- Kinan POV -
Jam berdentang menunjukkan pukul sembilan malam. Akhirnya aku bisa pulang juga ke rumah untuk beristirahat dengan santai. Tapi sebelum itu, aku harus beres-beres kafe sekitar lima belas menit. Itu artinya aku akan tiba di panti yang menjadi rumahku sedari kecil sekitar pukul sepuluh malam. Untung Leo berbaik hati ingin menungguku dan mengantarku pulang ke panti. Uang transportasi yang tak kugunakan ini bisa kutabung untuk persiapan aku berangkat ke negeri yang kuimpikan. Untuk itu, aku merahasiakan negara yang ingin sekali kukunjungi dan aku akan beritahu kalian saat aku akan berangkat ke sana. Memikirkannya saja, aku sudah dibuat senang.
Akhirnya, pekerjaan bersih-bersih telah selesai aku lakukan. Aku menyusul Leo yang sudah lama menungguku di luar, parkiran kafe. Ngomong-ngomong bicara masalah Leo, cowok itu lebih dua tahun dari aku tapi karna dia nggak mau ada embel-embel 'kak' di awal namanya, jadi aku terpaksa hanya manggil namanya saja. Katanya sih, dia terdengar seperti tua jika harus menggunakan embel-embel untuk memanggilnya. Huuh, dasar Leo si rempong. Tapi jangan salah, Leo itu sahabat aku mulai dari aku duduk di bangku SMP hingga sekarang. Leo sekarang lagi ngelanjutin kuliah di salah satu university ternama di Jakarta. Tau kann, yang namanya Universitas Indonesia. Hehe... Ya, dia salah satu mahasiswa kedokteran di Universitas Indonesia. Sudah bisa nebak kann, gimana otak Leo. Yup, Leo itu cerdas banget apalagi kalau soal matematika dia jagonya. Menurut gue sih, Leo itu anaknya dingin banget banget dan gak neko-neko tapi yah gitu deh, aku nyaman sahabatan sama Leo. Kok malah curhat tentang Leo sih?🤔
Tiba di parkiran, aku melihat Leo yang sedang asik dengan ponsel pintarnya itu. Entah apa yang ia lihat di layar ponselnya. Aku hanya mendekati dengan diam. Tiba di sampingnya saya hanya mengamatinya dalam diam yang begitu serius dengan ponselnya. Dan kalian tau apa yang Leo lihat di ponselnya? Kalian mungkin nggak percaya kalau kalian lihat secara langsung. Penasaran? Haha jangan tegang gitulah, santai ajah kayak di pantai. Hehehe.... Kok malah ngawur yah?😂
Di layar ponsel Leo aku melihat banyak sekali chat yang masuk hingga Leo hanya menscroll naik dan turun saja sambil membuka chat yang masuk untuk membacanya. Setelah itu? Leo hanya menutup chat dari cewek-cewek yang jatuh hati padanya, sekedar di-read doang. Wow, aku sih nggak heran kalau cewek-cewek nempel sama dia secara dia ganteng banget. Matanya yang hitam bulat itu dengan mimik wajah yang tegas menjadi satu pemandangan yang indah. Aku sih udah biasa dengan ketampanannya. Sampai-sampai aku pernah dibully di sekolah gara-gara Leo nempel terus sama aku. Padahal kann, aku nggak ada niat untuk ngedeketin Leo. Nasib punya sahabat ganteng.
Tak berselang lama, Leo menyadari kehadiranku. Ia segera memasukkan ponselnya ke saku celana jeans berwarna biru dongker yang dipakainya. Dia hanya diam seribu kata, aku hanya cuek dan mengambil helm yang ia serahkan kepadaku. Kami pun meninggalkan area kafe.
🍃🍃🍃
Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, aku segera menyerahkan helm yang kupakai pada Leo.
Aku membuka percakapan di antara kami berdua,"Thanks udah nganterin balik ke rumah."kataku sambil tersenyum manis ke arahnya.
"No problem."jawab Leo singkat dengan ekspresi datarnya.
"Dasar muka datar!!"umpatku dengan nada pelan.
"Aku masih bisa denger."
"Baguslah kalau kamu denger, supaya kamu itu sadar kalau kamu tuh cowok yang tanpa ekspresi."kataku yang mulai kesal dengan ekspresi datarnya.
Leo tidak menggubris ucapanku. Aku menghela napas panjang,"Yaudah, kamu hati-hati di jalan. Aku masuk dulu, pengen istirahat. Capek banget! Byeee..."pamitku dengan agak ketus dan beranjak meninggalkan Leo yang masih setia memperhatikanku masuk ke panti.
🍃🍃🍃
Entah kenapa malam ini aku merasa gelisah. Aku pun sudah memaksakan mataku untuk terpejam, tapi itu tidak berhasil. Padahal aku sangat capek setelah seharian bekerja. Aku bangkit dari tempat tidur dan memandang langit dari jendela kamarku sambil memegang liontin yang kata Bunda Riana sudah ada sejak aku ditemukan oleh Bunda.
Tak terasa air mataku jatuh dari pelupuk mataku. Hatiku pun mulai sesak ketika harus kerinduanku padanya. Yah, pada ibuku. Aku merindukan kehangatannya yang tak sempat aku rasakan. Sampai sekarang aku menantikan kehadirannya untuk menjemput diriku. Tapi sampai sekarang pun dia belum datang. Sampai kapan aku menahan rinduku padamu, Bu? Aku rinduuu, sangat rindu malah. Kadang terbersit rasa cemburu dalam hatiku setiap aku melihat anak dan ibunya saling berbagi kisah dan cintanya satu sama lain. Kuhirup udara dalam-dalam untuk menetralkan perasaanku kembali dan segera menghapus lelehan air mata yang jatuh di pipiku. Setelah itu, aku segera menuju ke tempat tidurku yang hanya cukup diriku dan merebahkan tubuhku sejenak sebelum menyambut pagiku lagi.
- Kinan POV End -
🍃🍃🍃
Nah untuk chapter ini full Kinanti dulu yah. Soalnya harus dapat feelnya dulu. Hehe, nggak mewek kann baca curahan hatinya Kinan?
Kalau ada yang kurang atau comment tentang cerita aku, Monggo yah! Nggak papa kok! Aku juga butuh kritikan dan saran untuk mengembangkan hobi nulis aku lagi. Hehehe??
Jangan lupa divote dan dicomment yah, teman-teman. Sampai jumpa lagi di chapter berikutnya. Byebyee, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ???