webnovel

Dibatas Senja

Lusi Aryani, 20 th, Mahasiswi FEB, semester IV, gadis dengan penampilan sederhana karena kondisi ekonomi keluarga yang hanya dibilang cukup namun keinginan begitu kuat untuk melanjutkan pendidikan berbekal dengan prestasinya. Dia ingin merubah kehidupan keluarganya, sesuatu yang harus diperjuangkan tidak menyerah untuk meraih harapannya. Janggan Pringgohadi, Mahasiswa Tehnik Arsitek semester 8, anak tuan tanah di salah satu kota kecamatan di Yogyakarta, anak panggung, tentu banyak penggemar, dijodohkan dengan Jihan anak temen orang tuanya. Bagaimana sikap janggan atas perjodohannya sedang dia mulai tertarik dengan lusi anak FE depan kostan. Apakah mungkin keluarga Janggan merestui hubungan mereka jika orang tuannya tahu Lusi bukan dari keluarga yang selevel dengan mereka. Bagaimana jika ternyata Janggan memilih mengikuti keinginan keluarganya. Disini kisah mereka diuji hingga dibatas perasaan Lusi dan Janggan, Dibatas Senja

Tari_3005 · Urbain
Pas assez d’évaluations
91 Chs

Bab 13

Adat Jawa Tengah yang kental akan sangat terlihat kalo lagi menyambut tamu special mereka dalam ajaran agama pun sama untuk mengutamakan dan memuliakan tamu.

Menyambung silaturahmi dan menyambut orang yang berniat untuk menyambung silaturahmi dengan cara bertamu dan menerima tamu dengan baik. Bahkan dianjurkan agar senantiasa memuliakan dan mengormati tamu sebagai bentuk ketakwaan kepada agama dan sebagai bentuk penghormatan terhadap diri sendiri. Karena kualitas pribadi seseorang salah satunya bisa terlihat dari bagaimana ia menerima tamu dan memuliakan seseorang yang bertamu ke rumahnya.

Hal ini yang menjadi pedoman Bapak dan ibu Asmorohadi yang juga sudah menyandang gelar haji dan hajjah, meskipun si KTP berdua tanda tersebut tidak disertakan, sikap mereka yang diturunkan pada anak analnya.

"Assalamualikum" pak Rahmad pemilik salah satu hotel bintang 4 di kota Solo mengucap salam yang dibarengi dengan istri cantiknya dan seorang gadis muda usia 20 tahunan dengan penampilan mode terkini, longdres warna pich dengan tas tali warna merah maron, rambut panjang yang diikat ada beberapa yang menjuntai hingga menampakan leher jenjangnya, tampak kontras dengan warna kulit putih mulusnya.

"waalikum salam, silahkan dik Rahmat, sudah ditunggu di dalam sama mas Hadi, apakabar dik Indri," nyonya rumah menyilahkan tamunya dengan senyum termanis, sambil jabat tangan dan cipika cipiki dengan tamu perempuannya indriyana, bu Nimas menoleh , " ini pasti nak Jihan, sudah besar lama tante dak ketemu, ayu banget sekarang" kata bu nimas sedikit alay menyambut mereka.

"ah mbakyu Nimas, ngeneiki lo seng ngangeni semanak," ( seperti ini lo yang bikin kangen, kekeluargaannya ) mereka tertawa bareng kemudian masuk ke ruang tamu yang sebelumnya pak Rahmad sudah duduk duluan di kursi rotan yang betjajar panjang, disusul istri dan anaknya duduk disamping kanan dan kiri.

"monggo dik ( silahkan ), mbak panggil dulu mas Hadi dan anak anak di belakang," bu Nimas pamit kebelakang dulu memanggil suami dan anak anaknya.

"Pak, dik Rahmad sudah di datang," dari pintu penghubung ke ruang keluarga bu Nimas sudah memanggil sang suami yang lagi memangku cucu pertamanya Abimanyu, " Janggan, Yuni, Agung ada om Rahmad di depan, temui mereka, " bu Nimas terlihat gupuh ( Gugup ) kedatangan tamu special."Janggan jangan lupa tuh ada Jihan, sudah besar dia dan cantik," ibu menoleh ke arah anak bungsunya yang belum beranjak dari duduknya nemani Saras bermain.

"sudah diwakili mas Agung bu" jawab janggan yang tetep menggoda ponakannya. "eh anak ini," perdebatan kecil terjadi karna perintah doro putri ( sebutan perempuan yang berkuasa ) diabaikan. Akhirnya Janggan beranjak juga menuju ruang tamu sambil.menggendong si kecil Saras, "ao om, cucul mama" saras dengan terbata bata senang dalam gendongan Janggan." baiklah cantik, kita ke depan susul mama sama papa ya," Janggan melihat interaksi keluarganya bersama tamu entahlah dia lupa namanya tapi terlihat familier.

"nak Janggan, masak lupa sama om rahmad" terlihat laki laki dengan usia sedikit dibawah bapaknya, berdiri siap menyalami Janggan," ngapunten ( mohon maaf ), lama dak ketemu om Rahmad sekeuarga," mereka bersalaman, Janggan melepas gendongan saras untuk dikasih ke mamanya, kemudian menghampiri indriyana dan anak perempuannya, ini yang tadi dibicarakan bunda, pasti Jihan.

"ayok, makan malam sudah kami siapkan dik indri, monggo ( silahkan )," semua anggota keluarga asmorohadi dan keluarga Rahmad Wiyono berkumpul di meja makan, menikmati hidangan yang sudah disiapkan nyonya rumah, dengan beragam makanan, sup iga, Berkecek ( mirip dengan pecel dengan beberapa sayuran dan sambal kacang pedas. Namun, beberapa sayuran yang digunakan dalam kondisi mentah), tidak ketinggalan Gudeg khas Yogya ( terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan ) dak berasa di Yogyakarta kalo belum mencicipi gudeg, rendang daging ( kesukaan Janggan ) dan makanan lainnya.

Akhitnya selesai acara makan, dilanjut ke ruang tamu lagi, yang sudah disediakan berbagai camilan, dan juga minuman jahe hangat untuk di tenggorokan setelah tadi makan makanan berlemak.

"sengaja bapak dan ibu mengumpulkan kalian semua, dan kedatangan tamu dari Solo, kami sengaja ingin lebih mengakrapkan keluarga ini, dengan menjodohkan Janggan dan nak Jihan," kata kata bapak bagai petir di siang bolong.

Semua mata menuju ke arah Janggan menunggu apa tanggapan Janggan, ada yang melongo karna dak tahu skenario sebelumnya.

Bagaimana sikap Janggan yang tidak diberitahu maksud bapak ibu mengumpulkan mereka.