Setelah melaksanakan tugas mengukur lapangan, kini Fayez dan Dania tengah duduk di pinggir lapangan sembari menyeka keringat yang membasahi wajah mereka.
"Gila, ini kenapa mataharinya panas banget, ya?"
Fayez hanya bungkam. Namun siapa sangka, ia langsung bergerak sembari menyatukan kedua tangannya di atas kepala Dania.
"Kamu lagi ngapain?"
"Supaya kamu nggak kepanasan"
Dania mengulum senyum. "Kamu lebay banget, sih!" ujarnya sambil menyingkirkan tangan Fayez.
"Kok lebay? Kan aku mau melindungi kekasih aku. Masa aku ngebiarin dia kepanasan?"
"Udahlah, Fayez ... Aku nggak apa-apa. Lagian panas kayak gini kan bagus, aku jadi bisa keringetan, nih!" Dania mendongakkan kepalanya dan menunjukan leher putus mulus ke hadapan wajah Fayez.
Sebagai laki-laki normal yang diberi hawa nafsu oleh Tuhan, laki-laki itu menelan ludah dengan susah payah.
Leher mulus Dania, ditambah dengan butir-butir keringat yang perlahan turun membuat napasnya tercekat.
Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com