Seperti biasanya Rindi menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Stefano. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi, tapi Stefano belum juga keluar dari dalam kamarnya. Setelah melakukan ibadah subuh seperti biasanya, Stefano langsung masuk kamar dan tidak lagi keluar. Rindi sedikit khawatir tidak biasanya Stefano seperti ini. Rindi meletakkan sop ayam buatannya di meja makan. Rindi lalu menuju kamar Stefano, dia ragu-ragu apakah dia harus mengetuk pintu kamar Stefano atau tidak.
Rindi mondar-mandir di depan kamar Stefano, karena melirik jam dinding sudang setengah 9 Rindi akhirnya memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Stefano.
"Chan, sarapan sudah siap. Apa Kau tidak pergi ke agensi hari ini?" tanya Rindi pelan.
Tidak ada jawaban dari dalam kamar Stefano, Rindi memberanikan diri untuk memutar gagang pintu dan ternyata memang tidak terkunci. Pelan Rindi masuk ke dalam kamar Stefano, dia lihat Stefano tidak ada di atas ranjang.
"Dimana dia? Apa di kamar mandi?" tanya Rindi bermonolog.
Rindi kemudian berjalan menuju kamar mandi yang tertutup, dia mengetuk pintu pelan.
"Chan?" panggil Rindi pelan.
Tetap saja tidak ada jawaban.
"Chan? Jawab Aku, jangan diam saja. Sekarang Kamu membuatku takut," ucap Rindi lagi dengan nada panik.
Tidak ada jawaban dan suara sedikitpun dari dalam kamar mandi membuat Rindi semakin khawatir. Rindi memutar gagang pintu ternyata terkunci dari dalam. Rindi semakin panik dan bingung harus apa sekarang. Rindi kembali mengetuk pintu sedikit keras sekarang.
"Chan,,,buka pintunya! Kamu sedang apa di dalam? kenapa tidak ada suara sama sekali," ujar Rindi lagi semakin panik saja. Rindi berhenti mengetuk-ngetuk pintu saat mengingat pintu ini pasti memiliki kunci cadangan. Rindi kemudian berlari cepat menuju meja di samping ranjang Stefano. Dia membuka laci dan mencari keberadaan kunci itu. Benar dugaan Rindi disitu memang ada beberapa buah kunci cadangan, tanpa berlama-lama lagi Rindi langsung mengambil kunci itu dan kembali ke pintu kamar mandi. Rindi mencoba satu persatu kunci itu, dan akhirnya ketemu juga. Pintu sudah terbuka dan Rindi langsung menerjang masuk, Rindi terkejut melihat Stefano yang tergeletak di samping pintu dalam keadaan memejamkan mata.
"Chan," pekik Rindi kemudian menghampiri suaminya itu.
Kepanikan Rindi tidak berhenti begitu saja walaupun Stefano sekarang sudah siuman. Suaminya itu mengeluhkan kepalanya sakit, tapi penyebabnya apa Stefano tidak mengatakannya dengan rinci.
"Ayo kita ke dokter saja, Aku bisa ambil libur kuliah," ajak Rindi sambil duduk di tepi ranjang Stefano, sedangkan Stefano sendiri berbaring dengan memejamkan matanya. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis lalu kepalanya menggeleng menolak.
"Berangkatlah kuliah, Aku sudah tidak apa-apa. Mungkin Aku hanya butuh tidur," ucap Stefano tanpa sedikitpun membuka matanya. Rindi menghela napas tidak peracaya dengan apa yang dia dengar. Biarpun mereka menikah secara hitam di atas putih tetap saja Stefano itu suaminya. Tidak saja seenaknya Rindi meninggalkan suaminya dalam keadaan sakit seperti ini.
Rindi tetap duduk di tepi ranjang dan menutup rapat mulutnya tidak mengatakan apa-apa sekarang. Stefano yang mengira istrinya itu sudah pergi lalu membuka matanya pelan, dia terkejut Rindi masih ada di kamarnya.
"Kenapa tidak pergi kulilah?" tanya Stefano lagi.
Rindi tidak menjawab dan hanya memandang Stefano, dia lalu menggelengkan kepalanya. Rindi beranjak dari duduk, dia ingat kalau suaminya itu belum sarapan.
"Aku akan minta ijin hari ini, Kamu belum sarapan. Aku siapkan dulu sarapan untukmu," ucap Rindi menanggapi pertanyaan Stefano kemudian meninggalkan laki-laki dingin yang sedang terkejut itu sekarang.
Tidak berapa lama, Rindi kembali dengan nampan yang sudah berisi makanan untuk Stefano. Beruntungnya hari ini dia memasak sop ayam, walaupun pasti Stefano akan sedikit aneh makan masakan Rindi. Karena dia sama sekali tidak pandai masak makanan Korea. Rindi meletakkan nampan itu di meja, Rindi membangunkan Stefano yang masih memejamkan matanya.
"Chan, makan dulu! Nanti minum obat pereda sakit," ucap Rindi pelan sambil memegang pundak Stefano.
Stefano yang memang tidak benar-benar tidur membuka matanya, dan sekarang mata mereka berdua saling beradu. Sejenak mereka sama-sama terdiam, saling menatap sampai pada akhirnya dering ponsel Stefano mengganggu mereka berdua. Stefano yang seketika tersadar kemudian sibuk mencari ponselnya, yang entah ada di mana. Rindi yang juga turut merasa kikuk pun mengambil ponsel Stefano yang sedari tadi ada di atas meja.
"Ini ponselmu," ujar Rindi pelan sambil menyodorkan ponsel itu pada Stefano. Suaminya itu menerimanya sambil tersenyum kaku, mereka berdua sama-sama dalam mode salah tingkah sekarang. Stefano kemudian menempelkan ponselnya di telinga.
Terdengar suara panik di seberang sana, dan raut wajah Stefano yang juga seketika berubah. Sedetik kemudian Stefano mematikan sambungan dan langsung turun dari ranjang. Rindi yang masih berdiri di samping ranjang mengerutkan keningnya bingung. Stefano langsung berjalan menuju lemari dan mengambil salah satu jaket miliknya, dan mengenakannya.
"Mau kemana? Kamu belum makan, Chan. Lagi pula Kamu sedang tidak sehat," ucap Rindi mendekati suaminya itu. Stefano yang sudah akan melangkahkan kakinya keluar kamar, kembali berhenti dan memandang Rindi lagi.
"Aku harus ke agensi secepatnya, Kau di rumah saja atau tidak Kau pergi kuliah saja. Tidak perlu khawatir Aku baik-baik saja."
Setelah berkata seperti itu Stefano lalu berjalan begitu saja meninggalkan Rindi yang tertegun. Jelas-jelas tadi Stefano pingsan, wajahnya saja pucat dia bilang baik-baik saja. Apa yang sebenarnya terjadi sampai-sampai dia terburu-buru seperti itu. Pertanyaan itu sekarang berputar-putar di otak Rindi.
***
Stefano baru sampai di apartement miliknya saat larut malam, Stefano langsung berjalan menuju dapur untuk mengambil minum. Kepalanya semakin terasa sakit saja sekarang, dia tidak sempat meminum obat apa-apa. Dia juga tidak habis pikir kenapa bisa lagu yang belum di rilis itu bocor dan bahkan di rilis oleh agensi lain. Stefano kemudian berjalan menuju sofa ruang tengah dan dia terkejut Rindi sedang tertidur di situ. Pelan Stefano berjongkok dan memandang Rindi dari dekat. Senyum Stefano tiba-tiba singgah begitu saja, tanpa berpikir dua kali Stefano lalu menggendong Rindi ke kamarnya. Stefano meletakkan Rindi di ranjang dengan pelan, dia kemudian menyelimuti istrinya itu rapat.
"Maaf jadi menggendongmu, dari pada Kau masuk angin tidur di luar," lirih Stefano.
Setelah itu Stefano kembali keluar dan menuju kamarnya, dia sudah akan masuk ke kamar mandi membersihkan diri. Tapi dia baru ingat lampu kamar mandi miliknya rusak, dan itu juga yang menyebabkan dirinya pingsan tadi pagi-pagi. Lagi-lagi kegelapan membuatnya tercekik dan kehilangan kesadaran. Stefano melepas jaketnya dan menarik handuk yang tersampir di samping kamar mandi. Dia kemudian menuju kamar mandi yang ada di dekat dapur untuk membersihkan diri.
Sekarang Stefano sedang duduk sendirian di sofa ruang tengah, karena sudah tidak bisa lagi menikmati bir. Fano beralih meminum minuman soda yang sengaja Rindi siapkan di dalam kulkas. Walaupun sedikit aneh tetap saja Stefano menikmati minuman itu. Pikirannya sekarang sedang berkelana kemana-mana, lagu barunya di plagiat, dia juga khawatir tentang Rindi. Takut kalau-kalau Rindi akan mendapat hujatan dari orang lain karenanya. Stefano mengusap wajahnya pelan lalu menghela napas pendek, dia menyandarkan kepalanya yang begitu berat ke sofa.
Mata Rindi terbuka pelan, dia mendengar secara lamat-lamat suara orang berteriak. Rindi teringat Stefano yang tadi belum pulang, Rindi langsung turun dari ranjang. Dia sedikit bingung kenapa bisa dia ada di dalam kamar sekarang. Tapi menyadari suara orang yang sedang meracau semakin jelas, Rindi melupakan bagaimana caranya dia ada di dalam kamar. Rindi langsung keluar dan menghampiri asal suara.
Rindi mendapati Stefano sedang memejamkan matanya, tapi dia berteriak-teriak mengigau minta tolong. Keringat sebesar biji jagung membanjiri keningnya, Rindi memegang lengan Stefano pelan.
"Chan, bangunlah! Kamu kenapa?" tanya Rindi menggoyang pelan lengan Stefano.
Dengan terkejut Stefano membuka matanya, dia menatap nanar ke arah Rindi yang tepat di depannya. Stefano kemudian berhambur memeluk Rindi sekarang, napasnya tidak beraturan. Bahkan terdengar isak tangis dari Stefano. Rindi yang awalnya terkejut, reflek mendekap hangat Stefano. Dia menepuk-nepuk punggung Stefano pelan.
"Tenanglah! Aku di sini bersamamu," ucap Rindi menenangkan Stefano.
Kepala Stefano mengangguk mengiyakan, tapi otak Rindi lagi-lagi berpikir keras. Ada apa dengan suaminya ini, kenapa dia sampai ketakutan seperti ini.
***