"Sangat tidak mungkin kita mendapatkan informasi tentang riwayat penyakitnya tanpa persetujuan darinya."
"Benar. Tapi kita lihat saja dulu. Berapa banyak informasi yang bisa kita perjelas. Teleponlah Dr. Enggar, apa dia datang ke gereja kemarin?"
"Iya."
"Kurasa juga begitu. Segera telepon dia dan gali informasi semaksimal mungkin. Dia kemungkinan melakukan pemeriksaan rutinnya pagi ini di Rumah Sakit Kanto. Telepon juga Dewan Pembebasan Bersyarat dan coba mengorek informasi sebanyak mungkin," pinta Ivan.
"Sementara aku menelepon orang-orang yang kau sebutkan, lantas apa yang kau lakukan?"
"Aku akan menjelajahi situs internet, mencari tahu tentang kasus itu, alur persidangan, siapa jaksa penuntut umunya, siapa yang menjadi saksinya, lalu terdakwa dan penasihat hukumnya, segala yang terjadi dalam rangkaian persidangan kasus itu."
Mereka berdua beranjak dan secara tergesa-gesa melakukan tugas detektif barunya. "Lalu bagaimana jadinya kalau semuany ini benar, Ivan? Bagaimana nanti pada akhirnya kita yakin bahwa laki-laki yang bernama Harry itu mengatakan hal yang sebenarnya?"
"Bila memang begitu, kita harus melakukan sesuatu."
"Contohnya?"
"Aku sama sekali belum punya jawabannya."
***
Ayah Robert Eijun membeli sebuah lahan terminal bus yang berlokasi di pusat kota Yamaguchi pada tahun 1973, sewaktu Eijun tengah duduk di sekolah menengah dan persis sebelum pemerintah kota hendak merobohkannya. Mr. Johnson mampu memperoleh sejumlah uang dari menggugat perusahaan-perusahaan pengeboran dan ingin menghabiskan sebagian uang itu. Dia bersama kawan-kawannya merenovasi terminal tersebut dan bersama-sama menempatinya hingga selama dua puluh tahun ke depan meraup laba yang terbilang lumayan. Mereka jelas-jelas bukan konglomerat, tidak berdasarkan standar orang kaya di Kanto, namun mereka adalah kumpulan pengacara-pengacara sukses, dan biro hukum mereka terkenal di kota.
Kemudian muncul Eijun. Dia mulai bekerja di biro hukum tersebut sejak remaja, dan tidak butuh waktu lama, para pengacara yang lain melihat bahwa dia berbeda. Dia termasuk orang yang tidak terlalu terobsesi pada laba, namun dia sangat menggebu-gebu terhadap ketidakadilan sosial. Dia memaksa ayahnya untuk menerima segala kasus yang berkaitan dengan hak-hak sipil, kasus diskriminasi umur, gender, kasus pertanahan, kasus kekerasan polisi, dan jenis pekerjaan yang membuat seseorang bisa dikucilkan di kota kecil di belahan utara. Eijun yang cerdas dan frontal, menyelesaikan kuliahnya di selatan dalam tiga tahun, dan dengan cemerlang lulus di sekolah hukum yang terkenal di Tokyo. Dia tidak pernah ikut tes wawancara untuk melamar pekerjaan, dan tidak pernah berpikir dia akan bekerja di mana kecuali di terminal bus di pusat kota Yamaguchi. Ada begitu banyak orang yang hendak digugatnya karena melakukan ketidakadilan, juga terdapat klien-klien miskin yang membutuhkan bantuannya.
Dia dan ayahnya sempat berselisih paham sejak hari pertama. Dan para pengacara yang lain, entah memutuskan pensiun atau pindah. Tahun 1989, di usianya yang ketiga puluh empat, Eijun menuntut Kota Chiba atas diskriminasi pertanahan. Persidangan itu berlangsung selama sebulan, dan pada satu ketika, dia terpaksa menyewa jasa pengawal keamanan saat ancaman sudah mulai menyeruak menjadi suatu yang nyata. Saat dewan juri kembali dengan keputusan $85 juta, Robert Eijun menjadi seorang legenda, seorang yang kaya-raya, sekaligus pengacara radikal yang tidak terbantahkan. Demi menyingkir dari jalan Eijun, ayahnya terpaksa pensiun ke sebuah padang golf. Istri Robert Eijun mengambil sebagian uang itu dan bergegas kembali ke Kanto.
Biro Hukum Eijun menjadi utopia bagi mereka yang mengalami kondisi injustice, meski resultannya relatif kecil sekali. Yang dianiaya, difitnah, dituduh, yang diperlakukan tidak adil, mereka pada akhirnya menghubungi Mr. Eijun. Untuk menyaring kasus yang semakin hari semakin bertambah itu, Eijun mempekerjakan mulai dari mahasiswa hukum yang hendak lulus kuliah, juga paralegal dalam jumlah lumayan. Dia memilih dalam posisi itu setiap hari, mengais tangkapan-tangkapan dari yang sepele sampai yang krusial dan melemparkan sisanya. Biro hukumnya berkembang pesat. Pasang-surut, berkembang lagi dan kemudian pecah akibat sebuah krisis. Para pengacara termasuk yang masih berstatus sebagai mahasiswa datang dan pergi. Dia menggugat mereka, dan sebaliknya. Terjadi adu lempar gugatan. Barangkali bagi mahasiswa, mereka beralasan tidak terikat kontrak di luar magang. Uangnya habis, namun kemudian Eijun memenangkan kasus besar yang lain. Titik terbawah dalam kariernya yaitu ketika dia memergoki pegawai akuntannya menggelapkan uang dan menimpuknya dengan tas. Dia berhasil lolos dari hukuman serius dengan menegosiasikan hukuman penjara selama tiga puluh hari karena pelanggaran ringan. Peristiwa itu menjadi headline surat kabar. Eijun yang tidak mengherankan mendambakan publisitas, lebih terusik oleh pemberitaan buruk mengenai dirinya di media atau surat kabar, daripada oleh hukuman penjara itu. Sementara, asosiasi pengacara negara bagian mengeluarkan surat peringatan terbuka dan pencabutan izin terhadap biro hukumnya selama enam puluh hari akibat keterlibatannya melanggar kode etik. Namun, dia bersumpah bahwa hal itu bukan menjadi yang terakhir baginya. Istri keduanya akhirnya meninggalkannya dan melegasikan selembar cek gemuk.
Kehidupannya, seperti kepribadiannya, carut-marut, dan selalu riuh dengan pertentangan, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan mereka yang berada di sekilingnya, tapi tetap, tidak pernah membosankan. Meski dengan kepengaran semacam itu, dengan rekan-rekan yang memusuhinya, juga kondisi keuangan yang rapuh dan kasus-kasus yang tak mampu tertolong serta hujatan-hujatan dari orang-orang di sekitarnya, Robert Eijun tetap datang pagi-pagi ke terminal busnya dengan semangat menggebu-gebu buat menghabiskan hari itu dengan berjuang demi kepentingan orang-orang kecil yang masih mengharapkan bantuannya. Bila dia mendengar sepintas tentang ketidakadilan, dia secara sigap langsung melompat ke arah mobilnya dan segera melacak sumber selentingan tersebut. Tekadnya yang tak kenal lelah demikian itu, membuatnya dirinya menuju ke sebuah kasus paling terkenal dan fenomenal dalam sejarah kariernya.
***
Pada tahun 2002, Kanto dibuat tercengang oleh suatu kejadian kriminal paling mengerikan sepanjang sejarah. Salah seorang siswi SMA di Kanto yang berusia delapan belas tahun—Bella Stefa—hilang dan tak kunjung ditemukan. Entah dalam kondisi hidup atau mati, tidak diketahui. Selama beberapa minggu, kota itu terasa berhenti beraktivitas seperti biasanya. Yang muncul adalah kepanikan, berita-berita sensasional, dugaan-dugaan dan hanya dipenuhi rutinitas penyelidikan tentang kasus hilangnya salah seorang siswi yang cukup populer di salah satu SMA Kanto, berusia delapan belas tahun, Bella Stefa, hilang dan tidak pernah terlihat lagi, entah dalam kondisi mati atau hidup. Selama beberapa minggu, kota itu terasa berhenti beraktivitas seperti biasanya. Yang muncul adalah kepanikan, berita-berita sensasional, dugaan-dugaan dan hanya dipenuhi rutinitas penyelidikan tentang kasus hilangnya salah seorang siswi yang cukup populer di salah satu SMA Kanto. Banyak sukarelawan yang datang, juga berduyun-duyun dari sekolah lain. Anak-anak sekolahan, teman korban, para praktisi, detektif, semuanya rela mengorbankan libur hari kerja hanya untuk menyelidiki dan mencari informasi terkait hilangnya Bella Stefa. Namun, usaha pencarian mereka sia-sia.