webnovel

Bukan Istri Tapi Estri

Karena impian bodoh Endra, dia harus terjebak dengan perempuan sadis yang bernama Sarah dengan menjadi seorang suami. Sialnya, perempuan sadis yang awalnya Endra anggap seperti malaikat justru berubah menjadi iblis yang meneror hari-hari indahnya menjadi semakin suram. Bagaimana Endra akan menghadapi Sarah? Dan mampukah Endra melepaskan diri dari cengkeraman kesadisan Sarah yang selalu berperan sebagai istri yang baik di depan ibunya sendiri?

AdDinaKhalim · Urban
Not enough ratings
247 Chs

#034: Langkah Awal

Endra benar-benar dibuat takjub dengan sifat Sarah yang luar biasa itu. Meskipun cerita Bu Diyah sudah sampai ke titik sekarang, tapi Endra merasa belum puas dan ingin tetap mendengar cerita tentang Sarah lagi. Tapi kemudian, tatapan Bu Diyah sudah beralih menatapnya.

"Sekarang ... giliran kamu," Bu Diyah tersenyum lembut. "Ikatan khusus apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dengan Sarah. Karena saya tahu betul siapa Sarah itu, dan saya sangat tahu kalau Sarah sangat membatasi dirinya dengan laki-laki, atau bisa dibilang ... Sarah malah tidak tertarik dengan laki-laki. Jadi ... dengan keberadaan kamu di sini, juga kenyataan bahwa kamu adalah seorang laki-laki, saya benar-benar penasaran akan ikatan apa yang terjalin antara kalian berdua. Karena selama ini ... Sarah sama sekali tidak pernah bercerita apapun soal kamu."

Endra terdiam. Dia tidak heran kenapa Sarah tidak menceritakan tentang dirinya pada Bu Diyah ini. Karena memang keberadaannya di hidup Sarah hanyalah sebagai tong sampahnya saja. Jadi untuk apa Sarah menceritakan hal tidak penting itu pada Bu Diyah yang notabene adalah orang terpenting di hidup Sarah.

"Seorang laki-laki seperti kamu bisa sampai masuk ke dalam hidup Sarah, bagaimana awal mulanya? Saya bersedia menunggu sampai kamu bersedia untuk bercerita," ucap Bu Diyah dengan senyuman khasnya yang selalu terlihat menyejukkan. Layaknya seperti senyuman seorang ibu kepada anak-anaknya.

Endra termenung cukup lama. Setelah mendengar semua cerita Sarah itu dari Bu Diyah, Endra merasa ... kalau tidak masalah untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Bu Diyah. Tentang pernikahan di atas perjanjian yang dilakukannya bersama Sarah. Tentang sikap Sarah selama ini padanya. Juga tentang perasaannya pada Sarah yang akhir-akhir ini mulai menggeliat pelan. Endra merasa, selama itu Bu Diyah yang sudah sangat berjasa di hidup Sarah, Endra tidak akan keberatan mengatakan semuanya.

Jadi beberapa saat kemudian, Endra pun mulai menceritakan semuanya. Semua kisah yang terjadi antara dirinya dengan Sarah diceritakannya dengan runut. Sampai akhirnya dirinya ada di titik sekarang, Endra menceritakannya tanpa ragu. Juga tanpa adanya kebohongan apapun yang perlu ditutupinya dari Bu Diyah.

***

Endra sudah standby di area penjemputan bandara sejak dua jam lalu. Dia sangat-sangat ingin bertemu dengan Sarah setelah merasakan kerinduan mendalam pada perempuan itu.

Beberapa jam sebelumnya, Bu Diyah sudah menceritakan masa lalu Sarah saat menginjakkan kaki di panti asuhan sampai ada di titik sekarang. Endra juga sudah menceritakan semuanya tentang hubungan dirinya dengan Sarah pada Bu Diyah.

"Ja-jadi ... kalian berdua ... sudah menikah?" adalah reaksi pertama yang disampaikan Bu Diyah ketika Endra selesai bercerita. Raut wajahnya tampak begitu terkejut mendengar kabar itu.

Endra mengangguk pelan. "Tapi seperti yang saya ceritakan tadi, pernikahan itu bukanlah seperti pernikahan pada umumnya."

"Tapi tetap saja kalian berdua sudah menikah kan? Bahkan kalian sudah tinggal satu rumah?" Bu Diyah benar-benar tidak bisa mempercayai dengan apa yang sudah didengarnya itu.

Endra mengangguk lagi.

Bu Diyah lantas bangkit dari tempat duduknya. Berjalan beberapa langkah, kemudian berbalik dan kembali berjalan dengan sangat tidak tenang. Endra yang melihatnya pun sampai dibuatnya kebingungan.

"Kenapa, Bu?" tanya Endra yang tidak tahan melihat reaksi Bu Diyah yang menurutnya sangat aneh.

Bu Diyah menatap Endra cukup lama, sampai kemudian dia memutuskan untuk kembali duduk. "Saya rasa ... kalau itu kamu ... Sarah mungkin bisa menerimanya," kata Bu Diyah kemudian.

Endra tidak mengerti. "Maksud Ibu?"

Bu Diyah membuang napas panjang dan berat. Ditatapnya wajah Endra dengan sangat intens. "Sarah ... memiliki masa lalu buruk yang berkaitan dengan laki-laki. Dan itu juga yang menjadi alasan kenapa pada saat Sarah datang ke panti asuhan ini dia terlihat sangat ketakutan."

Endra memasang telinga setajam mungkin. Dia sangat butuh informasi ini.

"Dan hal itu memicu Sarah untuk selalu waspada kepada setiap laki-laki yang ditemuinya. Bahkan tahun berganti tahun, kewaspadaan Sarah kepada laki-laki berganti dengan sikap antipatinya terhadap laki-laki. Dia ... sangat benci memiliki hubungan dengan laki-laki manapun. Bahkan meski itu pegawai Sarah sendiri. Sarah hanya akan berbicara seperlunya, dan sangat membatasi gerakannya pada saat bersama mereka. Tapi ... mendengar kamu bahkan menikah dengannya meskipun di atas perjanjian yang Sarah buat, juga Sarah yang mengijinkan kamu untuk tinggal di rumahnya. Itu seperti..." Bu Diyah terlihat kesulitan mengutarakan kelanjutan dari ceritanya.

"Tidak seperti diri Sarah yang biasanya?" sahut Endra melengkapi perkataan Bu Diyah yang sempat tersendat tadi.

Bu Diyah mengangguk. "Benar. Itu bukanlah Sarah yang saya kenal. Demi alasan apa pun, saya yakin Sarah tidak akan pernah mengijinkan seorang laki-laki pun sampai masuk ke dalam kehidupan pribadinya meskipun dengan posisi seperti yang kamu bilang itu."

"Jadi ... apa mungkin ... Sarah melihat saya sebagai seseorang yang tidak biasa?" tanya Endra meskipun dia sendiri ragu dengan pertanyaannya itu.

"Bisa jadi. Maka dari itu ... ini kesempatan yang bagus. Karena terus terang saja, saya juga tidak ingin Sarah terus terjebak dengan masa lalu buruknya tentang laki-laki. Saya ingin Sarah bisa bersikap normal saat berhubungan dengan laki-laki."

"Maksud Bu Diyah ... soal phobia Sarah saat mendapat sentuhan dari laki-laki?"

Bu Diyah mengangguk. "Sebegitu tidak inginnya Sarah bersentuhan dengan laki-laki, sampai membuat dia akan merasakan gejala yang tidak biasa yang bisa merugikan dirinya sendiri."

"Beberapa waktu sebelumnya, saya juga pernah secara tidak sengaja menyentuh tangan Sarah, dan Sarah jadi langsung shock dan langsung membatasi diri dari saya." Endra mengenang kejadian itu dengan raut sedih.

"Begitulah, tubuh Sarah akan refleks memberikan perlawanan saat ada laki-laki manapun yang berusaha menyentuhnya. Dan itulah alasannya kenapa di depan gerbang panti asuhan ini, Sarah melarang laki-laki yang berusia 18 tahun ke atas untuk masuk ke dalam panti asuhan ini."

"Jadi ... laki-laki yang berusia 18 tahun ke bawah tidak termasuk ke dalam phobia Sarah?" Endra baru tahu informasi ini.

Bu Diyah mengangguk. "Kamu sebelumnya juga melihatnya kan, kalau penghuni panti asuhan ini bukan hanya anak-anak kecil saja. Tapi juga remaja. Dan mereka yang masih remaja, tetap bisa berkomunikasi dengan Sarah tanpa ada masalah apa pun."

Ini jelas informasi baru yang akhirnya Endra dapatkan. Rupanya, phobia Sarah tidak serta merta untuk semua yang berjenis kelamin laki-laki saja. Tapi ternyata ada pengecualian.

"Jadi saya harap, dengan keberadaan kamu yang akan selalu ada di sekitar Sarah, saya harap kamu bisa membuat Sarah lebih membuka diri kepada laki-laki. Meskipun saya tahu itu akan sangat susah dilakukan. Tapi, karena Sarah sendiri yang mengijinkan kamu masuk ke dalam kehidupannya, maka saya yakin Sarah juga akan bisa menerima kamu sepenuhnya. Dan hal itu akan menjadi langkah awal agar Sarah bisa menerima kehadiran kamu sebagai seorang laki-laki dewasa."

Endra jadi termenung. Bu Diyah sendiri sudah memberikan restu padanya untuk memasuki kehidupan Sarah. Dan dengan restu lain yang diberikan oleh Asti, Endra jadi semakin yakin untuk bertarung melawan kebencian Sarah pada laki-laki.

Fiuuh...aku heran kenapa yang baca cerita ini nggak sepesat biasanya. Readersnya segitu2 aja. Hmm...apa jangan2 ngebosenin ya. Hiks, aku sedih.

- AdDina Khalim

AdDinaKhalimcreators' thoughts