webnovel

00.00

Menceritakan seorang gadis yang begitu tertekan. Teka-teki prihal kematian seseorang yang berperan penting dalam sebuah keluarga menjadi tanda tanya besar, ayahnya yang memilih menikah dengan janda anak satu tanpa persetujuannya, kakak tiri yang tak bosan memfitnahnya serta salah seorang asisten rumah tangga baik hati yang mencurigakan.

Silvergoals · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
221 Chs

BAB 12 - ARLES || FAREL & ALEA

"Kiss me, babe!" pinta Farel kala mereka ada di dalam kamar yang sama.

Alea merasa canggung akan hal ini, namun jika tidak begitu, mungkin mereka tak akan bisa pulang.

Perlahan Alea mulai mendekatkan diri, gerakannya sangat lambat membuat Farel menggeram dalam diam.

"Farel— Farel aku--

Dalam satu kali tarikan, pria itu berhasil membaringkan tubuh Alea di atas tempat tidur, dengan dirinya yang ada di atasnya, "Kau terlalu berlama-lama sayang," bisiknya sangat pelan.

Alea tak dapat melakukan apapun selain diam mematung, ia bahkan dapat merasakan hembusan nafas Farel di lehernya kala pria itu berbisik di dekat telinganya.

"Maafkan aku, aku sudah tak tahan." Setelah mengatakan itu, Farel mengecup kening, kedua pipi Alea hingga berhenti di bibir. Bukan sekedar kecupan, ada lumatan yang Farel berikan.

Merasa Alea yang tak juga membuka akses untuknya, tangan Farel dengan gencar meremas kedua gundukan milik gadisnya.

"Ahhhh-- Farelhhh...." desah Alea.

Farel tersenyum penuh kemenangan dalam ciuman panasnya, tak peduli akan penolakan Alea, Farel terus saja mengabsen rongga mulut Alea. Tangannya terus saja meremas kedua gundukan yang mungkin akan menjadi candu baginya, Farel tak tau dirinya akan berbuat sejauh ini, namun sungguh Farel tak dapat menahan semua ini.

Beberapa menit berlalu, Alea menepuk dada bidang Farel berkali-kali. Terpaksa, Farel menghentikan aktivitasnya itu.

Dengan rakus, gadis itu menghirup udara sebanyak-banyaknya.

"Farel, itu salah!!" desis Alea tak terima.

Bukannya merasa bersalah, Farel mengulurkan lengannya, mengusap bibir Alea berkali-kali mengenakan jarinya dengan gerakan seksual, "Kau begitu manis sayang, aku tak bisa menahannya lagi setelah bertahun-tahun kau pergi."

Bertahun-tahun kau pergi? Sebenarnya apa yang tidak Alea tau, entah itu Estelle atau Farel sekalipun keduanya tampak membingungkan. Sebenernya siapa Farel dan ada hubungan apa dengannya.

"Aku ingin pulang," gumam Alea.

Farel mengagguk setuju, "Kita pulang."

Farel mendekatkan wajahnya pada Alea, mencoba menggoda gadis itu— lagi. Oh ayolah, Farel benar-benar gila kali ini.

"Tapi, bukankah kita tak akan bisa pulang jika kau tak mencium ku sayang?"

Tidak! Alea tidak boleh egois. Jika dirinya terus memikirkan rasa gengsinya, mungkin dirinya akan terjebak disini selama-lamanya.

Alea mulai menutup matanya perlahan, mencoba memberanikan diri mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka bersentuhan. Jangan tanya bagaimana pria itu, tentu saja senang— bukan main.

Cup...

***

"Dengar Elisa!! Anak mu itu picik! Jika kau tidak ingin mendidiknya! Biarkan aku yang mendidiknya!!!" desis David. Sudah, sudah cukup David merasa kesal pada Fricila yang semakin hari semakin menunjukan kedok aslinya.

Elisa yang tak terima dengan perkataan David, menatap pria itu tajam, "Apa kamu bilang?? Picik!? Bukannya kamu yang picik!? Dengan bodohnya menjual anak mu sendiri, darah daging mu pada pria kaya raya itu!"

Keadaan begitu mencengkram, keduanya dikuasai amarah yang begitu menggebu-gebu. Sejak kepergian Alea, David begitu sensitif serta Elisa yang selalu egois.

"Kau bahkan ikut menikmati uang hasil kita menjual Alea, bukankah itu rencanamu sebelumnya?" kekeh David namun tatapannya tetap tajam seolah mengisyaratkan kemarahan yang dalam.

Elisa diam, memang pada saat itu dirinya lah yang memiliki ide menjual Alea. Melihat David yang terlihat membenci Alea membuat Elisa dengan berani menyarankan hal itu. Dan pada saat itu pula David mengatakan jika dirinya setuju akan apa yang Elisa katakan.

"Mah! Pah!" Suara Fricila menggema hingga terdengar di ruangan yang tengah mereka tempati.

David memutar bola matanya jengah, ia tau apa tujuan Fricila kali ini, apalagi jika bukan uang?

"Anak tak tau diuntung! Yang ada di kepalanya hanya uang! Uang dan uang!!" sindir David di hadapan Elisa.

"Jaga ya mulut—

"Rupanya kalian disini!" Fricila tiba-tiba saja datang membuat Elisa dengan berat hati menghentikan kata-katanya itu.

Fricila berjalan menghampiri keduanya setelah menutup kembali pintu kamar, "Kalian lagi apa?"

"Ada apa lagi!?" tanya David dengan nada suara tak suka membuat Elisa diam-diam menggeram.

Namun, tentu saja Elisa hanya diam, tak mungkin ia menyahut perkataan David di depan anaknya itu.

"Oh ya! Aku minta uang dong, Pah. Temen-temen aku ngajak jalan-jalan ke Bali," kata Fricila tanpa tau malu.

David menyunggingkan senyumnya, menatap Elisa dengan tatapan yang sulit diartikan, "Lihat? Baru saja kemarin ku berikan dia uang, apalagi ini?" desis Elisa.

Tentu saja Elisa tak mau kalah.

"Wajar lah, Mas! Remaja seusia Sila itu emang lagi butuh banget uang," belanya.

"Kau memang tidak sama dengan Alea!" tekad David menatap tajam anak tirinya itu.

Kedua mata Fricila membulat sempurna. Apa tadi David bilang? Apa David tengah membanding-bandingkan dirinya dengan Alea?

"Pah cukup ya! Jangan pernah sama-samain aku sama Alea! Aku sama Alea gak sama! Alea itu cuman anak pembawa sial!!"

"JAGA MULUT KAMU FRICILA!!!!" Tangan David sudah terangkat hendak menampar Fricila, namun---

"Berani kamu nampar anak saya, ha?" Dengan sigap Elisa menahan tangan David membuat Fricila tersenyum penuh kemenangan. Tentu saja ibu nya tak akan membiarkan dirinya kesakitan.

David berusaha menahan diri untuk tidak memperpanjang ini, ia menepis lengan Elisa yang sudah berani menahannya, melempar tatapan tajam pada Fricila kemudian pergi meninggalkan keduanya begitu saja.

BRAK!! Suara pintu di banting membuat mereka tersontak kaget, semarah itu David?

"Mah, gimana dong? Masa aku gak jadi liburan ke Bali. Malu dong sama temen-temen," rengeknya.

Elisa mengusap surai sang anak, "Kamu tenang dulu ya. Nanti Mama bantu bujuk Papah."