webnovel

Bab. 2

Setelah melewati ujian dengan penuh tekanan dan pandangan yang penuh dengan ancaman, aku akhirnya berhasil menyelesaikannya meskipun asal-asalan dalam mengerjakannya. Aku juga tidak menyangka kalau soal-soal yang diberikan akan sesulit itu. Dan untuk mendinginkan kepalaku, aku akhirnya memutuskan untuk pergi ke toilet untuk membasuh wajahku yang murung.

Beruntungnya toilet gadis yang ada di lantai dua sedang sepi. Aku pun bisa menikmati waktu kesendirian ku di sini meskipun aromanya sangat tidak sedap. Akan tetapi, mendengar suara air yang mengalir dari keran, memberikanku kesempatan untuk menjernihkan pikiranku dan mengistirahatkan mentalku yang lelah.

Aku memandangi wajahku yang terpantul di depan cermin. Sekilas, aku sadar kalau aku begitu menyedihkan. Satu-satunya orang yang mencintaiku sepenuh hati telah diambil oleh Tuhan. Setelah itu, tak ada satupun orang yang mau menyayangiku seperti keluarga. Aku bahkan bertanya-tanya pada diriku sendiri. Kesalahan besar apa yang pernah aku lakukan sehingga Tuhan mengambil semuanya dariku? Jika saja aku tahu kalau Ibu akan meninggalkanku begitu cepat, aku pasti akan berbuat baik padanya. Jika saja aku melakukannya, apakah Tuhan tak akan mengambil Ibu?

"Ah. Apa yang baru saja aku katakan? Semua yang aku alami saat ini adalah takdir yang harus aku jalani dan sudah ditetapkan. Aku tidak boleh mengeluh hanya karena kehilangan masa kecil! Aku kuat! Aku bisa!" batinku.

Saat aku berniat untuk pergi keluar, tiba-tiba aku mendengar suara sekelompok cewek yang sedang berjalan kemari. Aku pun merasa panik dan mencoba mencari tempat sembunyi. Bagaimanapun juga, aku paling takut saat berhadapan dengan orang banyak. Apalagi pada sekelompok cewek yang begitu cantik dan pandai berdandan seperti cewek kebanyakan.

Semua yang dilakukan cewek-cewek ini sangat berbeda denganku. Aku tidak pernah menyentuh alat makeup. Semua serba sederhana dan apa adanya. Aku tidak ingin semua orang menatapku dengan tatapan aneh hanya karena aku jauh berbeda dari sebelumnya.

"Hah! Menjengkelkan sekali! Guru gemuk itu mengambil kertas ujianku dan mengusirku dari kelasnya!"

"Wajar kan? Lagian, ngapain sih bawa contekan pas ujian matematika? Siapapun gurunya pasti dia akan mengusirmu keluar kelas dan merobek kertas ujianmu."

"Rasanya aku pengen menjambak rambutnya yang sok cantik itu! Menjengkelkan sekali!"

Aku bisa mendengar dengan jelas percakapan para cewek yang sedang berdandan di depan cermin. Mereka semua sedang membicarakan seorang Guru bertubuh gemuk yang baru saja mengambil kertas ujian milik salah satu dari mereka.

Akan tetapi, aku merasa tidak bahagia ketika mendengar percakapan mereka meskipun mereka sendiri tertawa lepas saat mengatakannya. Cewek-cewek ini tidak sopan memanggil nama Gurunya sendiri dan menyumpahinya dengan perkataan-perkataan kotor. Aku sangat kesal dan ingin melampiaskan kekesalan ku pada mereka. Akan tetapi, diriku sendiri bertanya padaku, Memangnya kamu ini apa? Hanya pengganggu yang merusak kesenangan orang lain.

Pada akhirnya, aku hanya diam di dalam toilet dan mendengarkan mereka semua bicara. Lalu, tak lama setelahnya mereka pun pergi meninggalkanku. Aku pun akhirnya bisa bernafas lega dan bisa pergi dari dalam toilet yang sempit dan bau.

Akan tetapi, saat aku baru saja keluar dari dalam toilet, salah satu dari gerombolan cewek itu kembali untuk mengambil lipstik nya yang hilang. Dan saat aku menatap cewek itu, mereka pun seketika berkumpul kembali dan melangkah ke hadapanku.

Meskipun aku tidak melihatnya, aku tahu kalau wajahku saat ini begitu menyedihkan. Tangan dan kakiku gemetar saat berhadapan dengan sekelompok cewek yang terlihat cantik karena makeup yang dilukiskan di wajah mereka.

"Matilah aku." batinku.

"Kayaknya dia dengar semuanya."

"Cewek ini harus diapain biar dia nggak berani macam-macam?"

"Lagian dia keliatan cupu banget sih! Rambutnya itu loh! Mirip Sadako! Haha! Lucu banget!"

Cewek-cewek ini mulai menertawaiku dengan berbagai hinaan. Aku pun mulai merasa merendah sampai pada akhirnya salah satu cewek menendang kakiku hingga aku pun terjatuh. Aku sendiri merasa sangat sakit pada bagian tulang kering ku. Nafasku bahkan sempat terengah-engah dan aku tidak bisa menggerakkan satu kakiku ini.

Aku pikir hukuman yang pantas aku dapatkan sudah cukup sampai sini. Akan tetapi, salah satu cewek menarik rambutku dan menenggelamkan wajahku di dalam air bekas pel lantai.

Aku merasa diriku ini paling menyedihkan. Aku bahkan membiarkan cewek-cewek ini menenggelamkan wajahku di air kotor. Aku sempat tidak bisa bernafas dan menelan air yang seharusnya tidak ku minum. Lalu, tak lama setelahnya, cewek itu mengangkat kepalaku ke atas lagi dan menatapku dengan dingin.

"Awas aja kalau kamu bilang-bilang! Kita pasti bakalan nyiapin hadiah buat kamu." cewek itu berketus tepat di depan telinganya dan membuatku merasa sangat ketakutan saat berhadapan dengannya lagi.

Lalu, setelah mengatakannya, salah satu cewek mengambil air yang menenggelamkan wajahku tadi dan mengguyurku dengan air tersebut.

Basah, dingin dan bau.

Aku sungguh terkejut dan tak percaya dengan apa yang aku dapatkan hari ini. Ketenangan yang aku dapatkan tadi dan kebahagiaan yang aku alami tadi, seketika berubah menjadi suatu penderitaan yang membuatku depresi. Aku sungguh dipermalukan oleh mereka. Aku tak sanggup menatap wajahku saat ember itu dibanting di atas kepalaku. Beruntung saja aku tidak sampai berdarah. Akan tetapi, aku tidak bisa bersekolah jika pakaianku basah dan bau seperti ini.

Rasanya seperti ingin menangis.

Aku nyaris menyerah dalam kehidupanku sendiri. Luka yang ada di kedua tanganku, bukanlah luka yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja melainkan, aku melukainya sendiri karena aku pikir rasa sakit dalam hatiku akan tersamarkan ketika tanganku tak berhenti mengucurkan darah.

Akan tetapi, semua itu sama saja.

Tidak ada yang berubah.

Hatiku seperti telah dilubangi oleh perasaan sedih dan perlakukan yang selalu aku dapatkan setiap hari.

Dipermalukan? Tentu saja aku mengalaminya setiap hari. Aku berusaha untuk kuat dan menjadi diriku sendiri. Namun, semua itu tidak mudah dilakukan oleh ku seorang diri.

Aku butuh seseorang yang mau membantuku.

Aku butuh seseorang yang mau mendengar ceritaku.

Satu diantara milyaran orang yang mau tersenyum untukku.

Aku sangat kesepian dan hampa.

Rasanya aku ingin mengatakan pada mereka kalau aku ini juga seorang manusia biasa. Aku memiliki hati yang harus dijaga agar tidak pecah.

Akan tetapi, saat aku berusaha melindunginya, mengapa mereka malah menghancurkannya hingga berkeping-keping?

Aku tidak tahan lagi. Aku ingin kehidupanku yang damai dan tenang.

Aku sangat membutuhkan seseorang.

Air mata yang membendung selama berminggu-minggu akhirnya pecah. Aku sengaja menyalakan semua keran air agar tangisanku tidak didengar oleh siapapun.

Karena bagaimanapun juga, menangis adalah hal yang memalukan dan membuat siapapun akan terlihat lemah. Semua orang dituntut untuk menjadi kuat meskipun ada banyak orang yang tak ingin ia bahagia.

Setelah aku mendengar bel masuk berbunyi, aku pun segera mematikan semua keran dan mengusap air mataku yang pecah di tengah jalan. Untuk sesaat, aku mencoba menghibur diriku sendiri dengan tersenyum di depan cermin. Lalu, menertawai keadaanku sendiri agar tak ada seorangpun yang tahu kesedihan apa yang aku alami tadi.

Setelah meluruskan wajahku dan membersihkan kotoran yang berada di pakaian putih abu-abu milikku, aku pun segera berjalan keluar toilet. Namun, saat aku sedang berada di depan pintunya, aku sangat terkejut ketika mataku langsung tertuju pada Arya Matahari yang sedang berdiri di sana seakan sedang menungguku untuk keluar dari toilet.

"....."