webnovel

Bukan Istri Tapi Estri

Karena impian bodoh Endra, dia harus terjebak dengan perempuan sadis yang bernama Sarah dengan menjadi seorang suami. Sialnya, perempuan sadis yang awalnya Endra anggap seperti malaikat justru berubah menjadi iblis yang meneror hari-hari indahnya menjadi semakin suram. Bagaimana Endra akan menghadapi Sarah? Dan mampukah Endra melepaskan diri dari cengkeraman kesadisan Sarah yang selalu berperan sebagai istri yang baik di depan ibunya sendiri?

AdDinaKhalim · Urbain
Pas assez d’évaluations
247 Chs

#033: Tak Sesadis Kelihatannya

"Selepas SMA, Sarah sudah memiliki bisnis sendiri." Bu Diyah sudah kembali pada ceritanya tentang Sarah. "Awalnya dia sempat kuliah untuk semakin mendalami ilmu tata busana yang bisa bermanfaat untuk bisnisnya kelak. Tapi saat memasuki tahun kedua, Sarah dibuat sibuk dengan urusan kuliah, anak-anak panti asuhan yang selalu mengharapkan kedatangannya, juga bisnisnya yang sudah mulai dikenal banyak orang. Akhirnya Sarah berhenti kuliah dan lebih memfokuskan untuk bisnisnya dan anak-anak yang selalu merindukan kehadirannya."

Jujur saja Endra merasa malu. Dirinya terlahir dari keluarga petani. Yang memiliki kebun teh beberapa hektar di kampungnya sana. Bahkan untuk mendalami ilmu pertanian saat kuliah pun, Endra sampai harus mengambil jurusan pertanian. Tapi kemampuan Endra dalam bidang itu sangatlah minim. Dia merasa sangat jauh dibandingkan dengan Sarah yang meskipun tidak lulus kuliah, tapi justru memiliki kemampuan yang luar biasa.

"Perjalanan hidup Sarah sebenarnya tidak semulus yang saya bicarakan ini. Karena saya hanya menceritakan garis besarnya saja. Apalagi saat mengingat kejadian delapan tahun yang lalu." Bu Diyah menarik napas panjang dan berat saat ceritanya akan mulai menampilkan sosok perjuangan Sarah.

"Saat itu, panti asuhan ini direncanakan akan digusur. Karena yayasan yang menaungi panti asuhan ini berpindah pemilik. Dan pemilik yang baru itu justru tergiur dengan adanya penawaran untuk pembangunan area ruko ekslusif di mana panti asuhan ini dibangun."

Endra bisa merasakan nada suara Bu Diyah mulai berat. Seolah ikut terhanyut pada cerita yang menampilkan permasalahan pelik itu.

"Semua penghuni panti asuhan dibuat ketar-ketir. Satu-satunya tempat tinggal yang kami miliki adalah panti asuhan ini. Tapi tak lama lagi justru akan digusur. Saat itu, Sarah-lah yang paling dibuatnya bingung. Dia berusaha keras untuk menyelamatkan panti asuhan ini. Namun, semua tabungan dan penghasilan Sarah saat berbisinis fashion masih sangat kurang jika harus menebus panti asuhan ini agar tidak digusur."

Endra sebenarnya sudah menahan napas saat Bu Diyah menceritakan masa sulit Sarah pada saat itu. Tapi ternyata langkah keduanya sudah sampai di area belakang, di mana tempat itu dijadikan sebagai kebun yang ditanami aneka macam sayuran. Beberapa anak juga para pengasuh terlihat sedang sibuk berkebun. Namun di mata Endra mereka semua tampak sangat bersenang-senang dengan kegiatannya itu.

Bu Diyah rupanya hanya melihat dari pintu keluar saja, tidak ikut menghampiri anak-anak yang sedang asyik berkebun. Setelah memberi anggukan juga senyuman lembutnya pada para pengasuh yang melihat kehadirannya, Bu Diyah lantas mengajak Endra untuk kembali.

"Biasanya anak laki-laki bermain di lapangan. Tapi kita tidak perlu ke sana karena kamu pasti juga tahu bagaimana mereka saat sudah bermain di lapangan."

Endra mengangguk setuju.

"Kita langsung menuju ke ruangan saya saja," kata Bu Diyah kemudian.

"Jadi ... bagaimana kelanjutan ceritanya saat itu?" rupanya Endra sudah tidak sabar ingin segera mendengar kelanjutannya.

Bu Diyah tersenyum. Dia tidak keberatan bercerita lagi meskipun langkah kakinya masih belum sampai menuju ruangannya. "Saat itu, untuk pertama kalinya Sarah terlihat begitu frustasi. Selama ini hampir semua penghuni panti tahu, Sarah merupakan sosok orang yang selalu optimis, selalu tegar dan kuat saat menghadapi masalah apapun, tapi baru kali itu Sarah sampai dibuatnya menangis."

Endra tentu tidak bisa membayangkan betapa Sarah yang terlihat begitu tegas itu pernah berada di posisi yang membuat perempuan sekuat Sarah pun memiliki batas.

"Tapi untungnya Sarah tidak langsung menyerah. Dia tetap berusaha mencari bantuan ke sana kemari untuk bisa menyelamatkan panti asuhan yang sudah mejadi tempat tinggalnya selama ini. Hingga akhirnya, Sarah bertemu dengan donatur yang dulu pernah memberikan modalnya untuk Sarah menjalani bisnis. Karena melihat kesungguhan di mata Sarah, donatur itu akhirnya mau membantu Sarah meskipun dia harus menjual aset pribadinya. Sarah tentu saja tidak setuju kalau bantuan yang dimintanya rupanya juga merugikan pihak yang akan membantunya. Tapi donatur itu meyakinkannya bahwa kelangsungan hidup panti asuhan itu jauh lebih penting dibanding aset yang dimilikinya, terlebih donatur itu juga tidak memiliki keturunan yang bisa membuatnya mewariskan harta yang dimilikinya."

Endra ikut bernapas lega saat tahu Sarah akhirnya mendapat bantuan untuk permasalahannya itu.

"Panti asuhan ini akhirnya berhasil berpindah tangan menjadi kepemilikan pribadi. Sehingga tidak akan ada yang mengutak-atiknya lagi. Sarah pun mulai memperlebar bisnisnya semata-mata ingin segera membayar hutang atas apa yang sudah dipinjamnya pada donatur itu. Tapi lima tahun yang lalu, saat akhirnya Sarah berhasil mengumpulkan uang untuk membayar hutangnya pada donatur itu. Kabar mengejutkan pun mampir. Donatur itu rupanya telah berpulang ke sisi Tuhan dan mewasiatkan segala kekayaan yang dimilikinya untuk dikelola Sarah sepenuhnya."

Bu Diyah rupanya sudah sampai di depan pintu ruangannya, lantas membuka pintu itu dan menyuruh Endra untuk masuk. Bu Diyah akan melanjutkan ceritanya sembari duduk-duduk santai.

"Apa kamu mau minum sesuatu?" tanya Bu Diyah pada Endra saat keduanya sudah duduk di tempatnya masing-masing.

Endra langsung menggeleng. Matanya menatap Bu Diyah seolah sedang meminta untuk segera melanjutkan cerita tentang Sarah saja.

"Kamu benar-benar sangat tertarik dengan Sarah ya," ucap Bu Diyah sembari tertawa kecil.

Endra tidak mau menampiknya. Karena kenyataannya memang seperti itu.

"Setelah mendapat sejumlah harta dari donatur itu, Sarah pun semakin mengembangkan bisnisnya dan mulai membuka cabang-cabang toko fashion yang dimilikinya. Hingga bisa sebesar sekarang. Sekaligus menjadi pengelola resmi panti asuhan ini." Bu Diyah memberikan senyuman bangganya saat matanya menerawang mengingat tentang Sarah itu.

"Tapi meskipun saat ini Sarah sudah menjadi orang yang sukses, Sarah tidak pernah sekalipun melupakan para penghuni panti asuhan ini. Dia selalu mencukupi kebutuhan para penghuni panti asuhan. Dia bilang kalau kesuksesan yang dimilikinya itu juga milik para penghuni panti asuhan. Bahkan setiap satu bulan sekali, selain menjadwalkan para penghuni panti untuk bermain di luar, Sarah juga menjadwalkan untuk mengajak para penghuni panti agar mampir di salah satu cabang tokonya untuk memilih pakaian manapun yang mereka sukai. Seperti yang dilakukan kemarin."

Ah, benar juga. Setelah selesai bermain-main di tempat wisata kemarin, bis yang membawa anak-anak memang langsung menuju ke salah satu cabang toko fashion milik Sarah, dan anak-anak itu langsung memilih pakaian manapun yang mereka sukai untuk dibawa pulang. Endra sudah diberitahu oleh salah satu pengasuh kalau hal ini sudah dilakukannya setiap satu bulan sekali. Jadi, anak-anak itu juga selalu mendapatkan baju baru dengan tren terbaru agar tidak kalah dengan anak-anak lain yang masih memiliki orang tua.

Saat itu, kekaguman Endra pada Sarah yang begitu memperhatikan anak-anak panti asuhan semakin terasa jauh lebih kuat. Keyakinannya tentang kebaikan Sarah yang pernah Asti ceritakan dulu akhirnya semakin nyata. Sarah ... memang tidak sesadis kelihatannya. Bahkan Endra sekarang malu menyebut Sarah sebagai si sadis lagi setelah tahu kebaikan-kebaikan apa saja yang pernah Sarah berikan untuk orang-orang di sekitarnya.

Makasih buat semua yang udah baca karyaku ini. Buat Gisela_Kiki yg selalu support aku dan bersedia kasih reviewnya. Makasih banyak ya.

- AdDina Khalim

AdDinaKhalimcreators' thoughts