"Bos," Panggil seseorang dengan sopan.
Pemandangan kota D yang indah dan asri tidak membuat sosok yang berdiri kokoh menghadap kaca besar disalah satu suite room hotel mewah dilantai 30 itu berminat untuk menikmatinya. Pandangannya jauh kedepan menatap langit yang cerah hari ini dengan fikiran yang menerawang jauh. Bahkan ia enggan berbalik untuk melihat orang yang memanggilnya.
"Jika yang akan kamu katakan tidak berguna, maka bersiaplah menerima akibatnya," ucapnya setenang air tanpa menghadap lawan bicaranya.
Smith yang mendengar itu dahinya langsung berkeringat, meski sudah 10 tahun ia bekerja untuk orang yang ada di hadapannya saat ini tidak lantas membuatnya terbiasa dengan sikap tenang bosnya yang lebih terlihat seperti malaikat dan iblis secara bersamaan.
"Saya mendapat kabar dari keluarga Al-Ghifary bahwa mereka ingin pertemuan ini diundur," ucapnya dengan lancar.
Ia harus mampu menahan diri agar tidak gemetar, ia harus berbicara dengan lugas terhadap sosok yang ada dihadapannya ini, sosok yang benar-benar menakutkan meski hanya dari tatapannya saja.
Mendengar kalimat itu dengan perlahan pria itu berbalik dan menghadap lawan bicaranya dengan tatapan yang tenang tapi mengintimidasi.
"Tuan besar Al-Ghifary mengatakan jika nona Annaya saat ini mempunyai urusan yang membuatnya pulang terlambat," ucap Smith menjelaskan. Ia tau arti dari tatapab Bosnya.
Mendengar kalimat yang diutarakan asistennya membuat pria itu sedikit mengerutkan alis, lalu matanya melirik jam mahal yang melingkar indah dipergelangan tangan yang kokoh itu, setelah berfikir sejenak ia pun berkata, "Tidak ada pengunduran waktu. Dan siapkan mobil sekarang" Perintahnya dengan tenang.
Kabar yang asistennya sampaikan sama sekali tidak mempengaruhi niatnya untuk melangkah maju hari ini.
Smith sangat paham apa yang di inginkan bosnya, dengan segera ia pamit dan berbalik pergi untuk menjalankan perintah. Bosnya adalah sosok yang tidak TERBANTAHKAN.
Sepeninggal asistennya pria itu kembali menghadap kearah kaca, Ia berfikir tentang apa yang akan terjadi kedepannya. Sepuluh menit dia begelung dengan fikirannya, ia memutuskan pergi menginggalkan ruangan itu dengan menyisakan hawa dingin yang menyesakkan dada.
******
Setelah mendapat kabar dari mama mertuanya hati dan fikiran Anna begitu kacau, ia tidak mampu tenang untuk menghadapi ini semua meskipun ia sudah mencoba mempersiapkan diri, dan ia tidak menyangka hari ini akan datang dengan cepat.
Dengan langkah pasti ia pergi ke tempat dimana ia berharap mendapat ketenangan, tempat yang hanya ia dan Fateh yang tau, tempat yang selalu mereka datangi setiap tahun sebagai bentuk perayaan 'pertemuan pertama mereka', tempat dimana awal kisah manis itu terjalin 15 tahun yang lalu.
Setelah sampai Anna memberanikan diri untuk masuk ketempat itu, untuk pertama kalinya ia ketempat ini tanpa orang terkasih, hal pertama yang ia rasakan adalah setiap moment yang ia lewati ditempat ini bersama Fateh, seketika hatinya kembali menangis.
Anna Menyusuri setiap rak lalu mengambil asal salah satu buku dan kembali melangkah hingga tiba ditempat duduk yang biasa dia gunakan bersama almarhum suaminya jiika mereka datang kemari. Tempat itu tepat disudut ruangan toko ini yang hanya ada 1 meja dan 2 kursi, itu menjadi tempat favoritnya bersama Fateh disaat orang lain enggan untuk duduk disana.
Fateh yang senang berbicara banyak hal padanya tidak akan takut mengganggu pengunjung lain dengan suara canda tawa mereka, karena kursi ini memiliki jarak yang sedikit lebih jauh dari kursi lainnya.
Ia menyadari jika saat ini pasti keluarganya begitu bingung karena mencarinya, tapi ia benar-benar tidak peduli. Kehadirannya tidak akan mengubah apapun. Ia hanya ingin melewati waktunya kali ini sebelum semua dunianya tak sama lagi.
Tangan mungilnya membuka perlahan setiap lembar buku tapi matanya menatap kosong buku itu dengan jiwa yang tidak berada pada raganya, tidak tahan dengan apa yang ia rasa Anna melipat kedua tangannya dan menenggelamkan kepalanya disana, tidak ada yang tau jika ia menangis dalam diam kecuali mrlihat bahunya yang bergetar hebat.
Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa hari ini adalah hari terakhir ia menangis. Hanya tuhan yang tau kalau ia sangat TERLUKA.
********
Sebuah mobil hitam mewah berhenti didepan sebuah bangunan yang ada dipinggiran kota D. Bangunan itu adalah toko buku yang sepertinya sudah berumur lebih tuda dari pada bangunan yang ada disekitarnya.
Smith langsung memakirkan mobil lalu keluar dan segera membukakan pintu untuk bosnya dengan kepala membungkuk. Ia tidak mengerti dengan apa yang ingin dilakukan bosnya disini, tapi bukan haknya untuk bertanya.
Begitu keluar dari mobil pria itu berdiri didepan toko buku tersebut dengan kedua tangan dimasukkan kedalam saku celana. Ia mendongakkan sedikit kepalanya 'Story Life' nama yang tecetak besar dipapan nama toko itu.
Sebelum melangkah ia berkata pada orang yang ada dibelakangnya tanpa menoleh, "Tunggu disini." Lalu tanpa menunggu jawaban ia langsung melangkah masuk.
"Baik bos," jawab Smith dengan kepala tertunduk, ia yakin bosnya tidak mendengar.
Smith ingat kalau selepas mereka dari pemakaman yang ada di 'Bougenvil Residence' bos dan dirinya pergi kesalah satu restaurant mewah Asia yang ada disekitar sini, tapi untuk apa bos masuk ketoko buku.
'Apa bos membutuhkan buku? Bukankah bos memiliki perpustakaan dengan jumlah buku yang tidak terhitung?' monolognya dalam hati.
'achh!' Entahlah ini membuatku pusing' jeritnya dalam hati.
Bagaimanapun bos bukan orang yang bisa di tebak jadi lebih baik menunggunya di dalam mobil sambil bermain game, hal yang paling sulit aku lakukan mengingat aku bekerja dengan orang yang memiliki gaya hidup dengan tingkat keseriusan tinggi.
*****
Penampilannya yang berbeda dengan kemeja dan jas berwarna abu gelap menjadikannya pusat perhatian dari seluruh orang yang ada ditoko itu, ia menarik seluruh perhatian pengunjung toko.
Mereka lebih memilih menikmati ciptaan tuhan yang berjalan tenang seringan kapas dihadapan mereka ini dari pada fokus pada tujuan mereka sebelumnya, jas yang dipastikan memiliki kwalitas tinggi itu semakin sempurna karena membalut tubuh yang terpahat dengan indah itu. Namun sosok itu tidak memperdulikan apa yang ada disekitarnya, mata setajam elang itu hanya fokus pada apa yang ia cari.
Seorang wanita yang masih terlihat muda langsung menghampiri pria tampan yang entah datang dari mana bisa nyasar masuk kedalam toko tua milik kakeknya ini.
"Ada yang bisa saya bantu tuan?" Tanyanya sopan tapi dengan wajah tersipu malu dan pipi yang merona, siapapun akan seperti dia jika di hadapkan dengan pria yang luar biasa sempurna ini.
Tidak mendapat respon yang diingkan dengan wajah lesu ia meninggalkan pria ini sendiri dan beralih melayani pengunjung yang lain.
Mata indah itu berkedip sesaat setelah melihat sosok yang ia cari ada dipojok ruangan duduk seorang diri dengan kepala tertunduk bertumpu pada kedua tangannya, dengan perlahan ia mendekati sosok yang telah membuat seluruh keluarga kelimpungan mencarinya.
Berjalan dengan tenang hingga sampai didepan wanita tersebut tidak membuat siwanita sadar akan kehadirannya, ia juga dapat melihat bahu wanita ini sedikit bergetar menandakan jika wanita ini sedang menangis.
Anna merasakan ada hawa dingin yang tiba-tiba menyerangnya, ia juga merasakan jika mejanya di ketuk oleh seseorang, dengan gerakan kecil tangannya ia menghapus airmata yang melekat di wajahnya, ia juga berusaha menghentikan isakan tangisnya meski itu tidak bekerja.
Anna menarik nafas pelan dan setelah itu ia mengangkat wajahnya dan bertemu pandang dengan seorang pria yang menatapnya lekat. Tubuh Anna sedikit bergetar dengan tatapan itu karena selama hidupnya ia tidak pernah ditatap oleh mata yang dingin seperti ini.
'Apa suara tangisku mengganggunya, tapi haruskah ia menatapku sampai seperti ini?' batinnya penuh tanya.
Anna juga melihat sekelilingnya dan seluruh mata pengunjung tertuju pada mereka berdua, Anna yang menyadari jika ini mungkin salahnya hanya membungkuk kecil sebagai tanda permintaan maaf. Tidak seharusnya ia menangis ditempat umum seperti ini. Sesalnya dalam hati.
Pengunjung yang melihat itu hanya bisa mendesah kecewa karena pria itu ketoko buku bukan untuk menmbeli buku, melainkan untuk menemui seorang wanita yang ternyata sangat cantik, mereka yakin wanita itu adalah kekasih si pria tampan.
Mereka benar-benar serasi seperti sepasang malaikat yang turun kebumi. Pantas saja sipria tidak perduli pada sekelilingnya, ternyata wanitanya memiliki paras yang juga sempurna. Tidak ingin mengganggu privasi orang lain para pengunjung kembali kepada aktifvitas masing-masing.
'Cantik'
Itulah yang pertama kali di fikirkan oleh sipria ketika melihat wajah cantik wanita yang ada di hadapannya ini, meski wajahnya terlihat sembab karena habis menangis tapi tidak melunturkan kecantikannya. Ini bukan kali pertama si pria melihat si wanita tapi ini pertama kalinya ia bertemu dengan jarak sedekat ini.
Anna melihat sosok asing di hadapannya yang menatap lekat dirinya, ia yang tidak ingin bermasalah dengan orang lain langsung mengucapkan maaf, setelah itu Anna menutup buku dan mengambil tas lalu ia dengan segera beranjak dari sana. Tapi suara rendah milik pria itu menghentikan langkahnya.
"Bersembunyi." Entah pertanyaan atau pernyataan yang pria itu ucapkan tapi yang Anna tau pria ini mengucapkan kata itu untuk dirinya, Anna mengerutkan dahi karena bingung.
"Anda siapa?" Tanya Anna. Anna merasa tidak mengenal pria ini sebelumnya, mungkinkah teman dari salah satu kakak-kakaknya?' belum juga ia mendapat jawabannya kata yang keluar dari bibir pria ini sukses membuat mata Anna membulat sempurna dan nafasnya seolah berhenti.
"Calon suamimu."