webnovel

Jangan lupa pengaman

Dari ruang depan Aoran mengambil satu gelas dan mengisi dengan minuman segar, dia meneguk perlahan dan meninggalkan gelas itu pada mesin pencuci piring.

Pemuda dengan tinggi seratus delapan puluh empat Senti itu melangkahkan kaki jenjang ke arah kamarnya. Dia menarik tas yang tadi dia tinggalkan di sofa, Aoran menarik tasnya dan menyusuri lorong, Dimana ruang dengan lebar dua meter yang menjadi pembatas antar dua kamar ruangan itu.

Pria itu menekan kode yang tertutup Shield berwarna senada dengan dinding, berwarna cream seperti serat kayu, ternyata kamarnya dilengkapi dengan pengaman yang hanya bisa dibuka dengan sidik jari.

Baru saja Aoran mengangkat jari jempol tiba tiba dia merasa heran karena dia merasa tak pernah meninggalkan keringat pada handle pintu kamarnya, pria itu menarik tisu dan menutupi handle pintu, dia berniat memutar handle pintu tapi rasanya ada yang aneh dengan ruangannya ini.

Pria itu menoleh perlahan, dia menatap pintu kamar sebelah yang mencuri perhatiannya, seingatnya kamar itu sudah tertutup rapat tapi kenapa sekarang ada cela di pintu itu. Aoran semakin heran.

Dia melangkah kan kaki perlahan dengan sandal bulu di kakinya, dia mengintip dari cela pintu dan tak mendapati apapun, cela itu terlalu tipis, dia tak bisa mengintip ada apa di dalam sana, apa ada sosok mencurigakan, atau malah ada orang yang berniat jahat?

Memikirkan hal itu Aoran siaga. Dia mengambil sesuatu di samping pintu kamar itu, dan ada robot mesin penyedot debu yang berbentuk oval dengan warna senada dengan furniture. Dia akan membawa benda ini dan menghantam kepala orang yang mencurigakan itu. Ya.. kurang lebih itulah yang ada di kepala Aoran.

Benda itu cukup berat karena terbuat dari keramik dengan teknologi modern, cukuplah untuk menghantam kepala dan membuat lawannya lumpuh dengan sekali serangan.

Satu tangan membuka pintu perlahan, tangan lainnya mencoba menahan benda pada pundaknya. Aoran mendorong pintu dan mengedarkan pandangannya dengan siaga 10. (Level siaga tertinggi)

Pemuda itu menautkan alis karena tak melihat siapapun di dalam sana. Hanya ruangan kosong yang bersih karena housekeeping rajin membersihkan ruangan ini.

Aoran memperbaiki ekspresi siaga di wajahnya, dia menurunkan perlahan robot vacum otomatis itu. Aoran melangkah perlahan, kian masuk, dia masih penasaran dengan ruangan kosong yang hampir tak pernah ia kunjungi ini.

Suara dengkuran kecil terdengar dari tempat tidur, seketika mata Aoran membulat tak percaya, dia bahkan mengucek kucek matanya beberapa kali, mencoba memfokuskan Indra penglihatannya, tunggu! Yang benar saja! Siapa di sana!

Dia segera mendekat dengan langkah pelan seperti maling, berjingkrak hening dan hati hati. Aoran mendekati ujung tempat tidur ukuran Queen itu.

Haaahh!!

Dadanya bergemuruh hebat menyadari siapa pemilik wajah tenang yang tertidur pulas di atas ranjang, tidak mungkin! Aoran tak percaya. Dia bahkan menepuk wajahnya sendiri, menepuk pelan seakan tak berarti, Aoran menampar wajahnya cukup keras, sekali.. dua kali.. sampai dia meringis perih dan pipi kirinya tampak merah. Yang benar saja! Ini bukan mimpi ataupun halusinasi! Dia.. dia gadis itukan!

Ya ampun! Jadi Ibunya benar benar mengirim gadis ini di depannya, satu rumah, satu tempat tinggal? Ya ampun! Memikirkan hal itu membuat Aoran memijat dahinya sendiri sambil bertolak pinggang, dia tampak panik dan salah tingkah, wajahnya merah padam. Bagaimana mungkin dia dan gadis yang ia 'kasihani' tinggal bersama. Ya ampun.. ini sih terlalu berlebihan, kenapa Aoran jadi panik sendiri.

Berhenti mondar mandir dengan wajah bingung seperti itu Aoran.

Sepertinya udara hari ini terlalu dingin untuk Lily yang tinggal di daerah tropis. Gadis itu memutar posisi tidur, dia menyimpan kedua telapak tangan di bawah pipinya, dia tampak tertidur pulas, sepertinya dia sangat kelelahan.

Aoran segera mencari sesuatu, apapun, apapun yang bisa menyelimuti Lily. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan. Ruangan ini memang kosong sih!

Ah! Long Coat yang ia kenakan! Aoran segera melepas long coat berwarna hitam yang sepanjang dengkulnya itu. Dia melepaskan dengan hati hati, dan menyelimuti Lily dengan lebih hati hati, dia seakan takut kalau gerakannya akan mengganggu mimpi indah gadis yang tertidur tenang ini.

Saat Aoran menjatuhkan costnya saking dia panik dengan gerakannya, Lily bergerak, sebenarnya bukan karena gerakan Aoran, melainkan Lily mencium aroma lain di hidungnya, parfum Aoran tercium khas dan terasa lain di hidung Lily. Gadis itu mengerjapkan matanya, mungkin dia akan tersadar sebentar lagi.

Menyadari gadis itu akan bangun, Aoran segera ambil ancang ancang kaki seribu, dia berlari dengan langkah hati hati, dia memastikan kalau Lily tak menyadari keberadaan nya di sini,

Duk!

Aoran memegang dahinya yang menabrak sisi daun pintu.

"Aih!" Ringisnya menahan sakit, sepertinya dahinya akan benjol, nampak rona merah di dahi Aoran, tapi pria itu mana sempat meringis dan mengaduh, dia langsung menutup kembali pintu ruangan Lily, meninggalkan gadis itu seakan tanpa jejak.

Fiiuuhh…

Aoran menghela nafas panjang, dia menyandarkan diri di tembok kamar Lily, dia gak bisa nih lama lama di sini, apa kata dunia kalau Lily tahu apa yang sudah ia lakukan. Masuk kamar gadis tanpa izin! Aoran menggaruk kepalanya panik.

Pintu tutup buka ototmatis di depan sana terbuka, sepertinya ada yang masuk, Aoran segera melangkah dan mencari tahu, dia meninggalkan perihal.lily untuk sejenak.

Melihat Herman di depan sana membuat bola mata Aoran membulat.

"Oom.." serunya terkejut.

"Sssttt!!" Herman merapatkan jarinya ke bibir, dia segera menjangkau pangkal lengan Aoran seakan ingin ponakannya itu menutup mulut. Tingkah Herman sudah biasa aneh, tapi kali ini bukan cuma aneh, juga mencurigakan, Aoran jadi tak sabar sebenarnya sedang apa om nya di sini.

"Aoran! Om mau bicara dulu denganmu!" Ujar om Herman dengan wajah tampak sedang cemas, Aoran jadi penasaran.

"Ini nyawa om ada sama kamu, kalau sampai Daddy mu tahu apa yang om lakukan, matek lah om!" Aoran tambah bingung dong, apa sih ini maksud nya.

"Gini Aoran, om kesini karena emak mu, terus om harus antar gadis itukan sesuai permintaanmu, nah om sudah turuti kan, bukanlah itu maumu?"

Aoran menggeleng dan menautkan alis.

"Maksud om gadis di kamar itu?" Tanya Aoran bingung.

"Iya.. itu.." bisik Herman memasang wajah siaga, dia menoleh dan merasa lega melihat Lily tak muncul.

"Jadi gini loh Aoran, sebenarnya gadis itu tidak masuk ke rumahmu kan, kalian harusnya tinggal terpisah, kau dan dia itu berada di ruang berbeda. Pantas saja aku merasa ada yang janggal dengan penampakan flat mewah ini, ternyata ini punyamu toh, sudah pastilah! Bodohnya aku!" Herman memukul kepalanya sendiri. "Masalahnya adalah, ibumu pikir pekerjaanku sudah selesai, sudah beres, padahal aku salah membawa gadis itu, aku malah membawanya padamu kan! Nah.. kau tahukan kalau om tuh ga suka sama cewek, om jujur sajalah ya.. jadi om mau titipin gadis itu di sini sama kamu, kamu uruslah dia sesuka hatimu, asal Vira sama Vino ga tau masalah ini! Om ngerti kok, ngeri banget deh!"

Wajah mencurigakan Herman membuat Aoran kesal sendiri.

"Kamu mau gadis itu kan? Kamu mau kan.." goda Herman mencubit gemas hidung Aoran, membuat bola mata pemuda tampan itu tampak galak dan malas.

"Om, ayolah.. bicara yang jelas dan jangan bertele tele deh!" Pinta Aoran kesal sendiri.

"Ya intinya gini, kau dan dia.. jangan bilang bilang tinggal bersama, rahasiakan dari Vira dan Vino, kau bebas deh mau ngapain, ini di luar negeri coy, asal main bersih, aman dan sehat, jangan lupa pengaman! Inget!" Ujar Herman mengacungkan jari telunjuknya.

"Om ngaco deh!" Balas Aoran keki.

"Loh om serius, om sih ga nafsu sama perempuan, you know lah yah! Jadi terserah deh kamu mau ngapain juga sama dia, yang jelas jangan sampe bocor atau nyawa kita akan terancam, dan.. satu lagi! Pakai pengaman!"

Herman mencari ponselnya yang tadi ia taruh di sofa.

"Om udah ga ada waktu buat ngurus hal receh kayak gini, om semangat ke sini karena emang mau nostalgila sama temen temen om, mana di suruh buru buru pulang lagi, duh.. nasib om bener bener seperti terpenjara deh semenjak papamu itu berkuasa! Kesyel!"

Aoran menggeleng.

"Suka suka om lah!"

"Inget ucapan om tadi, janji ya! Sebelum om pulang, om bakalan mampir lagi ke sini! Awas ya kalau nackal.. nackaal.. nackaall.." punya kakek gila ya, maunya di panggil om, ga mau dibilang tua, masih aja menyimpang. Aoran benar benar geli melihat tingkah Herman.

Memikirkan dia harus tinggal dengan Lily dan merahasiakan dari orang tuanya membuat dada Aoran berdebar hebat. Dia merasa hidupnya kali jni akan lain. Mungkin akan sedikit berwarna dan penuh tantangan.. entahlah!

Lily menyandarkan punggungnya pada pintu yang tadi terbuka, dia sempat ingin keluar kamar tapi urung, dia mendengar ucapan Herman tadi dan membuat hatinya remuk, sakit meski tak berdarah.

~om sih ga nafsu sama perempuan, you know lah yah! Jadi terserah deh kamu mau ngapain juga sama dia, yang jelas jangan sampe bocor atau nyawa kita akan terancam, dan.. satu lagi! Pakai pengaman!~

Lily menghela nafas berat, apa dia di bawa kesini untuk manipulasi kelainan pada om Herman? Apa dia di jual? Apa yang akan dia lakukan di sini? Apa kuliah dan pendidikan itu hanyalah sebuah alasan?

Kenapa om Herman meninggalkannya pada pria asing di sini, kenapa om Herman membuatnya merasa terbuang di negara asing ini.

"Dia bahkan meminta pria itu untuk melakukan hal tabu, pakai pengaman katanya!" Lirih Lily, matanya berkaca kaca. Dia benar benar tak punya harga diri, dimanapun ia berada. Lily menyeka air matanya.