webnovel

Jejak Awal Menatap Diri

Pagi tak seterang biasanya, ada awan yang menghalangi sinarnya dan langit menangis pilu karena tak ada cahaya pagi untuk bumi. Angin mencoba menghapus air mata langit, tapi justru semakin menangis. Disisi lain, ada cahaya terang yang menyinari sebagiannya yang menandakan bahwa "kesedihan hanya menjadikan luka menjadi basah dan terbuka". Tak perlu menjadi siapapun untuk menunjukan diri, tak perlu membuat apapun untuk dikenal, kadang kita sendiri yang hilang terhadap kepercayaan. Kita ingin mendapatkan kepercayaan orang lain tapi tidak bisa mempercayai diri kita sendiri. Bagaimana seseorang memberikan kepercayaannya kepada kamu jika kamu tidak mempercayai dirimu sendiri ? Seperti itulah kita, manusia yang dilahirkan sempurna tapi selalu merendahkan sesama. Apa yang menjadikan salah satu dari kita lebih baik ? TIDAK ADA.! Yang ada hanya rasa pecaya diri yang berlebih, hanya rasa takut kalah dari orang lain yang membuat mereka selalu ingin menjadi yang terbaik agar diakui dan di pandang. Kesombongannya hanya untuk membuat orang lain takut, padahal dalam lubuk hatinya mungkin dia sangat takut direndahkan.

Matahari sudah berdiri tegak. Sinarnya begitu jelas sehingga ubun-ubunku berdenyut kencang. Seperti ini kah masyar ? Bahkan aku tak tau seperti apa rupaku nanti. Saat ini aku hanya memperbaiki diri untuk menjadi baik agar aku bisa berdiri tegak dengan wajah memandang lurus kedepan dengan tatapan tajam seperti singa yg hendak menerkam. Tentu tak semenakutkan itu, aku hanya ingin menatap jelas masa depan. Parahnya aku tidak tau masa depan seperti apa yang akan aku daparkan. Bahkan menjalani keseharian pun aku tak tau persis seperti apa. Kenapa tuhan merahasiakan waktu? Kenapa tuhan tak berterus terang dengan waktu? Mengapa banyak orang yg mengaku bisa melihat masa depan padahal mereka sadar itu hanyalah halusinasi? Jika hanya berjalan dengan arus aku bisa menjadi sukses lalu kenapa selalu ada ranting yg menghalangi?

Aku adalah orang yang penuh dengan pertanyaan dalam kepala. Banyak hal yang tak bisa aku jawab dengan pikiranku. Bahkan terkadang aku meragukan diriku dan keberadaanku. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan untuk menjawab pertanyaannyaku. Pikiran dan hatiku selalu bertengkar setiap saat untuk menjawab hal-hal yang tak ku mengerti. Memperdebatkan sebuah perasaan yang orang bisa merasakannya. Tapi tidak denganku yang selalu membutuhkan penjelasan. Aku butuh suasana nyaman untuk menenangkan pikiran. Mungkin taman diperseimpangan jalan mampu membantuku meredam kebingungan.

Diperjalanan, aku melihat banyak orang berlalu lalang melanjutkan aktifitasnya. Terbesit pikiran "Apakah mereka juga pernah merasakan hal yang sama denganku? Merasa tidak mengerti apapun dan mempertanyakannya lalu diam dan meratapi kebingungan? Mungkin iya atau mungkin mereka sudah menemukan jawabannya?" entahlah, aku sudah mulai lelah dengan caraku berpikir. Tapi bagaimana mereka bisa senyaman itu dalam beraktifitas? Aku yang masih menempuh pendidikan pun terkadang resah dengan keseharian. Benarkan mereka menemukan jawaban? atau mereka hanya mengabaikan pikiran itu dan berfokus menjalani kehidupan?

Simpang jalan menjadi tujuanku saat ini. Tetapi kabar beredar sedang ada kecelakaan disana. lalu aku memutuskan untuk berbalik arah menuju alun-alun kota. Dengan suasana bosan, aku mencoba memecah suasana itu dengan fantasiku. Bermodalkan akal pikiran yang menganggap bahwa aku adalah seorang seniman terkenal yg hendak menghadiri konferensi pers di alun-alun. Membayangkan bagaimana fans ku meneriakan namaku, mengelu-elu kan ku, berdesak demi bisa berjabat tangan denganku. Tapi aku bukan manusia yg terjebak delusi. Aku sadar aku bukan siapa siapa, aku hanya manusia biasa tanpa identitas yang pasti. Aku hanya tau namaku adalah pemberian orang tuaku dan aku tak bisa memilih.

Alun-alun kotaku begitu ramai dengan tempat indah yg mampu menciptakan kenangan. Membuat beberapa wisatawan menyimpan rindu tersirat dalam setiap hatinya. Keberhasilan para pejabat publik menyulap sebuah tempat yg biasa saja menjadi luar biasa. Hanya saja aku menikmati ini sendiri, aku tak merasa kesepian tapi aku butuh teman bercerita saat ini. Aku butuh objek lain untuk menjadikan ini kenangan. Pukul 2 siang ini dengan secangkir minuman segar dari penjajah kaki lima, aku memandang sekeliling area alun-alun dengan seksama. Ada seorang wanita bermata indah memperhatikan ku dengan lengkung bibir terangkat. "Senyuman itu untukku atau orang lain disekitarku ?" Itu yang aku pikirkan. Seketika ia berpaling dan beranjak melangkah ke depan menemui petugas kebersihan. Aku ingin hampirinya, hanya saja rasa maluku menahanku untuk bertindak konyol. Mungkin dia melempar senyum untuk seseorang disekitarku. Sejak itu hari-hari ku tiada henti untuk terus memikirkan dia. Setiap langkah yang ku tempuh dan jarak yang ku lalui, bayangmu selalu hadir menemaniku. Entah apa yang sedang ku alami, wanita itu mengisi kepala dan hatiku saat ini. "Tuhan, apa yang ingin Engkau berikan padaku saat ini ?" Tanya ku kepada Tuhan.

Lama aku duduk diam disini. Memperhatikan orang-orang melakukan aktifitasnya saat ini. Melihat tawa canda yang mereka lakukan bersama kerabat mereka. Menghabiskan waktu menikmati senja dengan hangat pertemanan. Itu membuatku berkhayal akan dirinya yang beberasaat lalu berlalu meninggalkan alun-alun ini. Sayang, aku tidak memiliki keberanian cukup untuk memulai perkenalan. Tapi tak apa, aku cukup terbiasa menyimpan sebuah perasaan. Meskipun aku tak yakin perasaan apa yang aku rasakan. Semoga suatu saat aku bisa berada disini dengannya untuk mengisi keheningan.

Senja berganti malam, menampakan sinar bulan yang indah terang saat ini. "Kamu sedang apa? kamu terus dan terus aku pikirkan, apakah kau melakukan hal yang sama?" Kebodohan ini membuatku bingung, namun aku menikmati rasa ini. Berharap sebuah jawaban akan datang suatu hari nanti. Bersama sinar bulan, akan aku simpan senyummu dalam ingatan. Meski hanya seperti khayalan, tapi yakin Tuhan sedang mempersiapkan sebuah kejadian dalam perjalanan kehidupanku. Berharap esok kita akan kembali bersua, ku pastikan aku menanyakan namamu untuk sebuah perasaan.

Tak ku temui dirimu hari ini, aku merasa gelisah tapi aku tak bisa apa-apa. Aku hanya berharap tuhan akan selalu menjagamu. Semoga harimu menyenangkan dan kamu baik-baik saja. Aku tak tau harus berbuat apa. Hanya ada wajah dan senyummu saat itu yang selalu ku rasa. Mungkin Tuhan ingin menjelaskan sesuatu, bahwa tak perlu aku mengenali setiap nama yang Ia ciptakan, cukup menganggumi keindahan yang Ia berikan lah yang membuat hidup ini berwarna. Selama aku masih memikirkanmu, mungkin aku akan menjadi tempat mu pulang. Meski kita tak saling kenal tapi aku akan selalu membuka pintu ku untuk mu jika kamu ingin berlindung dari dunia ini. Sampai nanti kita bertemu kembali, aku akan berusaha selalu menjaga perasaan ini.

Tapak jejak hidup hanya kita yg tau bukan mereka yg tentukan. - Fian Afiansyah