webnovel

Boyfriend

"Dia benar-benar kesini," gumam Zefa. Dirinya tidak akan terkejut ketika melihat Joshua yang sudah duduk santai di ruang makan bersama dengan kedua orang tuanya serta Bimo. Zefa melangkahkan tungkai menuruni anak tangga, serta lekas duduk di meja seberang Joshua.

"Zefa kamu tidak pernah bilang jika punya teman baru," ucap Clara. Ia senang kedatangan tamu yang akan mengajak Zefa bermain.

Walau anaknya hanya diam serta menatap ke arah Joshua yang masih dengan tenangnya memakan nasi goreng buatan Clara. Pria ini benar-benar nekat sekali untuk bisa datang kemari.

Berani dan juga tampan.

Maksud Zefa, ia harus bersiap untuk malam minggu kali ini, semuanya akan hancur sebab ia harus menghabiskan waktu dengan Joshua yang belum berani ia lawan. Padahal, ia sudah berangan-angan akan membaca novel vampir penghisap darah yang beromansa manis dengan seorang pembuat game posesif malam ini.

Wah! Zefa tidak sabar ingin segera mengetahui kisah kelanjutan Dirgan serta Anna di Untouchable Fond karya kak Tamiya.

"Jadi begini, saya ingin mengajak Zefa pergi ke pasar malam," ucap Joshua meminta izin kepada kepada orang tua Zefa.

"Ya, tentu silahkan, asal jangan terlalu mlam," sahut Ibu dengan bersemangat.

"Jangan lupa berpamitan pada dunia, jika kau berani menyakiti adikku," ancam Bimo. Ia mengacungkan pisau kepada Joshua yang malah terkekeh sembari mengacungkan jempol. Seakan-akan, menandakan jika mereka berdua, sebentar lagi akan sangat akrab.

"Yang terpenting, kamu harus menjaganya jika kalian sedang bermain," sahut Ayah Zefa. Joshua pun menyanggupi semua persyaratan yang di lontarkan keluarga Zefa.

Apalagi, senyuman Joshua semakin merekah, ketika tahu... Jika Bimo yang pernah ia sangka-sangka pacar Zefa itu, ternyata hanyalah kakak kandungnya saja.

Tubuh Joshua menghangat dengan bunga bayangan yang bertaburan ketika mengetahui jika Zefa yang kini ia tunggu untuk berganti pakaian itu ternyata tidak memiliki kekasih.

Sedangkan Zefa sendiri, hanya bisa diam dan pasrah dengan keadaan yang saat ini tengah menimpa dirinya. Sebelum ia pergi, Zefa menatap dirinya sendiri dari pantulan cermin yang membuatnya ingin sekali memaki kakak senior yang tidak pernah mempertimbangkan pendapatnya.

"Aku harus bagaimana untuk mencegah hal ini, agar kak Joshua tidak mendekati aku?" tanya Zefa. Ia memandangi dirinya sendiri. Lekas mencoba untuk lebih tegar serta beranjak dari meja rias tersebut tatkala ketukan pintu bersama dengan ia yang akan keluar itu membuat Zefa pun membuka bingkai kamar.

Darahnya berdesir panas ketika mendapati Joshua dengan kedua lengannya yang masuk ke dalam celana jeans hitam itu pun spontan menatap isian kamar Zefa.

"Wah... Tempat tidurmu sangat rapi," ungkap Joshua. Zefa mengusap tekuknya tatkala ia memajukan langkah mendekat kepada Joshua yang merunduk sebab, Zefa memang terlalu dekat dengan raganya. Hanya agar bisa segera menutup pintu kamar.

Kedua sepatu kets mereka bahkan beradu dengan lembut hingga Zefa menelan salivanya. "A-ayo berangkat, kak..." ajak Zefa.

***

Di sepanjang perjalanan menuju ke pasar malam. Zefa dan Joshua hanya terpaku diam. Ketika keduanya malah dihantui momen kedekatan dua raga yang membuat Joshua beberapa kali menggenggam erat setirnya.

Ia bahkan bisa mencium aroma shampo mint Zefa hingga Joshua menggeleng beberapa kali, sebab ini semakin lama, terasa semakin menganggu.

Begitupun dengan Zefa yang ingin mengajaknya berbicara. Namun perasaan takutnya masih mendominasi nyali agar ia bisa mengurai kecanggungan yang melanda.

Walau sampai tempat yang mereka berdua tuju pun, tak ada yang mau membuka mulutnya. Joshua lantas turun terlebih dahulu dan membeli tiket langsung tatkala Zefa masih menunggunya di depan pintu masuk.

Sambil menunggu kedatangan Joshua yang cukup terasa kaku di banding sebelumnya. Zefa mengedarkan pandangan untuk suasana malam ini yang benar-benar ramai sekali.

Buak! Zefa yang masih anteng menilik sekeliling itu malah terkejut tatkala seseorang yang tergesa menabraknya hingga ia tersungkur di atas tanah tandus. Pria yang mengenakan hodie yang ditudungkan serta jeans serba hitam itu membuatnya geram.

"Aish, lihat-lihat dong kak! Ini sakit tahu!" ucap Zefa. Ia mengusap bahu kirinya tatkala Joshua yang telah selesai membeli dua tiket masuk pun terkejut ketika melihat Zefa terjatuh—malang.

Joshua spontan melangkahkan tungkai tergesa ke arah Zefa yang mencoba untuk beranjak, walau kedua lengan besar memegang bahunya untuk membantu ia berdiri.

Zefa lantas menilik ke arah belakangnya, tatkala Joshua yang mengeraskan rahang itu membuat Zefa menelan saliva, sebab Joshua terlihat marah sekali. Walau pria yang akan Joshua marahi itu, ternyata sudah menjauh pergi—melarikan diri. Tanpa meminta maaf, atau mencoba untuk menolong Zefa.

Sialan memang.

Apalagi, Zefa semakin nanar saat Joshua dengan cergas akan mengejar pria tersebut, hingga ia spontan memegang lengan Joshua untuk menahannya. "Ka-kak... Sudah, tidak apa," ucap Zefa.

"Tapi—"

"Tidak apa kak, tidak apa," ucap Zefa kembali. Ia mencoba untuk menenangkan Joshua yang mematri atensi kepadanya. Menelisik apa Zefa terluka atau tidak, walau fokus Joshua kemudian beralih pada lengan Zefa yang masih mengenggam pergelangan lengannga.

Apalagi, fokus Zefa malah masih terpaku pada pria yang terasa familiar. Mengapa, ia merasa jika pria yang sekarang ini, adalah pria yang juga menyenggol nya sewaktu di mall?

Joshua menepis lengan Zefa yang membuat anomali laju jantungnya semakin berdetak cepat. Ia berdeham hingga berjalan terlebih dahulu melewati Zefa yang sama tercekat, sebab lengannya bertengger manis barusan. "Ayo masuk," ucap Joshua.

Joshua sungguh tidak menyangka, jika ada seseorang yang bisa melarangnya hingga ia tidak jadi bertindak seperti sekarang ini. Pengalaman pertama betapa menantangnya Zefa bagi Joshua, membuat pria ini menelan saliva sebab... "Kenapa aku menuruti perkataan nya?" gumam Joshua.

Begitupun dengan Zefa yang merasa, bahwa tindakan Joshua terlalu kekanan-kanakan. Terlihat marah hanya karena ia mencegah kakak senior itu memperparah keadaan yang bisa menarik perhatian banyak orang.

Langkah Joshua pun, terhentikan di depan sebuah wahana bianglala. Ia menoleh ke arah Zefa yang berada di belakangnya. Berkedip polos serta mengikuti kemana pun Joshua membawanya. "Mau naik?" tawar Joshua.

Ia menggerakkan torsonya tatkala Zefa melihat ke arah wahana yang membuat ia menelan saliva. Toh, ini gratis. Zefa hanya perlu berusaha untuk menikmati nya saja. "Ayo!" sahut Zefa.

Semoga, Ia tidak akan menyesali keputusannya karena melihat Joshua yang mau berbicara dengannya kembali, sudah membuat Zefa menjadi jauh lebih lega.

Lagipula, Joshua tidak melakukan apapun yang melanggar sesuatu di luar batasan manusia yang tengah mendekati secara paksa, Zefa yang beberapa kali menolak kedatangannya.

Walau sebuah lengan yang terjulur membuat Zefa tertegun sebab ia, apakah harus menerima dan menyambut lengan Joshua yang membantunya naik ke atas sebuah papan agar bisa naik kandang bianglala yang akan berhenti.

"Tanganku pegal," ucap Joshua. Zefa lantas menerima uluran lengan Joshua yang merasa candu dengan jemari cantik ini menyentuhnya. Ia menarik Zefa serta menuntunnya untuk naik kandang.

"Takut ketinggian tidak?" tanya Joshua.

"Bagaimana dengan kamu kak? Takut ketinggian?" sahut Zefa menantang. Sontak saja, hal tersebut membuat Joshua menyeringgai. Sebab, jawaban Zefa membuatnya kembali tertantang.

"Yang menjerit dapat hukuman, bagaimana Zef?"

"Kamu akan kalah dalam waktu singkat Kak," timpalnya. Joshua terkekeh mendengar jawaban klise lagi yang membuatnya berdebar. Bukan karena ketinggian bianglala.

Hanya saja, bersama dengan seorang wanita yang selalu pintar dalam menjawabnya itu, membuat Joshua hampir jungkir balik saking senangnya bisa berkenalan dengan Zefa.

"Okey, yang kalah harus kabulkan satu permintaan," ucap Joshua.

"Jika aku menang, belikan aku lima paket es krim matcha," jelas Zefa.

"Jika aku menang, kamu jadi pacar ku," timpal Joshua.

"Deal!"

To Be Continued...