webnovel

Chapter 2

Semoga ini pilihan terbaik ku, dengan keyakinan yang sedari jauh-jauh hari untuk ku putuskan kini, tibanya untuk waktu keberangkatan ku. Aku meletakan koper di sisi kanan tubuh, memberikan pelukan hangat kepada ayah dan ibu. Kini Bandara Internasional Husein Sastranegara tempat pemberangkatan ku menuju tempat yang aman untuk hati dan perasaan ku, untuk mencapai itu semua mengharuskan ku merelakan kedua orang yang aku sayangi untuk ku tinggalkan beberapa hari kedepan.

“Bu, Aira izin pergi.. ibu dan ayah sehat-sehat ya, tunggu Aira pulang tetaplah menjadi tempat Aira mengingat rumah, Aira sayang ibu dan ayah.” ujar ku seraya memeluk keduanya, ibu menepuk punggung ku begitu lembut.

“Putri ibu sudah besar, ibu percaya kamu bisa melewati ini semua, restu ibu di tangan mu nak.” ku tarik diri menatap ibu yang kini begitu sendu, tuhan berikan lah kebahagiaan setelah kesakitan ini.

“Kamu tetap anak perempuan ayah yang masih kecil, ayah tidak tahu mengapa waktu mengubah gadis kecil itu begitu cepat, tumbuh menjadi wanita cantik. Ayah percaya putri kecil ayah itu begitu kuat.” aku tersenyum mencium punggung tangan ayah, mengucapkan kata Terima Kasih serta mendoakan sesuatu untuk mereka.

Ku tatap kembali keduanya, memberikan senyuman kecil. “Kalau begitu Aira izin pergi bu, yah, titip salam buat mbak Asha.” ujar ku mengingat mbak Asha tidak dapat mengantarku karena ia tengah melakukan tugas mengajarnya di pesantren, ibu mengangguk.

Mata ku menelisik ke belakang punggung kedua orang tua ku, aku tidak menyangka dia ada disini berdiri di belakang punggung orang lain. hati berdesir, aku tidak menyangka ia mengantarkan keberangkatan ku walaupun dia tidak datang untuk menyapa. Kutahan air mata yang akan lolos, menggigit bibir untuk menghalau rasa sakit yang membuat dadaku sesak. Aku dapat melihat mata itu, mata yang membuat aku sejatuh-jatuhnya yang membawakan dalam perasaan terombang ambing, tetapi ini adalah jalan terbaik untuk aku dan dirinya.

Mas Marvin.—

Kini aku telah berada di dalam pesawat, sudah lima menit berlalu saat aku meninggalkan bunda dan ayah di tempat keberangkatan. Ingatan ku jatuh ke sosok berbaju Navy dengan jaket hitam serta celana jeans yang membalut tubuh itu, tatapan mata itu masih ku ingat yang terus membawaku kedalam masa lalu. Aku tidak tau apa yang ia pikirkan sehingga datang tanpa yang lain tahu, berdiri dengan jarak cukup jauh memandang tanpa berkedip, ada apa dengan mas Marvin?.

Aku menggeleng pelan, aku tidak boleh memikirkan pria yang telah milik orang lain aku akan mencoba melupakannya walaupun begitu sulit. Helaan nafasku loloskan untuk mengurangi sesak yang masih saja melingkupi, aku memilih fokus untuk membaca novel yang ku bawa sedari tadi untuk menjaga ku selama penerbangan.

Hari itu cuaca tidak begitu mendukung, air turun dengan deras ke bumi meninggalkan genangan-genangan air di sisi jalan. Membalut rasa dingin, kutarik jaket yang ku pakai untuk menghalaunya. Aku terus menatap hujan yang turun kian deras, membuat jalanan sepi terlihat juga banyak yang berteduh salah satu dengan sosok pria yang menggunakan motor matic dan meletakkannya di punggung jalan mengibaskan rambutnya yang basah.

Aku mencoba mengalihkan tatapan, “maaf, apa anda memiliki tisu?” tanyanya, aku mencoba mencari benda putih tipis itu dan memberikannya.

“Terimakasih.”

Aku mengangguk, melihat tampilannya sepertinya dia seorang mahasiswa. Pria itu terlihat sibuk menyingkirkan air di rambutnya, tatapan kami bertemu membuat ku membuang pandangan. “Kenalkan nama aku Marvin.”

Aku menatap tangan yang terulur itu, ada senyuman lebar yang ia tampilkan membuat ku sedikit ragu. dengan perlahan aku menerima uluran tangan itu “Aira.”

Pertemuan itu membuat ku mengenalnya lebih jauh, membuat rasa nyaman itu kian memenuhi hati. harapan kecil itu kian menjadi harapan besar, saat ia membawa ku ke dunianya mengenalinya kepada teman-temannya. aku menyukainya, tingkah, sifat, senyumannya itu membuat siapa saja tertarik untuk lebih lama dekat dengannya dan aku sudah jatuh ke sosok yang membuat rasa nyaman ini begitu besar. ——

Bayangan itu sekilas mampir membawa kenangan dalam rintik kan hujan yang mulai membasahi kaca pesawat, ku tutup novel tersebut dan memejamkan mata aku tidak boleh jatuh lebih dalam dari masa lalu ini.

[..]

Cuaca dan suhu berubah drastis saat kaki ku memasuki area penjemputan, aku bisa menangkap sosok wanita yang melambaikan tangannya dengan kipas berbentuk bulatan berbahasa Indonesia yang bertulis nama ku. Aku tertawa melihat nya cara menyambut ku, dia pikir aku ini artis idol yang harus disambut seperti itu.

Aku menghampirinya, “Aira, I Miss You so, much.” ujarnya seraya memberikan dekapan yang ku balas tak kalah hangat.

“Aku merindukan mu.”

“Arayo, tanpa memberitahuku, aku sudah tahu kau merindukan ku begitu berat.”

Aku berdecak, “Aish percaya diri sekali kamu.” kataku penuh canda. kami saling merangkul dan melihat penampilannya kini telah berubah membuat ku seperti tidak mengenali sosok nya dulu, penampilannya bak artis Korea membuat ku pangling melihatnya.

“Kau berubah banyak Mil, kamu apa kabar?.” tanya ku, kini kami ke parkiran dimana mobil Mila berada, Mila terlihat lebih fresh sebelum hari dimana ia memilih pergi.

“Aku baik, kau tau aku berubah banyak setelah aku mulai menghargai hidup.” balasnya di belakang kemudi, melihatnya tersenyum membuat ku yakin dia begitu berubah banyak. sosok Mila tidak lebih dari wanita yang saat itu tidak tau arah jalan hidupnya, ia terlihat luntang lantung bekerja pagi hingga malam dan selalu bersabar menghadapi semuanya. Dimana membuat titik kehidupannya tidak bisa lagi ia tanggung, ia dijual oleh ayahnya sendiri sampai beberapa pria yang sering membawanya dan dimana ia bertemu dengan pria yang mengubah hidupnya sendiri yang membuatnya bisa pergi ke Korea.

Ingatan itu masih melekat dalam benak ku, aku bersyukur jika ia baik-baik saja. “Bagaimana kabar ayah dan ibu,hm.”

“Alhamdulillah mereka baik, juga mereka titip salam buat kamu.”

“Ah aku merindukan mereka, sudah lima tahun ya nggak terasa.” katanya mengingat kan ku kejadian-kejadian kecil bersamanya, aku mengangguk sudah lima tahun ia tidak pernah kembali ke Indonesia dan sudah empat tahun kami kehilangan kabarnya dan tetiba setahun lalu ia muncul menyapa lewat pesan email yang membuat ku begitu terharu.

“Oh ya aku melupakan satu orang lagi, bagaimana dengan Mbak Asha kudengar ia akan segera menikah.”

Aku menghela nafas menyandarkan tubuh di kursi penumpang, ada rasa berat yang mesti aku ceritakan dengan Mila. “Iya, mbak Asha akan menikah.”

“Ah aku pikir, aku salah dengar. Siapa pria itu? Apa aku mengenalnya.”

Aku menunduk, memainkan jemari ku dengan gelisah. “Ada apa?,” tanya Mila yang membuat ku menahan sesak yang menyerang, aku harus melupakannya.

“Mas Marvin, dia calon mbak Asha.”

Mila ngerem mendadak, sehingga mobilnya ditabrak dengan mobil di belakang kami. Mila mendesis, ia turun dari mobil dan melihat body belakang mobilnya tersebut, mendesah panjang. Aku segera menghampirinya dan melihat apa yang sudah diperbuat, mobil yang menabraknya membuat orang tersebut keluar dan menghela nafas gusar.

Aku tidak tau situasi apa ini, tetapi aku yakin Mila akan ganti rugi dengan hal ini. “Mianhae.,”

“Lain kali anda harus lebih berhati-hati.”

Mila mengangguk ia memberikan kartu namanya, “Anda bisa hubungi saya, saya akan mengganti harga yang harus saya bayar.”

Pria itu mengambil kartu nama Mila, aku hanya diam memperhatikan mereka. Tanpa ku sadar mata kami bertemu, aku seperti mengenalnya tetapi aku mencoba menghalaunya dan ia izin untuk melanjutkan perjalanan nya meninggalkan ku bersama Mila yang sudah terlihat kusut.

“Maaf Mil, gara-gara aku kamu jadi rem mendadak gini.”

“Nggak, bukan salah mu hanya aku saja yang kurang fokus. Ayo masuk.” aku menyusulnya kembali masuk ke dalam mobil, wajah tampan itu membuat pikiran ku mengacak memori. Ada beberapa film dan drama yang aku tonton sebelum tidur, aku seperti pernah melihatnya tapi dimana?. Ah!! bukannya dia Dae-Hyun, yang serial drama itu.

Apa aku baru saja melihat Dae-Hyun? Apa pria itu benar sang aktor?, seperti nya sesampainya di rumah, aku akan menanyakan ini kepada Mila. aku tidak ingin mengganggu wanita itu yang sepertinya lagi tidak mood, ah setidaknya ada obrolan setelah dirumah dan melupakan obrolan tentang ku dan mas Marvin.

___