webnovel

Chapter 16

Dae-Hyun dan Aira menghabiskan waktu di Jeolla, provinsi di Korea Selatan yang terlihat menawan dengan segala keindahannya. Panorama alam begitu terlihat indah saat mata memandang, Aira benar-benar takjub dan bahagia bisa mampir disini. Jeolla adalah provinsi yang jarang dijejaki oleh turis, mengingat tempatnya lumayan jauh dari Seoul.

Sekitar empat jam yang mereka lalui dari perjalanan Seoul-Jeolla.

Mereka mampir di kebun teh yang menyajikan pemandangan lebih apik, dedaunan teh yang tumbuh dengan rapi. Salju sedari tadi mulai turun perlahan tetapi tidak membuat mereka berhenti untuk menjejaki Jeolla, Dae-Hyun di sampingnya terlihat berceramah sama penduduk desa disana. Mereka baik dan juga ramah, Aira senang bertemu dengan mereka.

“Coba kamu cium, ini wangi sekali.”

Aira mencoba mengambil daun teh yang telah kering dan menciumnya, wangi suatu hal yang menyejukkan untuk Indra penciuman Aira. Penduduk desa itu menyajikan secangkir teh untuk mereka cicipi, dan tentu rasa dan aromanya berbeda dengan teh di negara Aira sendiri.

“Aku merasa tenang dan damai disini, rasanya tidak ingin pulang.” gurau Aira membuat Dae-Hyun dan penduduk desa itu tertawa, mereka bercekrama begitu hangat dan akrab.

Ibu yang menawarkan teh pada mereka izin pergi dan meninggalkan keduanya di teras rumah, Dae-Hyun menatap langit dengan tenang disisinya Aira yang diam menatap hamparan perpohonan. Mereka sama-sama menikmati waktu kebersamaan mereka, Dae-Hyun juga mencoba untuk tetap tenang dan berdamai dengan segala perasaannya untuk Aira.

Mencintai dan dicintai begitu berarti, tetapi jika suatu hal menjadi penghalang bahkan tidak bisa mereka lewati hanya menuntut sebuah perasaan. Keduanya kembali bermain kepada takdir dan mencoba rela dan ikhlas untuk segala yang telah seharusnya ditempatkan di masing-masing porsinya. Tidak bisa untuk Dae-Hyun maupun Aira egois dengan perasaan yang bahkan dapat melukai semua orang, biarlah mereka seperti ini menjadi teman dan saudara baik yang akan terjalin selamanya dan Aira berharap ia dapat bertemu dan berkumpul dengan Dae-Hyun dan yang lainnya.

“Setelah kamu kembali, aku disini dengan yang lain menjalani hari-hari seperti biasa. Aku berharap kamu selalu disini, tapi aku tidak bisa menuntut segala yang aku ingin kan,” Dae-Hyun menoleh menatap mimik mata Aira.

“Aira.” panggil Dae-Hyun, yang di balas dengan gumaman Aira.

“Nae maeumi deullini? Nal Saranghandamyeon, Wae ddona gaya hae?” pertanyaan Dae-Hyun membuat hati Aira gamang, ia tidak tau kenapa Dae-Hyun mempertanyakan segala tentang rasanya.

“Oppa.” lirih Aira, sungguh ia tidak tau harus mengatakan apa karena yang ia tau, ia juga dalam rasa bingung.

Dae-Hyun membuang pandangannya jauh kedepan, menatap hamparan langit yang orange dan terlihat salju yang perlahan turun.

“Mollakgu , Na gateun saramdo sarangeul haneyo. Sekarang aku tau caranya mencintai, tetapi sekarang aku tidak punya orang untuk dicintai.” Aira menunduk ia tidak berani menatap Dae-Hyun atau sekedar membuang pandangan jauh kedepan, Aira salah ia sudah salah memberikan perasaan bahkan memberikan sebuah harapan untuk Dae-Hyun sendiri.

“Mian, apa yang harus aku lakukan sekarang?”

Dae-Hyun tersenyum kecil, mengusap kepala Aira dengan halus dan pelan. Lagi, tatapan mereka beradu. “Jadilah diri kamu, tetap seperti Aira yang dulu dan sekarang yang aku kenal.”

Aira menangis, perasaan Dae-Hyun begitu berharga. Aira bahkan tidak bisa menyakiti perasaan tulus itu, Dae-Hyun mendekatkan wajahnya memberi jarak sedikit di sela wajah Aira pria itu hanya memejamkan matanya menikmati aroma Aira yang bahkan tidak bisa iarasakan lagi dalam jangka waktu yang panjang. Di balik itu Aira hanya diam, kaku dengan segala reaksi yang tiba-tiba dari Dae-Hyun.

Pria itu menarik diri menatap tulus ke mata Aira, tersenyum kecil walaupun hatinya dalam sayatan luka. “Aku akan berkunjung ke Indonesia, aku harap kita bisa bertemu kembali. Dan ingat Aira, tetaplah bahagia dan menjadi diri kamu. Jangan jadikan perasaan ku atau perasaan mu untuk kamu berhenti mencintai seseorang. Aku percaya sesuatu menunggu kepulanganmu Aira, berikan dia waktu dan pertimbangkan kembali akan perasaanmu kepadanya.”

Perkataan Dae-Hyun membuat Aira berpikir untuk memutar semua kalimat pria itu lontarkan, Aira tidak mengerti dari segala maksud dari Dae-Hyun segala perkataannya membuat Aira terus berpikir dan mencari sesuatu dalam setiap kalimat tersebut.

“Permisi, tuan dan nona kamarnya sudah siap.” seorang wanita yang berpakaian khas orang Korea datang, Aira menoleh.

“Kamar? Maksudnya?”

“Kita akan menginap satu malam disini.” ujar Dae-Hyun seraya berdiri, Aira yang melihatnya terdiam sesaat.

“Oppa tidak mengatakan hal ini sebelumnya.”

“Kejutan.” kekeh Dae-Hyun membuat Aira merengut, pria ini memang penuh kejutan.

“Untuk Nona, baju nya sudah saya siapkan.” Aira hanya berucap Terimakasih, dan keduanya diajak untuk pergi ke kamar masing-masing mengingat sudah petang waktunya untuk keduanya bersih-bersih setelah perjalanan panjang serta beberapa kegiatan yang mereka lalui tadi.

Aira kini berada di kamarnya, ruangan persegi dengan lantai yang didasari kayu serta beberapa alat dan meja kecil dari bahan yang sama. Aira bisa melihat baju yang sama persis yang dikenakan wanita tadi dengan motif yang berbeda, sepertinya itu baju yang sudah disiapkan untuknya. Setelah siap membenah Aira mencoba memakai pakai tersebut dan sangat cocok dengan tubuh nya yang terbilang mungil, jilbab yang senada bahkan sudah disiapkan oleh mereka. Aira menyukainya, tampilannya dan motifnya terlihat indah dan menawan.

Ketukan pintu membuat Aira segera membukanya dan menampilkan sosok anak kecil dengan gigi yang tidak rapi, anak itu terlihat cantik dengan kedua pipinya yang gemul.

“Selamat malam Eonnie, makan malam sudah siap.”

Aira tersenyum mengelus pipi gemulnya, “Baiklah, aku akan segera keluar Terimakasih.” anak kecil itu berlari meninggalkan kamar Aira, wanita itu membenarkan kerudungnya sejenak lalu melangkah keluar di mana ruangan yang akan menjadi tempat makan malam mereka. Sebelum ia benar-benar masuk tanpa sengaja ia mendengar suara Dae-Hyun bersama seseorang, yang Aira yakini sang pemilik rumah.

“Menyukai seseorang akan serumit itu, disini sudah banyak kisah cinta seperti kalian. Terlihat dari beberapa penduduk disini yang mencintai seorang muslimah pendatang, jika kau mencintainya, tekad kan pada hatimu terlebih dahulu apakah itu benar-benar cinta atau hanya sekedar rasa suka yang mampir.

Perbedaan antara kalian memang menjadi pengahalangnya, dia wanita baik, dia akan memilih apa yang di pilih sejak dulu, ia akan memeluk apa yang ia peluk sedari dulu. Dia wanita baik, perasan kalian juga baik lakukan dan mulai lah apa yang harus hati kamu ambil, melepaskan adalah jalan terbaik.”

Dae-Hyun menunduk, pria itu sedari tadi bercerita tentang ia dan Aira kepada pria yang memberikan tumpangan untuk mereka menginap. Dae-Hyun mengangkat kepala nya, berujar dengan tegas dan tentu ini sudah menjadi pilihan nya. Tidak ada yang lain yang bisa ia lakukan selain ini, egois? Dae-Hyun tidak bisa memikirkan akan dirinya tetapi ia juga akan memikirkan bagaimana perasaan Aira kepadanya.

“Saya akan mundur, seseorang lebih layak dan menjaganya. Saya yakin, dia akan menjaga Wanita itu lebih baik dari saya. Karena dia, mencintai wanita itu sebelum saya mencintainya. Saya akan mengikhlaskan nya dan membiarkannya pergi dengan tenang, karena perasaan saya adalah kesalahan yang menghalang ruang geraknya. Saya akan memberikan separuh hati saya kepadanya untuk ia bawa, dan saya tidak tau apakah saya bisa bertahan tanpa nya. Karena saya mencintainya.”

Pria paruh baya itu mengelus bahu Dae-Hyun yang perlahan bergetar, perasan pria itu begitu besar untuk Aira. Bahkan pria itu mengikhlaskan segala perasaanya dan membiarkan Aira membawanya dan mengunci segala ruang perasaan Dae-Hyun, pria itu memberikan segalanya bahkan separuh hatinya.

“Kau akan menemukan kebahagian.”

___