webnovel

Bukan Mawar Biasa

Tentang seorang perempuan yang memilih pergi ke Surabaya karena kisah cintanya kandas di Jogja. Dia berjuang mendapatkan kebahagiaan namun harus dihadapkan dengan kenyataan yang tidak diinginkan. Dia harus berhadapan dengan kakak sepupunya yang tidak pernah menganggap dirinya sebagai keluarga. Tentang cinta, sahabat, dan keluarga. Nayla Mawar Valeri perempuan tangguh dengan sejuta senyuman dalam menghadapi setiap ujian kehidupan. Akankah dia sanggup menghadapi kakak sepupunya?

NaLia · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
14 Chs

Nayla #5

Malam ini sangat canggung dengan kedatangan Dimas ke rumah Budhe. Semua makan malam bersama. Mungkin hanya anak-anak muda saja yang canggung, Pakdhe dan Budhe sangat santai saat ngobrol.

"Bagaimana program kerja BEM UMS mas Dimas?" tanya Pakdhe memecah keheningan setelah makan malam.

"Alhamdulillah, sudah mulai berjalan om. Masih menunggu respon para mahasiswa" jawab Dimas penuh senyum diwajahnya.

Ternyata Dimas memang lebih berkharisma dibanding Reyza. Dimas selalu dengan ramah menjawab setiap pertanyaan yang ada. Seketika Nayla jadi kagum dengan Dimas ini. Dimas Lukito Alamsyah, ketua BEM kampusnya Nayla. Sahabatnya Reyza. Sepertinya hanya itu yang Nayla tau. Karena hari ini mereka baru bertemu. Yang tidak Nayla pikir adalah tamu yang tidak boleh ditemuinya ternyata adalah Dimas.

Mereka ngobrol di ruang tengah, mereka hanya berempat. Nayla, Reyza, Dimas, dan Gina. Awalnya Nayla mau masuk kamar untuk istirahat tapi Budhe memintanya untuk bergabung di ruang tengah. Akhirnya mereka di sini, di ruang yang sepi karena kecanggungan satu sama lain.

"Kamu ngapain kesini Dim? Perasaan kita ndak janjian? Bukannya kamu sibuk ngurus ospek kampus?" tanya Reyza dengan nada kesal.

"Banyak anak buah bro. Bukannya aku biasa main kesini. Kenapa tiba-tiba tanya begitu?" ucap Dimas masih dengan senyuman.

"Tamu ndak diundang" ucap Reyza ketus.

"Mas Eja apa apaan sih. mas Dimas main juga udah biasa kok. Kenapa jadi ndak terima gitu?" Gina begitu antusias saat berhadapan dengan Dimas.

"Bukan urusanmu! Sana tidur besok kalian bangun pagi!"

"Ihh Mas Eja ndak asik" Gina dengan kesal beranjak dari ruang tengah. Dan Nayla yang hanya mengangguk pun langsung berdiri. Namun ada yang menghentikannya.

"Mawar, boleh minta nomer whatsapp nya ndak?" Dimas memanggilnya dengan suara lembut.

"Buat apa rek?" ini pertanyaan Reyza.

"Kan dia dari Jogja, kasihan belum tahu Surabaya. Aku bisa ngasih tahu hal hal di sini" jawab Dimas datar.

"Ndak perlu!  Mawar masuk sana! Ndak usah hiraukan arek iki" ucap Reyza penuh emosi.

Namun tidak di duga oleh Reyza. Nayla mengulurkan tangan meminta ponsel Dimas. Dia mengetik nomernya dan menyimpan nomernya dengan nama Nayla Mawar Valeri.

"Kak Dimas boleh panggil aku Nayla" ucap Nayla sambil mengembalikan ponsel ke Dimas.

"Makasih Nayla. Selamat malam" Dimas memberi senyuman penuh kharisma.

"Selamat malam Kak Dimas" Nayla tersenyum dan berlalu ke kamar. Tanpa disadari Reyza sedang melotot melihat hal ini.

Tidak jauh dari ruang tengah, Gina masih mendengar obrolan yang baru saja terjadi. Kemudian suara pintu kamar Gina di tutup dengan sangat keras. Semua warga rumah kaget mendengarnya.

Nayla meyakinkan diri untuk tidak mengikuti perkataan Reyza. Dia tidak mau ditindas terus menerus. Terserah kakak beradik itu membully nya. Selama Budhe masih baik padanya, dia akan terus bertahan demi tujuannya untuk menenangkan diri di sini. Cukup kisah pahitnya di Jogja saja. Di Surabaya ini, dia ingin menciptakan kisahnya yang baru. Dan Nayla belum kepikiran untuk menjalin hubungan seperti pacaran.

Dengan penuh rahang yang mengeras,  Reyza masih belum sadar dengan apa yang dilihatnya. Mawar melawan perintahnya. Mungkin selama ini Mawar masih belum paham statusnya dikeluarga ini. Dan Reyza akan terus menyadarkannya.

"Pulang sana. Tamu ndak diundang berani berulah disini" Reyza melemparkan bantal ke Dimas.

Dimas hanya tertawa melihat tingkah sahabatnya. Dimas menangkap bantal  yang menimpanya dan memakainya untuk rebahan di karpet. Dimas masih tersenyum mengingat saat Nayla mengulurkan tangan meminta ponselnya.

"Dia sepupu kamu bro, jadi bukan alasan lagi kamu bakal menghalangiku" ucap Dimas masih dengan senyuman.

"Jangan mimpi kamu! Dia Mawarku" Reyza melemparkan bantal lagi dan berlalu meninggalkan Dimas sendiri di ruang tengah.

Dimas tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Reyza masih tetap sama. Belum berubah.

***

Di dalam kamar, Nayla masih fokus menatap layar ponselnya. Nayla ragu antara membuka blokir atau tetap membiarkan nomer Tama masuk daftar blacklist. Nayla masih merasa kesal terhadapnya. Tama, teman yang paling mengerti dirinya mulai menyebalkan.

Pada akhirnya Nayla tetap membiarkan Tama masuk daftar blacklist. Nayla belum mau komunikasi dengannya. Sesekali Nayla ingat saat dulu sering bermain di sekolah bersama Tama. Nayla masih ingat betapa kecewanya seorang Tama saat mengetahui dirinya menerima Putra. Nayla masih ingat kata-katanya.

"Kalau Nay bahagia sama Putra ndak papa, tapi ndak boleh lupain aku ya. Aku selalu sayang kamu Nay. Cuma Nay temen yang aku sayang. Penginnya jadi pacar Nay tapi malah udah diambil Putra duluan. Aku patah hati Nay. Tapi ndak papa, yang penting kamu jangan berubah" ucapan Tama selalu terdengar sendu.

"Nay juga selalu sayang sama Tama. Bagaimanapun Tama tetap sahabat terbaik di hidup Nay. Maaf udah ngecewain Tama"  Nayla bergumam sendiri saat mata akan terpejam. Menyembunyikan kepala di bawah selimut hangatnya.

......

Di meja makan kali ini hanya ada tiga anak muda yang sarapan. Pakdhe Barata pagi-pagi sekali berangkat ke kantor karena ada rapat. Dan Budhe lagi sibuk-sibuknya bikin kue di dapur untuk persiapan arisan ibu-ibu komplek sini.

"Budhe, Nay berangkat dulu ya. Mas Rey... Mbak Gina... Nay berangkat dulu ya. Nay udah pesen gojek" Nay pamit sambil berlalu pergi.

"Siapa yang ngijinin kamu naik gojek?" tanya Reyza ketus.

"Nay udah ijin sama Budhe. Ntar siang juga Nay pulangnya mampir dulu nyari jilbab. Assalamu'alaikum" Nay berteriak dari luar.

"Biarin aja Mas. Biar Nayla jadi mandiri. Ndak ngrepotin Mas Eja lagi. Kalau udah selesai ospek juga Aku mau bawa motor aja. Berangkat sama Mas Eja ndak asik"

Reyza hanya melotot mendengar pernyataan adiknya. Dan dia lebih tidak senang karena Mawar memilih pergi sendiri. Tidak melibatkan dirinya. Yang Reyza takutkan adalah Mawar akan pergi dengan orang lain. Cowok lain tepatnya.

.....

"Udah selesai beli jilbabnya?" tanya Dimas saat melihat Nayla keluar menenteng dua paperbag dari konter jilbab.

"Udah kak" jawab Nayla malu.

Sore ini Nayla belanja ke Galaxy Mall Surabaya ditemani Dimas. Bukan Nayla yang meminta. Tapi Dimas tiba-tiba menghampiri Nayla dan menawarkan diri untuk jadi supir sore ini. Sebelum pulang, Dimas meminta Nayla untuk menemaninya makan malam. Sebuah tempat makan yang sebagian besar pengunjungnya adalah mahasiswa.

Saat masuk tempat makan tersebut, hampir semua mahasiswa menyapa Dimas. Apalagi mahasiswa baru. Semua histeris melihatnya. Nayla merasa risih. Rasanya ingin pulang saja. Namun Dimas tiba-tiba menggenggam tangan Nayla. Menuntunnya menuju meja di sudut ruangan yang terbuka itu. Dari sudut itu bisa terlihat pemandangan lalu lintas jalanan kota. Lumayan cuci mata.

Belum sempat Nayla dan Dimas memesan makanan. Mata Nayla membulat sempurna saat melihat seseorang yang berjalan menuju meja mereka.

"Kamu ngapain kesini?" Dimas pun kaget melihatnya.

"Mau merusak kencan seseorang" seru sang Reyza.

***

T. B. C