webnovel

Permintaan

Zelin pun langsung memutarkan kepalanya ke arah sumber suara. Matanya terpana dengan pancaran mata pria memakai jas hitam itu. Tengah berdiri di pintu, seraya memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Zelin seperti baru pertama kali melihat pria setampan itu, rambut pria tersebut menambah ketampanannya. Apalagi bahu begitu tegap, memperlihatkan bahwa dirinya pria tegas yang berkarisma.

**

Pria tampan tersebut, berjalan mendekati Zelin. "Jadi bagaimana? Silah kan tanda tangan di atas kertas ini." Katanya, seraya memberikan lembaran kertas.

Zelin hanya menatap mata berbulu lentik tersebut. Wanita itu langsung berdiri dari kursi duduknya. Matanya masih terpaku dengan pancaran mata pria di depannya itu, hati Zelin berteriak bahwa pria di depannya adalah jodohnya. Senyumnya langsung tergambar dari wajah Zelin.

"Hai ... kalo saya tanda tangan kontrak itu, hal apa yang saya dapatkan selain materi?" Tanya Zelin, seraya memiringkan kepalanya sedikit seperti menunggu jawab pria di depannya.

Pria memakai jas hitam tersebut, mengangkat berkas di tangannya ke udara. "Makanya baca dulu perjanjian di kertas ini." Jawab ketus.

Kaki Zelin sedikit berjinjit mendekatkan bibirnya ke depan telinga pria tersebut. "Kalo dibalas pakai cinta atau tidur bersama bagaimana?" Bisik Zelin, dengan nada berat berusaha menggoda dengan cara langsung meniup telinga pria tersebut.

Tangan pria itu, langsung melempar kasar map ke atas meja rias Zelin. "Yang sopan kalo ngomong! Di sini kamu untuk bekerja, bukan cari perhatian." Bentaknya, kemudian membalikkan badan. Kakinya hendak berjalan namun terhenti ketika teringat sesuatu. "Pikirkan baik-baik. Dan cepat tanda tangan kontraknya." Lanjut pria tersebut, kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke luar ruangan.

Zelin hanya tersenyum kecut. "Li ... lihat dia begitu menarik dan sex-y ..." Takjub Zelin, seraya tersenyum menatap punggung pria tersebut.

Lili hanya menggelengkan kepala. "Ka Zelin mulai aneh, jadi serius mau tanda tangan ini?" Tanya Lili, sambil mengangkat map berisi kertas-kertas penting.

Setelah punggung pria tersebut tak terlihat lagi, Zelin langsung membalikkan badannya. Kemudian duduk kembali di depan cermin. "Ga tau, lihat situasi dan kondisi." Jawab Zelin, "Mending kasih gua make up lagi." Perintah Zelin seraya memejamkan matanya.

Lili pun mengiyakan perintah Zelin, tangannya mulai sibuk mengeluarkan bedak di tas khusus kosmetik yang telah dibawakannya. Perlahan tangannya mulai merapikan make up artis ternama itu, agar tidak berantakan saat pemotretan. Matanya begitu jeli saat melihat bulu mata palsu Zelin mulai rontok. Segera Lili mengganti dengan yang baru.

Zelin selalu menerima pergerakan Lili pada wajahnya. Karena Zelin sudah percaya pada asistennya. Skill make up asistennya, lebih bagus ketimbang yang lain. Oleh karena itu, dirinya tidak mengijinkan sembarang orang untuk menyentuh wajahnya kecuali Lili. Karena selain aktingnya, suara, wajah adalah asset paling berharga Zelin.

Setelah selesai melakukan rutinitas make up sebelum pemotretan, Zelin langsung berdiri dari tempat duduk. Kemudian berjalan melangkah menuju tempat ganti baju, tidak membutuhkan waktu lama. Wanita cantik itu, sudah mengganti bajunya menjadi baju no.1 yang akan dikenakannya.

Pintu ruang dibuka oleh seseorang. "Zel ayo sekarang waktunya pemotretan dimulai." Ucap salah satu pria, kemudian mulai menghilang dari belakang pintu.

Lili pun mendekati Zelin. "Ayo ka ..." Ajak Lili, sambil mengulurkan tangannya.

Zelin pun menerima uluran tangan tersebut, sebab hills yang digunakan cukup tinggi. Setidaknya Lili membantu Zelin memapahkan kakinya, agar berjalan layaknya berjalan di atas sendal capit. Kaki Zelin melangkah beriringan dengan kaki Lili. Wanita sudah dianggap sebagai adik sendiri.

Setelah sampai di studio photo. Mata Zelin menelaah setiap penjuru ruangan. Begitu banyak produk yang akan Zelin iklan kan. Sebenarnya dirinya sudah malas terjun ke dunia hiburan seperti ini. Hanya saja seperti ada keharusan dirinya melakukan rutinitas pekerjaannya. Salah satu photography melambaikan tangan pada Zelin.

"Zelin, sini." Teriak salah satu pria memiliki bulu di dagunya.

Kaki Zelin mulai melangkah menuju orang tersebut, seraya memberi senyuman. "Salam kenal, mohon kerja samanya." Sapa Zelin, sambil mengulurkan tangan.

Pria muda berjanggut itu menerima uluran tangan Zelin. "Iya salam kenal juga. Perkenalkan nama saya Bagas Subagja. Panggilan saja Bagas." Sapa balik Bagas. Seraya melemparkan senyumannya.

Dengan perlahan Zelin mulai melepaskan tangannya dari genggaman Bagas. "Sekarang aja mulainya bagaimana?" Saran Zelin, masih dengan senyum ramahnya.

"Oke, langsung aja kamu duduk di sana ... sambil pegang produk kosmetiknya." Tutur Bagas, tangannya mulai fokus memegang kamera.

Kaki Zelin pun melangkah ke depan background berwarna putih tersebut. Kemudian duduk di kursi berbentuk kotak, berwarna putih. Tangannya mulai meraih lipstik berwarna kuning ke emas-emasan. Langsung saja Zelin berpose, dengan setiap produk yang ada. Berganti gaya, kemudian mengambil produk bedak. Gaya posenya kembali beda, Zelin langsung berdiri, tangannya mengambil pensil alis. Pensil tersebut di dekatkan dengan ujung matanya. Dengan tangan kiri di pinggang, sebagai gaya pose.

"Ganti gaya ..." Teriak Bagas, tubuhnya bergetar ke kanan dan ke kiri. Untuk mengambil gambar yang sangat memuaskan.

Zelin pun mengikuti setiap instruksi Bagas, setelah selesai. Saatnya ganti baju, dibantu oleh Lili, sebab produk yang akan Zelin iklankan beda lagi. Zelin tahu bahwa dirinya sebagai artis, terlihat keren dimata orang-orang. Padahal dibalik itu semua, Zelin hanya sebagai seseorang yang dapat menguntungkan para pebisnis. Zelin saja bekerja seperti ini sudah terbilang punya segala. Apalagi atasannya yaitu Presiden Direktur.

Setelah memakan waktu begitu banyak saat pemotretan, akhirnya Zelin bisa pulang ke apartemennya. Karena badan Zelin sudah pegal-pegal, dirinya langsung berjalan meninggalkan studio. Berpamitan sambil berjalan, lalu Lili mengikuti Zelin dari belakang. Langkah kaki Zelin begitu cepat. Tanpa mengindahkan kulit di bagian kaki mulai lecet.

Tangan Zelin mulai membukakan pintu ruangannya. Lalu sedikit berlari kecil, menuju kursi duduk di depan cermin. Tangannya langsung melepas sepatu hak tinggi tersebut, dengan wajah sangat lesu karena capek. Menjalani hari seperti ini setiap hari, mungkin dirinya akan memikirkan pensiun dari dunia hiburan.

"Huft ..." Zelin langsung membuang nafas kasar. "Akhirnya bisa lega dari sepatu neraka ini." Tutur Zelin, kini matanya menjalar ke semua ruangan. Lalu terpaku dengan berkas tadi, langsung saja Zelin meraih benda tersebut.

Lili melihat kaki Zelin, segera mengambil obat p3k di tas kecilnya yang selalu dibawa ke mana-mana. "Ka Zelin, mau Lili obatin kakinya?" Tawar Lili, matanya kini mengikuti arah mata Zelin.

Tangan Zelin sibuk membuka setiap lembaran kertas berada di map itu, matanya terfokus pada barisan paling bawah. "Oh namanya Zayden Wren Fransisco." Gumam Zelin. "Kalo memang dia presiden direktur, kenapa langsung dia yang turun tangan ke lapangan buat nawarin kontrak ini?" Tanya Zelin kini menatap Lili, seperti meminta pendapat gadis itu.

"Mungkin karena pegawai lain tidak bisa membujuk. Soalnya hampir semua karyawan di perusahaan Wren Group sudah beberapa kali, datang ke Lili ... tapi Lili tolak, sesuai permintaan Kaka." Jelas Lili, seraya mata menatap ke samping seperti sambil mengingat.

Zelin pun mengangguk mengerti, tiba-tiba handphonenya berbunyi menandakan seseorang mengirim telepon pada dirinya. Zelin langsung mengerutkan kening, sambil memiringkan kepalanya sedikit, seperti memikirkan sesuatu. Karena aneh dengan orang yang sedang menelepon dirinya, tidak biasanya Paman Brama melakukan seperti ini. Zelin segera mengangkat teleponnya.

"Halo? Ada apa Om?" Tanya Zelin dengan nada netral.

"Kau harus segera menikah. Om sudah menjodohkan kamu dengan laki-laki kaya raya, dan mungkin tampan." Tegas Brama dengan tenangnya.

Bersambung ...