webnovel

BUKAN SALAH JODOH 2

Kisah cinta Aoran dan Lily, lanjutan dari BUKAN SALAH JODOH silahkan baca cerita pertama sudah tamat

Ayun_8947 · Urbain
Pas assez d’évaluations
28 Chs

Permintaannya

Karena tadi terburu buru masuk ke mobil, Lily baru sadar kalau dia duduk berdempetan dengan Herman begitu pun sebaliknya, keduanya segera memisahkan bahu mereka begitu sadar, keduanya tampak saling merasa aneh dan canggung, untuk atmosfer yang terasa memang aneh sih di dalam mobil ini.

"Mm.. pak.. emm.. tuan.. mm.." Lily merasa bingung harus memanggil Herman apa, melihat gaya Flamboyan pria di sebelahnya ini.

"Om!" Ujar Herman mengejutkan Lily, sampai sampai bola mata gadis itu membulat, tak percaya. Om?

Oh hallo, apa masih pantas pria di sebelahnya ini di panggil om? Sepertinya usianya sudah mau ke angka 60 sekian sih meski penampilannya ini bisa memanipulasi.

Herman mengenakan pakaian matching from head to toe, berwarna pink, jas celana warna pink tua, dan kemeja pink muda berikut Bros korsase yang mengundang decak kagum itu.

"Ah maaf, om.." pada kata om, Lily mengucapkan dengan nada yang dirasa aneh, gadis itu mengulurkan sepatu milik Herman, meminta pria itu kembali mengganti alas kaki mereka.

"Ah, kenapa? Aku suka kok dengan sepatumu meski ukurannya terlalu kecil.." ih yah!

Lily hanya bisa cengengesan mendengar lelucon garing om Herman, tapi ya sudahlah yah, ternyata om tua ini suka bercanda juga. Lily hanya bisa menghela nafas perlahan, duh apa kabar nasib nya ke depan nanti? Seumur hidup harus mendampingi pria ini.

"Ah Lily, santai saja ya.. kau bisa ambil minuman kalau kau haus, oh ya, kotak kecil yang di sebelah mu saja ya.. kalau di sebelahku jangan, berbahaya untuk gadis muda, ini terlalu strong!" Ujar Herman menepuk kotak kecil yang berisi minuman di bawah tangannya, ucapan Herman barusan malah membuat Lily penasaran, apa bedanya kotak minuman di sebelahnya dan di sebelah om ini?

"Kau bisa atur kursimu kalau kurang nyaman ya, aku harus memanggil seseorang di telepon, jadi bisa kah kau tidak menggangguku?" Ucap Herman diiringi senyuman tipis yang penuh makna. Lily mengangguk kecil, oke bhaique.

Gadis itu memainkan jari jemarinya di pangkuan, dia merasa begitu canggung dan bingung, apa yang harus ia lakukan selama di perjalanan sementara Herman sudah sibuk dengan ponselnya, sepertinya dia sedang melakukan panggilan video call.

"Ohallo sayang, apa kabarmu nun jauh di sana sayang.."

Sayang? Lily langsung menoleh dan mendapati wajah ceria Herman sambil melambaikan tangan penuh semangat bak dua kekasih sedang melepas rindu via online.

Bisa bisanya, dia menyebutkan kata sayang di sebelah gadis yang akan dia jadikan istri? Lily benar benar tak habis pikir dengan jalan pikiran pria di sebelahnya ini.

Itu bukanlah apa apa. Ketika mendengar suara bulat dan ngebas dari dalam video panggilan om ini, keterkejutan Lily semakin menjadi jadi, hubungan macam apa ini! Kepala Lily tiba tiba jadi berat.

Dia pikir sudah nasib buruk menikah dengan orang yang selisih usia jauh dan sekarang apalagi, ternyata pria di sebelahnya ini, calon tunangannya, calon pengantinnya nanti, ternyata menjalin kasih dengan pria lain di hadapannya sendiri.

Tatapan mata Lily jadi kabur dan berkunang kunang. Ya Tuhan.. mau mati saja rasanya!!

"Loh! Loh!" Teriak Herman cemas. Dia melemparkan ponselnya ke arah mana saja menyadari tubuh Lily sudah terkulai lemas. "Ya ampun, ya ampun! Gimana nih! Rumah sakit! Rumah sakit! Cepat ke rumah sakit dulu pak sopir!" Teriak Herman pada supir pribadinya.

Pak supir langsung memutar kemudi sampai sampai penumpangnya melonjak tinggi hingga bunyi Duk antara atap mobil dan kepala beradu dengan sempurna.

"Pak! Besok bapak saya pecat!" Teriak Herman ngamuk. Dia berusaha menolong Lily agar tidak terguling jatuh ke lantai mobil, tapi dia merelakan jambulnya kempes seperti harum manis yang terlalu lama di tiup angin.

****

Di rumah Wihelmina.

Suasana rumah sudah sangat rapi dan teratur. Ruang utama, ruang makan, semua sudah tampak tertata rapi dengan buket bunga segar indah menyegarkan mata.

Tapi pukul berapa sekarang. Aoran melirik jam tangannya. Matanya tak sabar menyambut dari arah pintu utama, tapi yang disambut tak kunjung tiba.

"Mom, kenapa om Herman lama sekali? Bukankah tiga jam sudah cukup ya?" Tanya Aoran tak sabar. Vira mengangguk kecil, dia setuju dengan ucapan putranya, tapi kenapa sampai sekarang Herman belum sampai juga.

"Mom, penerbangan ku pukul satu, dan sekarang sudah pukul sebelas, sebenarnya kemana om Herman, dia sedang jemput Lily atau kemana? Kenapa dia tak angkat telpon nya sejak tadi!" Gusar Aoran tak sabar lagi.

Vira bingung harus jawab apa. Mau bagaimana lagi, dia sudah kirim banyak pesan dan panggilan telepon tapi om itu tak kunjung merespons.

"Bagaimana kalau bertanya dengan keluarga Lu?" Tanya Aoran.

Vira mengambil ponselnya , dia menghubungi keluarga lu, dan mereka semua tambah terkejut karena keluarga Lu mengabarkan kalau Herman dan Lily sudah kembali dari dua jam yang lalu, lalu kemana saja mereka tak kunjung tiba?

"Mom, apa terjadi sesuatu dengan mereka?" Tanya Aoran cemas. Vira menggeleng dan mencoba menenangkan putranya.

"Sayang, biar mami cari tahu, tapi kau tak bisa mengurungkan penerbanganmu sayang, Daddy mu akan bingung melihat kau tak kunjung tiba di sana." Ujar Vira memberi pengertian putranya.

"Daddy bisa mengatur semuanya dari awal kan mom!" Pinta Aoran dengan merengek, dia sepertinya tidak akan mau berangkat sebelum Herman datang membawa gadis yang ia inginkan.

"Tidak sayang, ayahmu akan curiga dan marah, dia sudah mengunjungi kampus, memilihkan tempat tinggal, mensurvey semuanya secara langsung agar kau kerasan di sana nanti, kau sudah menunda nunda ke berangkatanmu, mami tak punya alasan lain lagi untuk mendukung alasanmu sayang.." pinta Vira agar Aoran mengerti.

"Tapi mom, kau tahu gadis itu juga berhak mendapatkan kesempatan kan, kau setuju denganku kan mom? Dia harus pergi bersama denganku, dia tak akan bisa hidup baik kalau terus di sini, dia harus mendapatkan pendidikan yang bagus mom.." pinta Aoran mulai merengek.

"Iya sayang.. mami tahu itu, makanya kau harus segera berangkat dan tenangkan ayahmu, dengan begitu kau bisa mendapatkan hatinya, masalah Lily, mami janji akan menyelesaikan semuanya di sini, dia akan mendapatkan beasiswa itu, dia akan mendapatkan pendidikan seperti yang kau inginkan." Janji Vira pada putranya dengan sorot mata serius.

"Kau yakin mom, kau tak akan mengecewakan ku kan? Aku benar benar kasihan dengannya, aku hanya ingin membantunya saja mom." Vira mengangguk mengerti dengan ucapan putranya ini.

Aoran, kau tidak sedang kasihan, kau hanya tak sadar akan perasaanmu nak.

"Mami janji, kau harus segera menemui ayahmu, agar ayahmu juga bisa segera pulang ke sini, mommy merindukan dia di sini.. dia sudah mengurus semua permintaanmu di sana, jadi hargailah pengorbanannya.." pinta Vira. Aoran mengangguk kecil, dia mengerti ucapan ibunya hanya saja.

"Mom.. aku benar benar ingin belajar di sana, aku janji akan belajar dengan baik, tapi.. bisakah mommy juga berjanji padaku untuk membawa dia bersama denganku?"

Bagai buah simalakama, Aoran adalah anak satu satunya, tapi permintaannya kali ini cukup berat untuk Vira.

Mengirim anaknya belajar di luar negeri, laku seorang gadis. Yang benar saja. Dia mau membuat ibunya sakit kepala? Kalau sampai vino tahu, bagaimana nanti? Vira benar benar tak habis pikir. Apa yang harus ia lakukan nanti, mengecewakan putranya atau.. ah dia bingung sekali, yang penting sekarang, membujuk Aoran agar segera berangkat.

"Ya.. mama akan berusaha untukmu.." janji Vira.. dia menelan ludah, haruskah? Dia seharusnya percaya dengan Aoran, putranya ini tak pernah mengecewakan, tapi.. tapi..

Vira benar benar bingung harus bagaimana.

"Baiklah, aku berangkat mom.." Aoran menarik kopernya, dia mencium pipi ibunya yang tampak sangat bingung itu.

"Hati hati sayang, mommy akan sangat merindukanmu.." bisik Vira sembari menggandeng tangan putranya, dia mengantar Aoran ke teras rumah hingga koper putranya sudah masuk ke mobil.

Aoran bukan bocah lagi, dia sudah melewati usia 20 tahun, tapi.. bagi Vira putranya ini tak pernah dewasa.

"Aku pergi mom.." ujar Aoran sekali lagi, memeluk erat ibunya.

"jaga dirimu baik baik sayang.. mami akan penuhi janji mami.." Aoran menarik senyuman sebelum wajahnya menghilang di balik kaca mobil.

Aoran sayang…

*