webnovel

Alunan Cinta

Adara Fredelina gadis biasa yang bekerja di perusahan tambang batu bara bingung harus memilih nada cinta yang yang dibawakan oleh dua orang pria padanya. Alunan cinta energik dan penuh petualangan yang dibawakan oleh Hanzel Manuru mengalum indah mengisi hari-harinya. Sementara alunan cinta romantis nan lembut yang dibawa oleh Arya Mahardika telah lebih dulu bersimfoni dihatinya. Alunan cinta tersembunyi yang dimiliki oleh Diandra semakin membuatnya tambah bingung harus memilih yang mana. Sebuah permainan takdir datang dan membuatnya harus memilih satu alunan cinta yang harus ia mainkan seumur hidupnya. Alunan cinta manakah yang akan dipilih oleh Adara untuk menghiasi hidupnya kelak?

Adara_Wulan · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
56 Chs

26. Adara Sakit

Aqilla dan Raffa  datang menjenguk Adara setelah pulang kerja, tak lama kemudian Nata pun datang namun Adara tak melihat Irwan bersama mereka.

"Ini Ra, tas kamu aku taruh di sini ya." Aqilla meletakkan tas Adara yang tertinggal tadi siang.

"Makasih La," ucap Adara pelan.

"Kamu udah makan, Ra?" tanya Nata.

"Udah, tadi makan roti yang di kasih pak Solidi. O,ya Irwan kemana?" tanya Adara namun Nata dan Raffa hanya saling memandang dan mengangkat bahu.

"Assalamualaikum." Salam seorang gadis dan pria bersamaan.

"Walaikumsalam," jawab Aqilla dan Raffa.

"Masuk Mbak." Aqilla mempersilahkan Mbak Orien dan Tegar untuk masuk, Mbak Orien datang dengan membawa kue dan buah-buahan.

"Gimana keadaan kamu, Ra." Ucap Mbak Orien ketika sudah duduk di samping Adara.

"Udah mendingan Mbak," jawab Adara.

"Maafin aku ya Ra," sesalnya.

"Nggak papa, Mbak. Udah jangan dipikirin," ucap Adara.

"Kamu nggak usah masuk kerja dulu Ra, ntar kalo dah mendingan baru kamu masuk itu pesan dari pak Mondy," ucap Mbak Orien.

"Iya Mbak, makasih banyak ya," sahut Adara.

"Sama-sama," jawab mbak Orien.

Satu jam lebih mereka menemani Adara, banyak hal yang mereka ceritakan. Mbak Orien cukup berbeda malam ini sikap judesnya tak muncul sama sekali, ternyata dia orang yang ramah dan pemalu. Sikap  judes dan bicaranya yang ketus ternyata hanya untuk menutup kegugupan dan rasa malunya saat berbicara dengan orang baru.

"Kita balik dulu ya, Ra. Udah malam kamu juga pastinya butuh istirahat," pamit Mbak Orien.

"Eh, iya. Kita juga mau pamit sekalian,  kamu istirahat aja dulu ya, Ra. Nggak usah mikirin kerjaan ada aku kok sama Mbak Orien," Aqilla pun ikut berpamitan.

"Iya, makasih ya semuanya," balas Adara.

Kini tinggallah Adara sendiri di kosan, ia meraih tas yang ada di samping dan mengambil ponsel yang seharian tak ia sentuh karena tertinggal di kantor. Sederet pesan bernada emosi dan panggilan tak terjawab menumpuk dari kontak Irwan.

Adara segera  memanggil kontak Irwan sekali, dua kali, hingga tiga kali tak ada jawaban. Ia mengetik sebuah pesan dan mengirimkannya pada Irwan.

["Maaf Yang, Hpku tertinggal di kantor aku sakit n pulang cepat."]

Lima menit kemudian,

["Yang kamu dimana, please ke kosan. I need U."]

Dua puluh menit, satu jam, hingga pagi hari tak ada balasan darinya. Suhu tubuh Adara semakin meningkat menggigil pun kadang mendera, rasa perih di lambung  semakin menusuk. Semua roti dan cemilan yang ia makan selalu keluar lagi, Irwan tetap saja tak mengangkat telepon darinya.

Hingga waktu menunjukkan jam sebelas  siang barulah Irwan mengangkat telepon dari Adara.

"[Halo, Yang. Kamu dimana?"]

["Habis olahraga, mau tidur."]

["Yang, bisa ke kosan nggak? Temani aku, tubuhku menggigil aku nggak kuat."]

["Aku ngantuk. Aku masuk malam, aku juga butuh istirahat. Kamu minum aja paracetamol nanti turun sendiri panasnya."]

["Tapi, Yang aku-"]

["Udah deh, jangan manja gitu. Kamu udah dewasa kamu pasti bisa urus diri sendiri, jangan kayak anak kecil deh. Please aku ngantuk."]

Tuutt ttuuttt ttuuttttt.

Terputus, Adara meletakkan ponsel di samping. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh yang menggigil hebat ia menangis mana kala rasa seperti ribuan jarum yang terbuat dari es batu menusuk-nusuk tubuhnya dari dalam. Adara mulai meracau berulang ia memanggil nama ibunya di dalam tangis.

Dengan sekuat tenaga Adara meraih ponsel untuk menelepon ibunya, ia mencoba menstabilkan pandangan yang mulai meredup.

"Bu, to-long Adara sa-kit. A-dara nggak kuat."

Hanya itu kalimat yang bisa ia ucapkan sebelum Irwan akhirnya tiba di kosan, Adara sangat senang ia mengulurkan tangannya ke arah Irwan ia menyambut tangan Adara  dengan senyuman yang manis.

"Wan, tolong aku. Aku nggak kuat," rintih Adara.

"Iya, tenang Ra. Aku udah datang," sahut Irwan.

"Anterin aku ke klinik, Wan." Pinta Adara padanya.

Irwan diam tak menjawab namun perlahan ia bergerak naik ke atas tubuh Adara tangannya mengeluarkan ponsel dari saku celana, ia mengarahkan ponsel itu ke arah Adara dan merekamnya

"Wan, kamu ngapain. Please, jangan lakuin ini," mohon Adara di dalam tak berdayaannya

Irwan meletakkan ponsel itu disamping dan mengarahkannya ke arah mereka berdua, ia mencengkeram kedua tangan Adara lalu wajahnya turun hendak mencium Adara.

"Wan, tolong  Tolong hentikan." Adara berusaha menghindar.

Adara berusaha berontak namun tubuhnya yang lemah tak kuat melawan tubuh kekarnya, Adara berontak dan terus berontak hingga akhirnya ia pingsan tak sadarkan diri.

Adara tersadar, sesuatu yang hangat menempel di dahinya aroma sup ayam menguar dari arah dapur.  Arya muncul dengan membawa segelas teh dan semangkuk bubur ayam yang di siram dengan kuah sup tersebut.

"Mimpikah aku?" Gumam Adara.

"Udah bangun, Dek? Ayo dimakan, buka mulutnya." Arya menyendokkan bubur ke mulut Adara.

"Aromanya nikmat namun bubur terasa hambar karena bibir yang memutih dan lidah yang pahit, berarti ini bukan mimpi karena aku masih bisa merasakannya walaupun hambar," batin Adara.

Arya mengambil kompres yang mulai kering di dahi dan menggantikanya dengan yang baru lalu mulai menyuapi Adara kembali.

Satu mangkuk bubur ludes, ia membangunkan tubuh Adara setengah duduk dan meminumkan teh ke mulut Adara.

"Manis dan hangat berarti ini benar-benar nyata bukan mimpi," gumam batin Adara lagi.

"Abang, ini benaran abang kan bukan mimpi?" tanya Adara setelah berbaring.

"Sakit nggak?" Arya mencubit punggung tangan Adara.

"Aw, sakit Bang." Adara merasakan sakit di tangannya.

"Berarti ini nyata, mungkinkah tadi adalah mimpi buruk?" Batin Adara lagi.

Arya menggenggam tangan Adara dan mengusap- usap punggung tangan yang ia cubit. "Maaf ya, gimana udah enakan?"

"Sedikit, makasih ya Bang," jawab Adara.

Rasa mual mulai menjalar naik, Arya berlari ke dapur dan mengambil baskom lalu di dekatkan pada Adara. Adara menolaknya dan berusaha untuk bangun.

"Jangan ngeyel, muntah di sini aja," perintah Arya.

Adara masih berusaha menahan erupsi dari dalam perutnya namun gagal, ia kembali berbaring lemas setelah mengeluarkan isi perut yang baru saja masuk.

"Minum dulu, Dek." Arya meminumkan kembali teh hangat  pada Adara, raut wajahnya terlihat cemas.

Ribuan jarum es kini kembali menyerang, tubuh Adara kembali menggigil hebat, Arya mengambil minyak kayu putih lalu membalurkannya di sekujur kaki dan tangn Adara. Tubuh Adara masih bergetar, Arya memeluk tubuh Adara dengan erat.

***

Dua jam yang lalu.

Arya sibuk memperbaiki Haul Truck yang error pada Transmisinya dan LED layar monitor yang berkedap-kedip. Ponselnya bergetar tanpa melihat siapa yang menelepon ia mengangkatnya, terdengar suara rintihan Adara ditelepon lalu berikutnya suara Adara menghilang.

Arya segera turun dari Haul Truck dengan rasa khawatir ia berlari menuju LV putihnya, ia menginjak gas dengan kencang dan mengarahkan stirnya ke arah kosan Adara.

Ia mendapati Adara pingsan tak sadarkan diri, Arya mengambil minyak kayu putih dan membalurkannya ke seluruh tangan dan kaki Adara, memasangkan kaos kaki dan menutup tubuh Adara dengan selimut tebal.

Ia kemudian pergi ke warung  membeli bahan untuk membuat sup ayam dan memasaknya di dapur.

*****

Sementara di danau Cinta

Hanz melempar  beberapa batu ke danau cinta dengan kasar untuk meluapkan emosinya yang masih membara, tangannya masih membiru akibat menghantam wajah Irwan secara membabi buta.

Hanz  khawatir dengan Adara dan datang ke kosan Adara, ia mendapati Irwan berada di atas tubuh Adara yang pingsan di kasur dengan kasar ia menarik tubuh Irwan dan menghajarnya.

Irwan sempat kabur dan Hanz mengejarnya dan kembali menghajarnya secara brutal Jika tak ingat pada Adara yang pingsan mungkin ia tak akan melepaskan Irwan begitu saja.

Namun saat kembali ke kosan Hanz melihat Arya bersama Adara, perlahan Hanz berjalan mundur dan memacu dengan kencang motornya ke danau Cinta.