Jenn menghembuskan napasnya dengan berat, dia telah melihat mobilnya melaju sangat jauh diluar sana. Benar... Dia seharusnya tidak terlalu terbawa suasana.
Jenn menatap langit-langit yang menggelap, sepertinya hujan akan semakin deras.
Dan benar saja beberapa kali Guntur dan kilat petir terus menerus menyahut. Menyambar. Dan beberapa kali membuat dirinya terkejut karena suara yang menggelegar tersebut.
"Kenapa duduk disini?" Tanya seseorang yang melindungi tubuh basah Jenn dari hujan.
"Ke-kenapa kamu ada disini?" Jenn terkejut, lihatlah, orang yang ada dihadapannya sekarang adalah Hyun Bin. Seorang buronan yang menjadi incaran para media, polisi, dan semua masyakarat yang penasaran dengan dirinya.
Dia mengulurkan tangannya yang memilki kulit putih itu, Jenn segera menerimanya. Menatap manik matanya yang indah.
Seketika aku teringat dengan dia yang pernah menjadi teman baiknya saat kami berada di satu akademi yang sama. 5 tahun yang lalu.
"Jangan berada disini. Kamu bisa sakit. Ayo..." Ajaknya dengan menggengam tangan Jenn.
Gadis itu kebingungan, kenapa jadi seperti ini? Dia menangis dan sekarang seseorang menolongnya, dengan cara yang begitu manis.
"Hum... Kamu mau masuk?" Tanya Hyun Bin menunjukkan kos-kosan kecil nya.
Jenn mengangguk. Dia segera melepaskan sepatunya dan meletakkannya di rak sepatu.
****
Jenn POV.
Aku melihat sebuah ruangan yang sangat mini sekali, ini begitu kecil, mungkin luasnya seluas kamar ku. Hanya ada 1 kasur dan itu berada disebelah ruangan yang aku tempati saat ini.
Kasurnya berada diseberang ruangan yang hanya berbatasan triplek yang memisahkan antara ruangan tamu dan kamar.
Hyun bin mengambilkanku handuk kering dan juga baju oversize putih miliknya serta celana pendek berwarna hitam.
"Ganti. Nanti masuk angin." Dia hemat kata. Aku membenci hal tersebut.
Aku segera menerima pakaian tersebut, dan masuk ke dalam kamar mandi yang kecil sekali, bahkan aku tidak menjamin keamanannya. Pintunya yang... Sulit untuk dlkunci, kuputuskan untuk mengganjalnya dengan bak ember.
10 menit berlalu akhirnya aku telah siap, aku telah mengeringkan rambutku dan sekarang pria itu memberikan bantalan penghangat miliknya.
"Diluar sangat dingin, makanlah." Ucapnya dengan memberikanku mangkuk ramen berukuran besar.
"Kamu tidak makan?" Tanyaku dengan memberikan dirinya tempat untuk duduk.
"Aku tidak lap--"
Krrukkkk....
Dia berbohong padaku? Lucu sekali, apalagi dengan pipinya yang memerah karena malu ketahuan berbohong.
"Baiklah aku akan makan." Jawabnya dengan memisahkan batang sumpit yang masih menyatu. Aku tertawa kecil.
"Kenapa tertawa? Tidak ada yang lucu." Dia serius dengan ucapannya, membuatku bungkam.
Aku segera meniup ramen ku, sedangkan dia sudah menyeruput mi nya bahkan sebelum dia meniupnya, membuat dia kepedasan ditambah dengan rasa panas yang menjalar di mulutnya.
Sudah kupastikan, pasti mulutnya kebakaran. Aku memberikan botol minum ku, dan dia langsung meminumnya hingga menyisakan setengah dari isinya.
"Maaf. Nanti aku ambilkan lagi." Ujarnya.
Aku hanya mengangguk, aku menatap wajahnya yang tampak sedang kesusahan.
"Apakah tidak ada orang yang ingin menjadi saksi mu?" Aku memberanikan diri untuk bertanya.
"Tidak ada. Sepertinya aku akan pergi keluar negeri setelah mendapatkan uang banyak. Aku tidak tahan berada disini. Semua orang tidak mempercayaiku." Jawabnya.
Aku hanya mengangguk dan ber-oh saja. Aku juga takut untuk membantunya, bukan takut, hanya ingin mencari aman saja.
"Aku... Ak-aku bisa membantu mu." Jawabku.
Sialan. Kenapa mulutku suka sekali lancang sih?!
"Jinjja?" Tanyanya kebingungan.
Aku mengangguk ragu. "Tidak usah berpura pura, aku tidak suka digantung dengan harapan tidak jelas." Balasnya.
Hanya bisa menghela napas, akhirnya aku memutuskan untuk meniup ramen dan menyuapkan nya pada Hyun Bin.
"Kita berteman cukup lama Oppa... Aku akan membantumu." Ucapnya.
"Gomawo." Jawabnya dingin.
"Hanya untuk kesaksian kan? Aku bisa mengatur jadwalku untuk mu. Tapi kamu harus membantu ku." Ujar ku.
"Membantu apa?"
Aku memikirkan sejenak.
"Kamu tau tempat dimana memperbaiki kamera analog? Kamu suka dengan bidang fotografer kan? Aku pernah melihat di sosial mediamu." Jawabku. Aku teringat dengan Minkyu, pria yang tidak berperasaan itu.
"Ah... Tempat itu. Tentu saja aku tahu. Akan aku antar. Makanlah." Dia tersenyum lebar.
Setelah makananya habis aku menunggu hujan reda sembari memainkan ponselku, aku mendapati 3 panggilan tidak terjawab dari Minkyu, dan 10 pesan yang belum kujawab bahkan belum ku baca.
Isinya hanya tentang dia yang menanyakan 'dimana keberadaan mu?' 'apa kamu marah?' 'mau aku jemput?' dan 'maafkan aku jika aku salah'
"Kamu belum menjawab pertanyaan ku yang tadi." Ucap pria itu dengan duduk di sofa dan membuka laptopnya.
"Pertanyaan yang mana?" Aku bingung, sekaligus lupa.
"Yang tadi. Kenapa kamu ada disana? Hujan-hujan, dan.... menangis..." Tanyanya ragu, tapi matanya tidak memandang lawan bicaranya, terus fokus dengan layar monitor laptopnya.
Aku hanya mengangguk pelan, lalu menoleh ke arah laptopnya.
"Aku... Hanya sedih saja. Dia... Dia jahat." Jawabku.
"Dia?" Hyun bin menoleh ke arahku.
"Ada seseorang yang Kusuka... Tapi dia tidak menyukaiku. Dia sudah punya tunangan." Jawabku.
"Bwahahahahhaha. Astaga.... Aku ingin tertawa." Katanya yang padahal sudah tertawa lebih dulu.
Aku segera menimpuk lengannya dengan pemukul nyamuk.
"Diamlah!" Bentak ku.
"Terus? Dia menurunkanmu dijalan?" Dia meremehkan ku?
"Tidak. Aku yang meminta untuk diturunkan. Aku sudah kesal, sedih, dan merasa ditolak." Jawabku jujur.
Saat bayangan Minkyu muncul dikepala ku kembali, aku langsung menyandarkan kepalaku di lengan berotot Hyun Bin, pria itu melirik ke arahku.
Kami terakhir kali seperti ini yaitu 6 tahun yang lalu, disaat aku dan Hyun Bin dalam masa pelatihan yang sama.
"Aku sudah lama sekali tidak merasakan ini..." Kataku dengan memejamkan mata.
"Jenn... Aku menemukan perusaan baru." Ujarnya tiba-tiba.
"Hm?" Aku tidak percaya.
Hyun Bin tadi mengatakan jika dia akan mencari perusahaan baru yang bisa menampung, dan mengurus dirinya dengan baik dan benar.
"Apa yang sedang kamu--"
Aku terdiam. Itu adalah 180 degree. Aku bungkam seribu bahasa, Hyun Bin terlihat sangat bahagia, dia bahkan tersenyum dengan sangat lebar, tidak seperti biasanya.
"Dia mengatakan akan membantuku dalam persidangan. Menurutmu apakah ini akan baik-baik saja Jenn?"
"Te-tentu."
****
Gedung 180 Degree Entertainment.
"Aku menemukan seseorang yang cocok untuk masuk ke perusahaan kita bos." Kata Park Go Eun pada ayahnya.
"Siapa dia nak?" Tanyanya dengan mengelus puncak kepala anaknya.
"Namanya Hyun Bin. Dia dalam masalah, dia bisa jadi sebuah kekuatan dalam perusahaan kita. Dia dalam keadaan putus asa. Dia bisa dimanfaatkan sedikit... Dan kupikir dia mencintai Jenn." Ucapnya dengan tersenyum lebar kearah layar monitor nya.
****
Minho Oppa.
|text message|
|Jenn kuperingati, berhati-hatilah untuk saat ini. Aku tidak tahu apakah orang yang ada disekitaran mu adalah orang yang baik atau tidak. Ini bukan hanya karena kasus yang baru-baru ini terjadi pada dirimu, tapi berhati-hatilah. Jangan sampai salah menginjak langkah kembali.
(Read)