"Apa-apan!" Celetuk anak itu dengan napas memburu. Ia tampak berbaring di lantai seraya merentangkan kedua tangan dan kaki karena kelelahan. Keringat anak itu bercucuran membasahi luka gores di sekujur tubuhnya.
"Sepertinya kau punya sedikit pengetahuan dasar, tapi seranganmu sangat lemah. Apa kau yakin sudah makan dengan benar?"
"…."
"Kita cukupkan hari ini." Tuan Tyr kemudian beranjak pergi.
"Pria tua itu terlihat bersenang-senang, dia jelas-jelas mengejekku."
Aran hanya mendengus, ia memilih untuk memanggil pelayan untuk mengobati luka Albert. Karena mereka berlatih hingga petang, Aran menyarankan agar Albert tinggal untuk makan malam. Setelah anak itu setuju untuk tinggal, ia diantarkan ke kamar tamu.
"Aww!"
"Mohon maaf Tuan, tapi kau harus menahannya," kata pelayan wanita berkulit pucat itu kepada Albert.
"Apa kau mengerti sekarang?" Tanya Aran. Mendengar pertanyaan itu, Albert menoleh.
Albert kemudian memalingkan pandangan dari pemuda yang berdiri di depan pintu sembari melipat tangan di depan dada. Pertanyaan yang pemuda itu lontarkan dibiarkan tak berbalas. Namun, diamnya Albert lebih dari cukup untuk memberikan sebuah jawaban.
"Aku sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa," Albert menundukkan kepala.
"Istirahatlah, pelayan akan memanggilmu jika sudah waktunya makan malam."
Aran beserta pelayan wanita itu meninggalkan ruangan. Sementara itu, Albert membenamkan diri dengan bertelungkup di atas kasur. Perasaan tidak berdaya bercampur kesal membuat kelopak matanya terasa berat, perlahan-lahan anak itu terlelap.
Beberapa jam kemudian …
"Tuan … Tuan …," pelayan wanita yang sebelumnya mengobati luka Albert mencoba membangunkan anak yang masih terlelap itu.
"Tuan …," sekali lagi ia mencoba membangunkan, tetapi kali ini dengan menyentuh bahunya.
"Sebentar lagi Rosalie …," gumam anak itu.
"Tuan?"
Albert tersentak, matanya seketika terbuka lebar. Sembari menghapus bekas ilernya, Albert kemudian duduk---mencoba memulihkan kesadaran.
"Makan malam telah siap, Tuan dan Tuan muda telah menunggu."
"Sebentar lagi aku akan ke sana."
"Baik." Pelayan wanita berambut cokelat yang disanggul itu akhirnya meninggalkan ruangan.
Sementara itu, Albert justru menghela napas panjang kemudian mengacak-acak rambutnya.
"Apa karena wanita itu mirip Rosalie? Atau karena suasana mansion ini yang mengingatkanku dengan 'tempat itu'. Akhhh … sial, aku jadi mengingat berbagai macam hal."
Setelah membasuh wajah dan merapikan diri, Albert menuju ruang makan---dipandu oleh kepala pelayan Vysteria---seorang pria tua dengan rambut klimis. Setelah memasuki ruang makan yang megah itu Albert merasa sedikit tidak nyaman.
Chandelier yang bergelantung tepat di atas meja kayu yang dipernis sepanjang lima meter itu tampak begitu mewah. Sayangnya, meski dengan makanan yang memanjakan mata tampak berderet rapi di atas meja, Albert sama sekali tidak tergiur. Anak itu malah berdiri mematung di depan pintu selama beberapa saat.
"Ada apa?" Tanya Tuan Vysteria tampak duduk di ujung meja---kursi khusus bagi kepala keluarga.
"Ti-tidak ada apa-apa," jawab Albert canggung.
Meski meja makan itu tampak ramai, tetapi suasananya terasa sepi. Di sana hanya ada seorang pelayan yang berdiri di sudut ruangan dengan dua orang pria yang duduk tenang di depan meja. Keluarga Vysteria rupanya lebih sepi dari yang Albert bayangkan. Anak itu kemudian menarik kursi yang berhadapan dengan Aran. Mereka akhirnya mulai makan.
Di antara suara sendok dan garpu yang bergesekan, Albert mencoba mencairkan suasana. "Maaf jika terkesan kurang sopan, apa Aran merupakan pewaris tunggal?" Pertanyaan yang terlintas setelah melihat hanya dua orang itu yang berada di ruangan.
"Aran memiliki seorang kakak yang usianya terpaut jauh, sepuluh tahun di atasnya. Sayangnya saat ini ia sedang tidak berada di ibu kota."
Tuan Tyr kemudian tersenyum tipis sebelum mencicipi anggur merah di cawan bening miliknya. "Sayangnya, keluarga utama Vysteria hanya dipenuhi oleh pria lajang dan duda kesepian, kami kekurangan wanita di sini," ujar Tuan Tyr kemudian tertawa terbahak-bahak, Aran hanya diam, tidak mencoba untuk menanggapi candaan ayahnya.
Kesan elegan dan intimidasi Tuan Tyr seketika menghilang. Albert tidak menyangka pria itu tertawa lepas di depan orang asing. Tetapi kemudian terlintas sebuah pertanyaan di benak anak itu setelah mendengar candaan Tuan Tyr.
"A-ada apa dengan Nyonya Vysteria?" Albert bertanya ragu-ragu.
"Dia sudah lama meninggal," balas Tuan Tyr tanpa basa-basi.
"Maaf."
"Tidak apa-apa anak muda." Tuan Tyr kemudian menepuk pundak Aran dan berkata, "Makanya kau harus segera mencari pendamping dan memberikanku cucu. Apa kau tidak kasihan melihat ayahmu yang tua ini? Bisa-bisa aku menjadi tua bangka yang mati kesepian," ujar Tuan Tyr, lagi-lagi ia tertawa terbahak-bahak.
"Ayahanda!" Aran tampak kesal tetapi sebisa mungkin menjaga tata kramanya. "Lagi pula aku masih berusia 20 tahun, seharusnya ayahanda mendesak kakanda, bukan aku."
"Tapi yang bersama denganku saat ini adalah kau." Mendengar hal itu, Aran terlihat kesulitan membalas ucapan ayahnya.
"Pftt …," Albert tidak kuasa menahan tawa melihat tingkah ayah dan anak itu. Melihat tingkahnya, kedua orang tersebut kemudian memandang Albert sembari mengangkat alis.
"Maaf, aku hanya tidak menyangka Aran yang biasanya kalem bisa bertingkah seperti itu. Awalnya aku juga berpikir bahwa Tuan Vysteria orang yang sangat menyeramkan," jelas Albert, ia lalu menghapus setitik air di ujung kelopak matanya.
"Apa kau memanggilku menyeramkan?" Tiba-tiba Tuan Tyr menatap sinis, Albert lantas bergidik.
"Ma-maaf," Albert mengangkat kedua tangannya sembari mengeleng-gelengkan kepala.
Melihat reaksi Albert, sudut bibir pria berambut perak itu tiba-tiba terangkat. Kemudian lagi-lagi ia tertawa. "Aku tidak akan memakanmu anak muda," ia lalu menepuk punggung Albert dengan keras. "Tapi aku pasti melatihmu dengan keras," imbuhnya sembari menampilkan senyum licik dengan kerutan wajah yang terlihat lebih jelas. Sedangkan Albert hanya dapat memberikan senyum masam.
Beberapa saat setelah jamuan makan selesai, Tuan Tyr membicarakan sesuatu sebelum meninggalkan ruang makan. Ia menanyakan kesediaan anak itu tinggal di mansion keluarga Vysteria untuk sementara waktu. Hal tersebut lebih praktis ketimbang Albert harus bolak-balik ke kediaman Vysteria. Tuan Tyr memberi waktu agar Albert memikirkannya hingga esok hari.
"Sepertinya aku melihat sesuatu yang menarik hari ini," pikir Albert saat perjalanan pulang.
Anak itu berjalan sembari tersenyum karena mengingat kelakuan Tuan Tyr dan Aran. "Hubungan orang tua dan anak mungkin seharusnya memang seperti itu," seperti itulah hal yang terlintas di benak si penyihir muda.
Dalam sehari banyak hal yang terjadi kepada Albert. Ia memiliki banyak julukan, mulai dari Pusaka Sihir, Pangeran kedua dari Ririas, seorang pengembara, dan kini menjadi murid dari seorang ahli pedang. Perjalanan Albert bukan hanya membantu Fuguel, tetapi juga menemukan jati dirinya.
~