webnovel

Aku Istri Sah Bukan Istri Simpanan

Terlahir dari keluarga terpandang tidak menjamin kehidupan seorang Amira Anindita Tanzel bahagia. Nyatanya, air mata dan luka menjadi teman setia semenjak di peristri oleh Azriel Fillah Alfarez. Lelaki yang menikahinya hanya demi mendapatkan harta warisan. Lebih parahnya lagi keberadaan Amira sebagai istri sah sama sekali tidak dianggap. Azriel sibuk bermanjakan wanita lain yang telah di cintainya sejak bertahun - tahun lamanya. Luka yang telah Azriel torehkan menenggelamkan Amira ke dalam jurang kegelapan bermadikan duri pesakitan, hingga seseorang datang sebagai penyelamat memberinya secercah sinar bahwa dia pantas bahagia. HAPPY READING!! Warning 21+

Yezta_Aurora · Urbain
Pas assez d’évaluations
377 Chs

Bertepuk Sebelah Tangan

Sepanjang perjalanan menuju bandara tak henti - hentinya pikirannya di penuhi dengan Amira, Amira, Amira, dan Amira. Meskipun dengan berat hati meninggalkan wanita yang sangat dicintainya itu akan tetapi, mau tidak mau Louis harus tetap pergi demi bertemu dengan sang ayah tercinta.

Larut ke dalam pikiran sendiri hingga tidak menyadari bahwa mobil yang membawanya pergi sudah sampai di Bandara. "Silahkan, Tuan Louis." Ucap Mirza sembari membukakan pintu mobil.

"Thank you." Berpadukan dengan senyum hangat.

"Sama - sama, Tuan Louis." Sembari membungkukkan badan sebagai salam hormat.

Louis pun melangkah gontai memasuki Bandara, sementara Mirza mengekori dari belakang. Tidak mau jika Mirza menunggui sampai keberangkatannya, dia pun segera meminta pada supir tersebut untuk meninggalkannya.

"Tapi, Tuan Louis ini perintah langsung dari, Tuan Besar. Tuan Besar memerintahkan pada saya untuk menemani Anda di sini."

Louis tersenyum bersamaan dengan itu meyakinkan pada Mirza untuk segera meninggalkan Bandara.

"Maafkan atas kelancangan saya ini Tuan karena saya tidak berani membantah perintah, Tuan Besar."

"Pak Mirza tidak perlu takut. Lebih baik Pak Mirza langsung kembali ke Tanzel Group saja dan kalau Tuan Tanzel tanya maka, sampaikan saja bahwa Bapak menjalankan semua sesuai dengan yang Tuan Tanzel perintahkan."

"Baiklah kalau begitu saya permisi, Tuan Louis." Yang langsung diangguki oleh Louis. "Silahkan, Pak Mirza." Berpadukan dengan senyum hangat.

Sebelum melenggang pergi dari hadapan Tuan nya, Mirza pun membungkukkan badan sebagai salam hormat.

Saat ini tinggal Louis seorang diri. Sembari menunggu keberangkatannya, dia pun berkirim pesan pada calon istri pura - puranya yang sialnya juga mulai dia cintai dengan sangat dalam.

||•

Amira sayang ...

Aku pamit ya. Hari ini aku harus kembali ke Amerika. Jaga diri kamu baik - baik selama aku pergi. Jaga hati dan juga mata kamu dari para lelaki yang tidak baik dan berniat buruk.

Oh, iya jaga pola makan, tidur, dan juga jangan tinggalkan sholat lima waktu.

Bye, Amira sayang ...

Sorry, ga bisa berpamitan secara langsung. Tadinya aku ingin menemui mu di kantor tapi, waktunya sudah sangat mepet.

Oh, iya satu lagi jangan lupa minum vitamin dan jangan kerja sampai larut malam. Ingat, kesehatan itu nomor satu.

Miss you💖🌹😘🌹💖

- Calon suami pura - pura mu: Louis Leigh Osbert -

||•

Dari banyaknya pesan yang telah Louis kirimkan tidak ada satu pun yang Amira baca. Namun, Louis tetap berfikir positive. Satu hal yang dia yakini bahwa Amira nya masih sibuk atau mungkin sedang meeting dengan klien.

Meskipun di dalam hati terdalam menyimpan banyak sekali rasa kecewa namun, pikirannya terus saja membantah. Louis, tetap mensugesti pada diri sendiri bahwa Amira nya sedang sibuk.

Padahal saat ini Amira sedang beristirahat dengan menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. Apakah Amira tidak tahu bahwa Louis berkirim pesan? Tahu kok! Hanya saja Amira terlalu malas untuk membacanya.

Satu hal yang Amira yakini dari pesan Louis bahwa lelaki genit itu hanya menggodanya. "Dasar menyebalkan!" Ucap Amira entah pada siapa karena nyatanya dia sedang sendirian.

Setelah istirahat sejenak kini dia pun kembali berkutat dengan layar laptopnya. Terlalu fokus bekerja sampai - sampai tidak menyadari bahwa hari sudah mulai gelap.

Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangan. "Em, masih ada waktu satu jam lagi untuk bertemu, Hana." Lirih Amira bersamaan dengan itu kembali menenggelamkan fokusnya pada berbagai dokumen penting perusahaan.

Tidak mau sampai terlambat di restaurant yang telah dijanjikan oleh sahabat semasa SMA nya dulu, Amira pun segera memberi perintah pada Mirza untuk menyiapkan mobil.

"Silahkan, Non Amira." Ucap Mirza sembari membukakan pintu mobil ketika melihat kedatangan Nona nya.

"Terima kasih, Pak Mirza."

"Sama - sama, Non Amira."

Kembali diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangan, bersamaan dengan itu memberi perintah pada Mirza untuk menambah kecepatan laju mobil.

"Baik, Non." Jawab Mirza beriringan dengan dilajukannya mobil dengan kecepatan tinggi hingga tak berselang lama mobil yang membawanya pergi telah sampai di tempat tujuan.

Dengan langkah tergesa memasuki restauran namun, sahabat yang dia tunggu tidak ada disana. Bahkan, sudah satu jam lebih dia menunggu, sahabatnya itu pun belum juga menunjukkan batang hidungnya.

Kesal? Tentu saja. Siapa yang tidak kesal dibuat menunggu sampai selama itu. "Buang - buang waktu saja!" Decih Amira lalu, memberi perintah pada Mirza untuk mengarahkan mobil menuju kediaman Tanzel.

Dan kedatangannya pun langsung disambut oleh kehebohan seorang Inem yang memberi tahu bahwa Louis sudah kembali ke Amerika.

Amira tersentak hingga memutar bola matanya berulang kali. "Really?" Ucapnya dengan suara bergetar akibat rasa tak percaya yang seketika menghantam alam bawah sadarnya.

"Iya, Non. Mosok seh Inem bohong."

"Kamu kan suka bikin berita hoax, Nem."

"Aish, si Non ya kalau ngomong suka bener deh."

Sontak saja Amira langsung menjitak kening Inem akibat sikapnya yang sangat menyebalkan ini. "Aaww, sakit tahu, Non."

"Habisnya sih Nem kamu ini ngeselin, kayak si Louis tuh ngeselin banget."

"Hm, meskipun ngeselin tapi cinta kan. Ya kan? Hayo ngaku!"

"Ih, apaan sih kamu ini, Nem. Ngomong kok ngacau." Beriringan dengan langkah kaki menuju kamar.

Hari ini benar - benar melelahkan sehingga Amira ingin langsung mandi dengan air hangat namun, niatnya tersebut tertangguhkan oleh rasa hangat yang melingkupi pergelangan tangannya.

Refleks Amira langsung memutar tubuhnya untuk melihat siapakah gerangan yang sudah dengan sangat lancang menyentuhnya. Seketika tatapannya membeliak sempurna. "Opa ... "

"Ada yang ingin Opa bicarakan dengan kamu, Amira."

"Tentang apa, Opa?" Berpadukan dengan tatapan menyipit. Namun, Tanzel tidak menjawab. Dia terus saja membimbing Amira menuju ruang kerjanya. Seketika bulu roma Amira meremang dibawa ke tempat ini.

Satu hal yang Amira pikirkan jika sudah di bawa ke tempat ini berarti ada masalah serius yang terjadi di Tanzel Group. Kira - kira masalah besar apa ya yang terjadi di kantor yang aku ga tahu? Pikir Amira.

Seolah paham dengan yang bersarang di dalam otak cantik cucu kesayangannya ini. Tanzel langsung mengulas senyum bersamaan dengan itu langsung membimbing Amira untuk duduk. Di rangkumnya pipi Amira dengan penuh rasa sayang berpadukan dengan tatapan menghangat. "Apa yang ingin Opa sampaikan ke Amira?" Tanyanya dengan takut - takut. "Apa Tanzel Group mengalami masalah serius?" Tanyanya lagi.

"Tidak Amira."

"Kalau begitu hal penting apa yang ingin Opa bahas sampai membawa Amira ke sini?"

Tanzel tersenyum penuh arti. "Semua ini tentang ... " jeda sejenak berpadukan dengan hembusan nafas berat yang di buang perlahan.

"Tentang apa, Opa?" Desak Amira dengan tak sabaran.

"Sabar dunk, Amira. Kamu ini kok ga sabaran banget. Jadi, perempuan itu harus lemah lembut, harus penuh dengan kesabaran. Kalau orang jawa bilang, alon - alon asal kelakon. Jadi, jangan gegabah, paham?!"

🍁🍁🍁

Next chapter ...