"Sayang..."
Alea tersontak kala sepasang lengan kekar memeluk pinggang rampingnya erat, dagu pria itu tertumpu pada bahu Alea. Dari harumnya saja Alea tau siapa pria itu, siapa lagi jika bukan pria yang akan menjadi suaminya satu Minggu yang akan datang?
Alea membalikan tubuhnya hingga berhadapan langsung dengan Farel. Namun tetap saja, tautan tangan Farel tak pernah lepas dari pinggangnya.
Atensi Alea menatap lekat pria tampan dihadapannya itu, Farel bahkan terlihat begitu lelah. Alea tau ada banyak yang harus Farel lakukan disini, di dunia yang bahkan baru Farel pijaki.
"Apa kau lelah?" tanya Alea. Tangan Alea terangkat, mengusap rahang tegas calon suaminya dengan penuh kasih sayang, sedangkan Farel mencoba memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan yang Alea berikan. Tak dapat dipungkiri, jika keduanya saling merindukan satu sama lain.
"Apa kau bersenang-senang?" Bukan jawaban yang Farel berikan, melainkan sebuah pertanyaan baru yang jelas Farel tau apa jawabannya itu.
Alea mengagguk, "Tentu! Tapi tidak setelah aku bertemu kakak tiri ku." Raut wajah Alea mendadak murung, tak dapat dipungkiri jika Alea merasa kesal kala bertemu dengan Fricila— kakak tirinya.
Farel terkekeh mendengar jawaban yang Alea berikan, Sebenarnya dirinya sudah tau ini. Namun dirinya bertingkah seolah tak mengetahui apapun, ternyata Alea mengatakan sendiri padanya membuat Farel merasa senang bukan main.
"Bersiaplah, sayang. Aku akan membawamu ke acara peresmian kantor cabang ku di Bali." Farel mengecup bibir Alea berkali-kali dan Alea sungguh tak keberatan akan hal itu.
Ada banyak hal yang ingin Alea tanyakan pada Farel, mengingat pria itu benar-benar baru menginjakan kaki di bumi. Apa mungkin karena sebelumnya, para orang suruhannya yang ada di istana mengurus semuanya hingga membuat perusaahan Farel berkembang pesat disini? Tentu saja, itulah jawabannya. Jika perusahaan Farel tak berkembang pesat, tak mungkin Farel membuka kantor cabang.
"Apa akan ada—
Alea menggantungkan ujarannya, ia memejamkan matanya sebentar, seperdetik kemudian ia kembali buka suara, "Papah?" ada rasa sesak di dada kala Alea mengucapkan satu panggilan itu, jujur saja Alea merindukan sang ayah, meskipun David selalu memperlakukannya tak baik, tetap saja Alea menyayangi David selayaknya seorang anak kepada orangtuanya.
"Dia datang, tapi jika kau tak ingin... Tidak masalah, aku akan menghapus akses untuknya masuk," jawab Farel, jelas saja Farel berkuasa disini. Dengan keinginan dirinya sendiri atau Alea sekalipun, Farel dapat mengabulkannya dalam sekejap mata. Farel terbiasa hidup mewah, serba ada, apapun yang pria itu inginkan akan terkabulkan. Maka dari itu, sampai saat ini pun rasanya Farel masih tetap sama. Farel tak pernah menginginkan penolakan, Farel tak pernah menginginkan kegagalan, semuanya harus berjalan sesuai rencana.
"Tidak, biarkan saja mereka datang." Alea tersenyum, seolah mengatakan pada Farel jika dirinya baik-baik saja. Alea melontarkan kata, 'mereka'. Karena dirinya tau tidak hanya David yang datang— David pasti akan didampingi oleh ibu dan kakak tirinya.
Tiba-tiba usapan di kepalanya membuat Alea tersontak dari lamunannya. Diliriknya Farel yang tengah menatapnya dengan tatapan teduh, "Kau baik-baik saja?" tanya Farel.
"Aku akan memberimu kejutan disana," sambung Farel.
Jauh dari dugaan Alea, pria itu sudah menyusun berbagai rencana. Jelas saja Farel tak suka jika Alea diganggu oleh para hama, termasuk kakak tiri Alea. Farel belum sempat membalaskan dendam pada keluarga baru yang terlihat harmonis itu, padahal di belakang semua orang, keluarga baru itu hancur.
Farel tau pertengkaran ibu dan kakak tiri Alea dengan ayah kandung Alea, Farel tau bagaimana David membenci Fricila, Farel tau Asih menyembunyikan sesuatu yang besar dan Farel tau jika hubungan Asih dan David hanya sebatas ancaman semata.
"Kejutan?" beo Alea. Farel mengagguk, hanya mengagguk tak mungkin Farel mengatakan kejutan apa yang akan dirinya berikan.
"Cepat, bersiaplah tuan putri," balas Farel tanpa menjawab pertanyaan Alea. Tak ingin membuat Farel menunggu lama, Alea segera berjalan meninggalkan pria itu sendiri, tubuhnya memang terasa lengket sedari tadi.
***
Gedung F&A Company - Bali, Indonesia | 19.00 WIB
Setelah upacara penyambutan, pembukaan, sambutan, pembacaan doa, penandatanganan dan kali ini pengguntingan pita dilakukan. Alea menatap bangga ke arah calon suaminya di depan sana yang tengah memotong pita dengan gaya angkuh nan dinginnya. Namun meski begitu, tatapan kagum serta tepuk tangan yang menggema tetap Farel dapatkan. Alea belum sempat bertemu dengan David dan kedua orang yang sangat dirinya benci, entah memang mereka yang belum datang atau Alea yang tak menyadari kehadiran mereka, entahlah— Alea tidak terlalu memusingkan itu.
Tanpa sadar, ternyata Farel sudah berada disampingnya, melingkarkan tangan kekarnya di pinggang ramping Alea seolah mengatakan pada seluruh tamu undangan yang hadir, jika Alea adalah miliknya.
Tak disangka pula, tamu undangan yang hadir di sini terdapat kurang lebih seribu tamu undangan. Alea sungguh tak menyangka jika Farel mendapatkan banyak rekan kerja dalam jumlah yang tak main-main jumlahnya.
"Kau hebat," puji Alea pada Farel.
Farel menaikan sebelah alisnya, namun seperdetik kemudian pria itu tersenyum lantas mengecup bibir Alea di hadapan banyak orang yang tengah memperhatikan mereka, "Aku memang hebat, sayang."
Baru saja Alea ingin membalas perkataan Farel, suara rusuh dari kerumunan yang tak jauh darinya berada mengalihkan atensi Alea. Lain halnya dengan Alea yang tampak kebingungan, Farel justru tersenyum penuh misteri, "Inilah pembalasan, sayang." gumam Farel pelan, saking pelannya Alea tak dapat mendengar itu.
"Bagaimana ini Tuan Alexander! Anak anda harus segera melunasi hutangnya pada kami!" tegas salah seorang pria berjas yang tampaknya merupakan tamu undangan disini.
David mengernyitkan dahinya bingung, "Maafkan saya, Tuan. Tapi apakah pantas membicarakan ini di depan tamu undangan lainnya?" David bertanya dengan raut wajah yang sulit diartikan, mungkin pria itu benar-benar malu. Sedangkan Fricila dan Elisa hanya berdiam diri, meratapi nasib mereka di depan tamu undangan yang jumlahnya tidak main-main ini.
Alea menatap David— ayahnya sekaligus orang yang telah menjualnya. Sebenarnya Alea tak tega melihat David yang tengah menghadapi orang-orang berjas itu, namun mau bagaimana lagi? David pun begitu padanya, tak pernah merasa kasihan sekalipun memikirkan perasaan Alea.
"Apakah Fricila benar-benar memiliki hutang pada orang-orang itu?" tanya Alea penasaran.
Farel mengagguk, "Jika tidak, mana mungkin mereka diam tanpa pembelaan, sayang."
Benar apa yang Farel katakan, jika hal itu tak benar, Fricila dan Elisa hanya berdiam diri tanpa mengatakan apapun. Hanya David yang berperan disini sebagai tameng.
"Saya sudah menagih berkali-kali secara personal, tapi hasilnya tetap sama. Anda tak mau mengakui hutang itu, jika dengan hal ini pun anda masih tak membayar hutang anak anda, saya pastikan akan mengurus ini secara hukum!"