuk keperluan di luar urusan makan dan kuliah bisa puasa di dua minggu terakhir nunggu kiriman atau pilihannya menjadi penghutang abadi, habis dibalikin ngutang lagi, ya gitu deh nasib jadi mahasiswa pas pasan, pas pingin baju pas uang dak ada, pas pingin sepatu pas kiriman telat datang, pas deh.

Apa sekarang dia berubah status dari mahasiswa pas pasan, menjadi istri pas pasan, pas pingin belanja ada dompet suami, pas pingin shoping ada ATM suami, pas deh. sepertinya nasibnya pas banget.