webnovel

Dumb Dumb

Bab 7. Dumb Dumb

"Den, ayo makan," ajak bibi pengurus rumah. Ia mengetuk pintu kamar anaknya yang malah abai dengan suara tersebut. Joshua malah berfokus dengan memandangi lipcream yang ia beli tadi bersama Zefa tadi.

Senyum tipis dari sembir manisnya, pun mulai mengembang dengan sempurna. Joshua terus mencoba untuk membayangkan momentum yang ia habiskan bersama dengan Zefa.

Bagaimana cara ia menolak Joshua yang akan membelikannya sebuah album, padahal jelas-jelas wanita itu menginginkannya. Atau saat betapa merahnya pipi Zefa ketika ia memoles lipcream pada bibir cantik tersebut.

Joshua mencoba, mengenang semuanya dengan indah. Walau sebuah barang pecah telah membuyarkan lamunan Joshua yang spontan berdecak tatkala kedua orang tuanya bertengkar.

"Aku setiap hari memberimu uang!" bentak Ayah Joshua.

"Tapi uang yang Ayah berikan tidak cukup!" sahut isterinya.

"Kau saja yang terus berfoya-foya Julia! Kau juga memanjakan Joshua yang tidak berguna!" bentaknya.

Pertengkaran seperti sekarang ini, kerap sekali terjadi. Joshua yang berada di kamarnya hanya bisa mendengkus sebal, karena yang mereka bahas hanya persoalan material.

Namun malam ini Joshua mulai muak dengan perilaku kedua orang tuanya, ia membanting vas bunga yang berada di atas nakas ke arah cermin—lemarinya.

Prangg! "DIAMMM!" teriak Joshua.

Mendengar amukan dari anak sulung tersebut, membuat keduanya pun berhasil saling membungkam mulut.

Joshua dengan suasana hati yang berubah menjadi buruk itupun, lantas memutuskan untuk keluar rumah dengan tergesa. Menaiki mobil tanpa arah tujuan, dengan kecepatan yang cukup tinggi.

Hujan gerimis yang membawa semua kalut Joshua pun terbelah di jalanan yang tengah ia lalui. "Kenapa mereka berdua hanya memikirkan uang? Apakah mereka berdua pernah memikirkan bagaimama perasaanku?" gerutu Joshua.

Joshua menghentikan mobilnya di sebuah taman, Ia keluar dari mesin tersebut, serta menduduk diri di atas sebuah kursi besi yang tersedia berjejer di sana.

Joshua yang mencoba untuk menenangkan hari itu pun, malah mendongak ketika merasakan butiran-butiran air menetes tepat di atas kepalanya.

Ia lantas menyandarkan punggungnya serta menatap langit suram yang menggambarkan bagaimana keadaan hatinya saat ini.

"Menyedihkan," gumam Joshua.

***

Seperti jam-jam istirahat biasanya. Zefa kini sedang melakukan aktivitas yang menjadi hobi terfavorit dan bermanfaat. Yaitu acara 'tidur'.

Bagi Zefa, tidur adalah bagian dari kebutuhan pokoknya, dengan di temani kipas angin yang masih menyala dan buku yang sudah ia tumpuk. Zefa mulai memejamkan mata—menghadap arah dinding.

Suasana ini paling nyaman bagi Zefa karena tidak ada satu orangpun di kelasnya yang akan menganggu. lalu Agus dan Maria juga pergi ke kantin. 'Cukup aku dan bukuku yang tahu'. Sesaat setelah Zefa menutup matanya. Ia malah mendengar suara yang sangat familiar di daun telinga.

"Ternyata benar kau ada di sini. Dirimu seperti kuala pemalas saja." Mendengar ejekan seperti itu. Zefa masih tetap dalam posisi nyamannya dan tidak mendengarkan apa yang orang itu katakan karena jika ia menanggapinya, pastinya jam tidur siang Zefa akan terganggu.

Lebih baik, ia berpura-pura sudah terlelap saja.

"Heh bangun!" ucap Joshua. Ia menendang meja yang membuat Zefa tercekat samar sebab mendengung hingga ke telinganya.

'Joshua sialan!' batin Zefa pun mulai ikut merasa geram dengan apa yang Joshua lakukan. Jam tidur Zefa benar-benar rusak karena pria ini menganggu nya.

Zefa pun, mau tidak mau, mulai mengangkat kepalanya dan melihat Joshua sang senior yang garang itu pun lekas duduk di kursi samping nya.

"Akhirnya bangun juga."

"Kak aku mohon biarkan aku tidur dengan nyaman dan tenang," pinta Zefa secara tiba-tiba. Memohon dengan sangat agar Joshua ini cepat pergi dari hadapannya, sebab Zefa sungguh harus pergi tidur dan beristirahat.

Tatapan Joshua pun seketika berubah menjadi jauh lebih tajam. Zefa yang juga menyadari hal tersebut pun langsung menurunkan tangannya dan memalingkan wajah ke arah lain. Sebab seperti nya, ia salah dalam merangkai kata-kata.

'Astaga... Sepertinya aku salah lagi' batin Zefa.

Joshua mengeluarkan sebuah brosur dari dalam kantong celananya lalu meletakkannya ke atas meja Zefa. "Aku akan mengajakmu kesana," ungkapnya.

Zefa lantas melihat ke arah brosur tersebut dan membaca isi dari selembar iklan yang diberikan Joshua. "Pasar malam?" lontar Zefa begitu saja.

Ia pun menoleh ke arah Joshua yang menganggukkan kepala dengan semua antusiasnya, berharap jika Zefa bisa menyetujui ajakannya. "Maaf kak, tapi akhir pekan nanti aku ada kesibukan lain."

Sebisa mungkin, Zefa tidak ingin bertemu dengan senior yang ada di sampingnya walaupun ia harus berbohong. Dia tidak ingin terlibat kisah cinta dengan Joshua tempramental yang mulai secara terang-terangan ingin mendekatinya.

"Memang kenapa?"

"Saat malam aku harus mengikuti kelas daring." Sontak saja, hal tersebut tentu membuat Joshua mengeraskan rahangnya. Ia beranjak bangkit serta meninggalkan Zefa yang menolak ajakannya.

Memang mengapa jika Zefa bolos sehari saja agar bisa keluar bersama dengannya. Zefa bahkan sangat tidak perduli apa yang di rasakan Joshua saat ini.

Ia memilih untuk lanjut meletakkan kepalanya ke atas buku serta memejam kembali untuk melanjutkan apa yang belum usai.

Ia bahkan baru memejamkan mata, sebelum sebuah lengan yang menepuk punggungnya membuat Zefa mengernyit. Ia mengira, Jika Maria dan Agus sudah sampai di kelas serta berniat mengganggunya.

Zefa pun mengabaikan tepukan itu namun semakin lama semakin rasa panas yang terasa di pundaknya. Ia spontan mengangkat kepalanya dan berkata, "BERHENTILAH!" gaur Zefa.

Ia terengah ketika baru saja membentak seseorang yang membuat monolit cokelatnya melebar. "Beraninya kau memarahiku!" tekan Joshua.

"Ma-maaf." Joshua mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di meja Zefa serta lekas beranjak pergi meninggalkannya.

Zefa semakin lama semakin sangat-sangat depresi. Dengan pelan ia memukul-mukul kepalanya karena telah membentak orang yang salah. "Bodohnya aku," gumam Zefa.

Ia kemudian memusatkan atensi, kepada dua presensi yang datang. Maria serta Agus sempat melihat Joshua keluar dari kelasnya. Mereka berdua duduk di meja depan dan menatap wajah Zefa dengan semburat rasa penasaran.

"Apa yang Kak Joshua lakukan disini?" tanya Maria. Ia menyodorkan susu pisang kemasan dan roti stroberi kepada Zefa.

Agus yang melihat raut wajah frustasi Zefa pun, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Atensi Agus lantas teralihkan pada sebuah brosur yang bertuliskan 'pasar malam'

Ia pun meraih kertas tersebut dan membacanya dengan seksama. "Apa kamu akan pergi ke sini Zef?" tanyanya.

Zefa sebenarnya tidak tahu, apa ia ikut atau di paksa ikut oleh Joshua karena barusan ia membentaknya. "Aku juga tidak yakin," sahut Zefa.

Mendengar hal tersebut, kedua temannya itu, spontan memberikan ulasan senyum sempurna saat mulai menangkap pergerakkan Joshua dengan Zefa. "Aish sejak kapan kau dekat dengannya?" tanya Maria.

Zefa bertompang dagu dan menatap ke arah kedua temannya secara bergantian. Ia tidak menyangka, jika respon Maria serta Agus sangat berbeda sebab mereka terlihat senang.

"Kenapa kalian gembira?"

"Tentu saja senang, Zefa kami tidak akan menjomblo lagi nantinya," sahut Agus.

"Ugh! Aku akan mendukung kak Joshua sepenuh hati," sahut Maria.

"Kalian teman siapa sih?" timpal Zefa.

"Ini kesempatan bagus Zef. Jangan menyia-nyiakannya," jawab Agus.

"Jadi, kamu terima ajakannya?" desak Maria.

"Tidak," balas Zefa singkat.

"Kenapa?" tanya Agus.

"Kalau pun aku menolaknya. Kemungkinan kak Joshua juga akan menjemputku sendiri," timpal Zefa. Apalagi jika menilik perangai yang Joshua hantarkan dengan tenang tadi.

Jelas, Zefa tidak akan lolos dari apapun.

To Be Continued...