Matahari bersinar hangat.
Angin musim dingin berhembus lembut namun cukup kencang menerbangkan bendera dan umbul-umbul berwarna dominan merah, dengan lambang putra mahkota negara Hua yaitu burung Burung Elang Api yang agung dengan matanya yang tajam, bendera dan umbul-umbul yang berkibar dengan sangat kokoh, melawan angin hingga gemuruh yang terdengar begitu jelas di setiap sudut istana utama.
Walau begitu udara dingin tidak membuat segala aktivitas berhenti, suasana riang dan ramai terlihat di lapangan hijau yang penuh dengan bunga berwarna-warna, tak jauh di halaman belakang istana.
Ting ting, ting ting!
Denting nyaring beberapa lonceng kecil berwarna emas yang tergantung di ujung pakaian megah dengan dominasi berwarna merah, dengan bordir benang emas yang berkilau yang ikut melambai mengikuti gerak tubuh seorang pemuda belia yang berlarian di lapangan rumput tak jauh dari istana.
Suara tawa cerianya memenuhi padang rumput yang luas, bermain bersama beberapa pemuda dengan usia belasan tahun yang berpakaian layaknya pelayan dan pengawal kecil.
"Hahahaha ayo kak tendang bolanya"
Tak jauh di pinggir lapangan, di dalam tenda dengan tirai halus terbuat dari benang sutra pilihan dengan motif Hua yang melambai ringan tertiup angin.
Dikelilingi oleh para pengawal dan pelayan kecil yang selalu melayaninya, duduk seorang di atas kursinya dengan pakaian megah berkilauan dengan kaki yang menyilang di depan menikmati cangkir teh pilihannya dengan nyaman.
Ceklek.
Diletakkan kembali cangkir ke atas meja bundar kecil berukiran khas Hua yang indah.
Seorang pria bertubuh tinggi ramping mendekat, sambil melambaikan kipas putih lebar di tangannya melihat jauh ke tengah lapangan, di mana seorang anak dengan rambut merah yang dikepang panjang hingga pinggang belakangnya bermain dengan ceria, tawanya yang lebar membuat YangLe ikut tersenyum lebar.
"Heh anak itu, ia benar seperti matahari"
PaoTu, pria yang berdiri di belakang YangLe menurunkan kepalanya memberi hormat, ia adalah penasehat Ibunda Ratu yang kerap membantu YangLe dalam urusan negara dan pribadinya.
"Selamat Yang Mulia, tuan muda Hong kini bisa tertawa dan bermain dengan ceria"
Putra Mahkota Hua yang agung, YangLe, seorang Putra Mahkota dengan bentuk tubuh sempurna, wajah tampan tiada tara, rambut panjang berwarna coklat terang agak ikal yang terbang tertiup angin yang lembut membelai wajahnya, senyum di bibir tipisnya yang merah menunjukkan lesung manis yang muncul di kedua belah pipinya walau sorot mata tajam yang menyimpan banyak misteri yang membuat ia sangat disegani tapi tetap tidak mengurangi ketampanannya.
YangLe tersenyum, ia duduk menikmati pemandangan di depannya seolah itu adalah pertunjukan paling indah yang pernah dinikmatinya seumur hidupnya.
"Ingat guru, sekarang HongEr adalah HongYi pangeran muda dari Hua, kalian jangan sampai lupa menyebutnya seperti itu"
PaoTu menganggukkan kepalanya.
"Siap Yang Mulia"
Tak lama dari arah rumah besar muncul seorang pria muda gagah bertubuh tinggi yang tak lain adalah BuAn, pengawal pribadi YangLe yang langsung mendekat dan menurunkan tubuhnya di depan YangLe.
"Hormat Yang Mulia, ada Pangeran KaiLe di aula depan menunggu Yang Mulia"
YangLe menegakkan duduknya, KaiLe? Ia sangat mengenal HongEr, pangeran muda itu bisa terkejut melihat Hong di sini, ini bisa jadi masalah besar.
"Aku akan segera ke sana Bu jangan biarkan ia masuk, dan guru tolong bawa Hong ke kamarnya, aku tidak mau Kai melihat Hong di sini dan semua ini akan jadi sia-sia"
PaoTu menurunkan kepalanya kembali.
"Siap Yang Mulia"
YangLe berdiri dari duduknya dan mengikuti BuAn, semua pengawal dan pelayan menundukkan kepalanya saat Putra Mahkota itu lewat.
PaoTu melambaikan tangannya pada NuMa seorang wanita berusia limapuluhan yang menjadi kepala pelayan pribadi HongEr, wanita itu menganggukkan kepalanya.
"Yang Mulia ayo kita kembali ke kamar, ini sudah siang nanti anda bisa sakit kalau terlalu lama di luar"
HongEr mengerutkan mulutnya, padahal ia baru hendak menendang bola bundar yang kini ada di kakinya.
"Yah bibi Hong masih mau main"
NuMa menggandeng tangan HongEr.
"Yang Mulia anda dalam kondisi tidak sehat jangan terlalu lama mainnya, kita akan lanjutkan besok pagi yah"
Mau tidak mau HongEr menurutinya.
"Iyah dech bibi"
Hong melihat YangLe yang pergi tergesa tanpa mengatakan apapun padanya, itu sangat aneh, biasanya pangeran yang diketahui adalah kakaknya itu akan selalu mendekatinya sebelum ia pergi darinya, kepalanya masih melihat punggung YangLe yang menuju istana utama sedangkan NuMa terus menarik tangannya, beberapa orang pelayan mengikuti dari belakang.
"Kak Yang mau kemana bi? Kok pergi tidak bilang-bilang"
"Yang Mulia ada tamu sebentar, nanti juga akan ke kamar Yang Mulia pangeran"
Hong mengerutkan dahinya, entah kenapa ada sesuatu di dadanya yang membuat ia tidak tenang, sesuatu yang cukup menyakitkan hingga berapa kali harus menahan sakit dan tak sadarkan diri karenanya, mungkin itulah yang membuat semua orang begitu mencemaskannya, bahkan kakaknya yang selalu menemaninya sedangkan ia sendiri begitu sibuk dengan urusan kenegaraannya.
.................
Beberapa hari lalu.
Ranjang besar dan kokoh yang sangat indah, dengan dekorasi berkualitas tinggi yang sekelilingnya berhiaskan emas yang diukir sedemikian rupa dan mewah, ranjang megah milik putra mahkota itu terlihat sangat berbeda, selimut dan sarung bantal lembut terbuat dari satin langka yang dibordir dengan benang emas, tirai sutra yang berhembus lembut saat dibelai angin, di udara tercium wangi aroma kayu harum cendana yang dibakar di atas meja tak jauh dari ranjang.
YangLe duduk di pinggir ranjang, di mana terbaring HongEr dengan mata tertutup rapat, berbalut pakaian berwarna merah berkilau sangat megah, rambut merah megar yang terurai hingga kaki ranjang, wajah yang lembut putih merona dengan bibir merah merekah, tangan YangLe membelai pipi Hong yang tak sadarkan diri.
"Ia sangat indah guru, lihat wajah yang lembut ini, aku bisa mengerti kenapa Kai bisa langsung jatuh cinta padanya, saat ia tidur dan lemah begini siapapun ingin sekali melindunginya dengan segala cara"
PaoTu menurunkan kepalanya.
"Yang Mulia sungguh suatu keberuntungan kalau Yang Mulia bisa mendapatkan hatinya"
YangLe terdiam, mana bisa ia mendapatkan hati HongEr, setelah bangun kemarin anak itu panik dan berusaha melarikan diri dengan segala cara, ia pintar apa yang tidak bisa terpikirkan olehnya, ia juga keras kepala, sekejab anak itu tahu apa maksud buruk YangLe walau ia tidak melakukan apapun padanya.
YangLe meraih jemari tangan Hong, tangan yang lembut dengan jari-jari lentik.
"Apa, bejana itu benar akan berhasil? Aku masih tidak percaya ada senjata kuno begitu hebat di dunia ini yang bisa menghapuskan memori seseorang akan orang-orang terkasihnya, itu sangat mengerikan, bagaimana kalau Hong bangun menjadi seorang tanpa perasaan?"
Beberapa saat lalu seorang pendeta ShenMiBuLuo membawa bejana yang dipercaya adalah bejana Patah Hati, yang didapatkan dari Tang setelah lama menghilang, itu adalah salah satu benda sakti suku mistis milik negara Hua yang terlarang, dengan setetes darah Hong dan mantera yang dibacakan pendeta dan diminumkan pada HongEr dipercaya bisa membuat Hong melupakan orang-orang yang dikenalnya dulu, bahkan juga dua orang tuanya dan kakaknya Fei, YangLe berharap itu benar, karena ini sudah hari kedua dan Hong masih tidak sadarkan diri.
ShenMiBuLuo : Suku Mistis yang berada jauh tinggal di dalam pelosok Hutan Arwah di mana semua hal sihir berada, sejak pemberantasan pemberontak belasan tahu lalu dipercaya suku mistis sudah hampir punah dan tidak lagi muncul ke permukaan karena negara Hua melarang segala praktek sihir yang beredar, kalau tertangkap hukumannya adalag Mati, tapi sebagai seorang Putra Mahkota YangLe tahu bagaimana mempergunakan kekuasaannya dengan sangat terkendali.
######################