Aku menatap wajah di cermin, dan menyentuh sebuah kalung unik bukan emas tapi silver berbentuk dua hati menyatu yang tergantung di leher. Ini adalah hadiah yang terindah yang Mario berikan kepadaku sebagai kado ulang tahun pernikahan pertama, aku sempat membuangnya dan malah marah kepadanya.
"Apa ini ? eh asal lo tahu ya! gue engga suka barang murahan seperti ini !" ucapku waktu itu, Mario hanya terdiam tak mengatakan apapun.
"Saya, minta maaf non !" ucapnya sambil menunduk.
"Sudah, gue mau tidur !" dan aku membanting pintu kamar.
Dan boleh percaya atau tidak kalung sederhana itu tidak murahan, Mario membelinya seharga 5 juta ! Aku tertegun dan itu memang emas putih bukan emas kuning jadi mahal kata penjual di toko. Aku merasa bersalah dan malu. Sejak saat itu aku selalu memakai kalung itu kemana pun pergi.
Dia terkejut ketika aku memakai kalung itu saat bercinta untuk yang pertama kalinya dengan Mario, ada debaran aneh yang kurasakan. Harus aku akui bisa disebut Mario berbeda dengan lelaki yang selama ini pernah tidur denganku, termasuk Daniel. Dia memperlakukanku dengan sangat lembut, perasaan dan tidak terbutu-buru atau nafsu semata. Sentuhan tangan dan bibirnya membuatku terlena dan bisa disebut itu pertama kainya aku merasakan seks yang begiu indah.
Oke, mungkin itu terlihat lebay ya ! tapi serius, aku menatap lelaki yang dilihat seperti biasa, tapi dimataku Mario adalah yang paling tampan dia ... seorang lelaki sejati ! entah itu efek sedang jatuh cinta ? sehingga ysng dilihat semua begitu indah ? awalnya aku merasakan seperti itu, tapi lama kelamaan aku merasa begitu candu dengan semua yang dilakukan olehnya, bahkan aku tidak malu setiap bercinta kita melakukannya lebih dari dua kali !
Aku begitu merindukan dia, Ah... Mario benarkah dia sudah menjadi Bagas ? Aku melihat tanda didadanya.
"Apa ini ?" tanyaku ketika melihat sebuah guratan di dadanya
"Oh, kenang-kenangan masa remaja waktu naik motor !" jawabnya.
"Jadi kamu pernah nakal juga ?" tanyaku tidak percaya, "Berapa jahitan ?" sambil mengusap dadanya, dan tubuhnya mengejang.
"Dua atau tiga jahitan !" jawabnya parau sedikit mendesah.
"Oh ..." bisikku, dan mata kami bertatapan, tak lama kami berciuman.
"Kamu, cantik sekali !" ucapnya.
"Hamili aku, sayang ..." bisikku, dia tersenyum
"Kamu yakin? aku jelek, kam ..." aku lumat bibirnya tak perduli apa katanya.
----------------------
"Mba ...!" Aku terkejut mendengar pintu diketuk oleh Lidya.
"Ya ... ada apa ?" tanyaku, dadaku berdebar.
"Anuk jadi engga ?" tanya dia, aku tertegun dan akhirnya menyadari sesuatu.
"Eh iya Lidya! ya jadi dong ! tunggu sebentar !" jawabku, karena sekarang aku di undang oleh Amelia untuk makan malam. Aku berdiri dan memakai baju dan berdandan.
"Waduh, mba Mariana cantik sekali deh !" pujinya.
"Ah kamu bisa saja !" ujarku. "Ayo kita berangkat !" ajakku.
Tak lama kami berdua tiba di sebuah restoran Asia dan disambut Amelia. Memang hanya berempat tidak dengan kedua orang tua dan putranya Amelia. Walau begitu tetap akrab, entah kenapa Bagas selalu memperhatikan kalung yang aku pakai, Tapi aku bersikap tenang. Mungkin saja itu hanya perasaanku saja, secara fisik dia berbeda sekali dengan Mario walau ada beberapa yang mirip.
"Amelia, apa kamu tak berpikir untuk punya anak ?" tanyaku bergurau.
"Belum, aku masih senang seperti ini !" jawab Amelia tersenyum, Bagas memeluknya.
Selesai makab malam aku pamitan, besok akan kembali ke Indonesia. Keduanya sangat terkejut.
"Kok,cepat sekali ?" tanya Amelia.
"Ayolah, banyak pekerjaan yang harus dikerjakan di Jakarta Mel !" jawabku.
"Oh iya, terma kasih atas kesempatan wawancara dan fotonya mr Bagas !" ujarku, dia hanya mengangguk.
"Mariana koleksi pakaianmu luar biasa ! nanti gue kirim majalahnya ke Indonesia !" Puji Amelia, aku mengangguk.
Sudah cukup bagiku, untuk tinggal terlalu lama disini, karena keirianku terhadap mereka makin membuat cemburu. Keesokan harinya aku dan Lidya menuju bandara, Amelia meminta maaf tidak bisa ikur mengantar. Aku mengatakan tidak apa-apa.
Kita berdua berada di dalam mobil yang membawa kami ke bandara, tanpa terasa akumenangis tanpa tahu sebabnya apa
"Mba,kenapa ?" Lidya terkejut dan memeluk dia
"Gue rindu Mario ... " bisikku. Lidya hanya terdiam.
"Sudahlah mba !" ucapnya, aku mengusap air mata.
Ah rasanya berat, aku berharap memang Mario masih hidup entah dimana dia sekarang. Pesawat meninggalkan New York dengan segala kebahagiaan termasuk kesedihan.
----------------------
"Mba, coba lihat ini !" Aku melihat Lidya masuk ke ruangan kantor yang terletak di lantai sepuluh gedung perkantoran salah satu milik mama, yang aku tempati untuk semua bisnis.
"Ada apa, sih ?" tanyaku heran, Lidya menyerahkan dua majalah satu Fashion yang lain Bisnis.
"Mba ternyata Bagaskoro itu seorang milyuner !" Ujarnya, aku memang melihat fotonya berada di sampul majalah ternama. Seorang pengusaha minyak dan emas dengan total kekayaan jauh di atas papaku !
"Wah, mba Amel beruntung ya ?" ujar Lidya, aku hanya bisa mengangguk.
Aku membuka majalah F fashion yang dikirimkan, mungkin oleh Amelia dan disana ada beberapa foto pakaian dan juga wawancaraku dengan majalah tersebut.
"Selamat ya mba, sekarang kita sudah go Internasional !" teriaknya. Aku hanya tersenyum saja. Pintu diketuk dan itu Daniel, dia datang sambil tersenyum.
"Ada apa, kok senyum-senyum begitu ?" tanyaku.
"Mungkin, karena ini !" tunjuk Lidya ke artikel di majalah.
"Salah, Lidya ! itu sih sudah gue tahu ! tapi ini ada kejutan !" ucapnya membuat kami berdua penasaran.
"Apaan sih, ngomong aja kali !" ujarku, dia pun menyerahkan map dan ketika dibaca mataku melotot tak percaya, Lidya pun membacanya.
"OMG, surat kerja sama untuk membuka butik di New York !" teriaknya.
"Ini terlalu berlebihan !" ucapku, Daniel dan Lidya saling pandang.
"Kenapa ? itu artinya baju lo disukai orang sana !" ujar Daniel, heran dengan sikapku.
"Gue bingung Niel !" gue menatap Daniel dan Lidya, "Kalau gue ke New York! itu artinya gue harus mulai dari awal lagi! kalian tahu kan New York itu berbeda dengan Jakarta, Singapura atau Malaysia! semua orang berkompetisi karena mereka ingin yang terbaik! lalu gue ini apa ?" jelasku, keduanya terdiam.
"Intinya, gue belum siap !" Aku menghela nafas.
"Ya sudah, katanya surat itu tidak terkait dengan waktu ! bila mau, ditanda tangani, nanti pun tidak apa-apa !" ujar Daniel, aku mengangguk.
"Ini, siapa ?" tanya Daniel menujuk foto Bagas.
"Oh, itu mr Bagaskoro, suaminya Amelia !" jawab Lidya. Daniel mengambil majalah yang terdapat cover Bagas.
"Kok, mirip Mario ya ?" Aku dan Lidya saling pandang.
"Kok, mas Daniel menyangka dia mas Mario ?" tanya Lidya.
"Engga, gue tahu yang mana operasi plastik dan tidak !" jawabnya, aku tertegun. Dia pun menjelaskan mana wajah yang berubah.
"Sudahlah, Daniel !" ucapku.
"Sorry Mariana, gue tahu Mario masih hidup !' jawabnya
"Tapi sekarang, dia dimana Daniel ?" tanyaku penasaran.
"Pak Suparman sudah menyelidikinya ! dia mengatakan ada seseorang yang membuang sesuatu ke laut dan beberapa hari kemudian ada yang lain yang mengangkatnya dan membawa pergi ! bisa dipastikan itu Mario !" jelas Daniel aku terdiam tidak berkata apapun....
Bersambung ....