webnovel

Infeksi

Clay tersenyum di depan cermin. Setelah memoles bibirnya dengan lipbalm, dia kemudian merapikan rambutnya. Di kepangnya dengan rapi sampai sebuah tawa meledak terdengar dari halaman depan.

Laya tengah bercanda dengan sang ayah sambil memanaskan mobil. Tawa kaka Clay itu sangat khas dengan suara menggelegar lagi keras. Clay menuruni tangga untuk segera sampai di halaman.

Dia berdiri di teras sambil menunggu ibu yang masig berada di dalam menyiapkan beberapa barang yang akan mereka bawa ke rumah nenek.

Sampai kemudian. Tawa ayah dan Laya terhenti. Laya menepuk-nepuk bahu ayah karena tiba-tiba ayah batuk tanpa henti. Clay yang ikut panik pun segera berlari ke dapur mengambilkan air putih untuk ayah. Saat kembali ke halaman, pandangannya sudah menakutkan. Di lihatnya ayah kejang dengan mata terus berputar. Laya yang awalnya membantu ayah tak berapa lama ikut batuk tanpa jeda. Dia menepuk-nepuk dadanya keras karena terasa sesak sampai Clay panik ketakutan dan berteriak memanggil ibu.

"Mama! Mama!"

Jalanan yang tadinya normal mendadak jadi riuh karena suara mobil yang berhenti mendadak atau saling menabrak. Mobil-mobil itu sangat kacau. Di lihat Clay, para penumpangnya mengalami kejadian serupa dengan sang ayah. Mereka kejang, teriakan dan tangis. Suara kelakar tenggorokan yang tercekik terdengar jelas sampai Clay baru sadar setelah ibunya turun.

"Ada apa?"

Tanya ibu yang langsung kaget melihat Laya dan ayah masih kejang-kejang di belakang mobil. Ibu lantas menyuruh Clay menutup hidung maupun mulutnya karena asap mobil terlalu banyak. Ibu lalu mendekati ayah dan Laya dan tak berapa lama ibu pun batuk-batuk. Dia sempoyongan tak karuan dan jatuh kejang pada akhirnya. Clay menangis histeris dengan pemandangan mengerikan itu sampai dia melihat seorang berlari sambil beeteriak ketakutan. Tak berselang lama setelah berlalu, di belakang orang itu terlihat orang yang mengejarnya. Sekilas biasa saja sampai Clay melihat dengan seksama kondisi wajah orang yang mengejar itu. Kulit keriput dengan urat menonjol. Wajah pucat cenderung hitam dan pupil lebar . Clay masih ketakutan saat itu.

Suara kelakar ayah dan Laya terhenti sedangkan ibu masih kejang dan tak berapa lama mereka menggeliat. Terdengar Laya berteriak keras dengan sekuat tenaga menyuruh adiknya pergi dari tempat itu.

"Pergi! Pergi!"

Titah Laya sambil menggeliat menahan sesuatu dalam tubuhnya. Clay menangis histeris. Dia hanya menurut kata-kata Laya dan berlari menjauh dari halaman rumahnya. Sampai saat jaraknya cukup jauh, di lihatnya Laya dan ayah bangkit. Rupa mereka begitu mengerikan sama seperti orang yang tadi Clay lihat. Pupil lebar siap memburu, wajah pucat dengan urat menonjol. Sungguh pemandangan yang mengerikan. Clay bahkan tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat itu. Orang-orang saling mengejar. Sebagian yang dia lihat normal namun sebagian yang lain berubah mirip monster mengerikan. Di lihatnya sekilas dalam pelarian, beberapa orang yang berubah itu menyantap orang yang masih hidup. Clay menangis ketakutan dengan nafas memburu berharap kakinya bisa berlari secepat mungkin. Berharap dia tidak memakan atau di makan siapapun.

*

"Sejauh yang saya tahu mereka samar saat ada pohon di dekatnya."

"Apa maksudmu?"

"Aku lihat mereka sedikit kurang nyaman dengan pohon. Tapi aku tidak ingin mengambil kesimpulan lebih cepat."

Slamet membuang nafas. Dia mencoba menjernihkan pikirannya agar bisa menangkap maksud dari ucapan Tohir.

Clay mendekati Slamet dan Tohir. Memberikan mereka teh hangat untuk menenangkan pikiran. Dia lalu duduk di dekat mereka. Ikut mendengar apa yang Tohir ketahui tentang wabah ini.

Slamet menatap bintang di langit yang masih sama. Dia bahkan bergumam pelik dalam hatinya. Membayangkan tangannya mendorong gerobak siomay dan pulang dengan hati senang saat melihat istri dan calon anak mereka menyambutnya di teras rumah.

"Apakah mereka bisa kembali?"

Slamet membuyarkan lamunan indahnya. Dia membenarkan posisi duduknya dan menyambut Clay.

"Aku tidak bisa tidur. Tapi sepertinya laki-laki itu, dia kelelahan setelah berjalan sejauh ini."

Timpal Clay sambil menatap wajah letih Tohir sekilas.

"Sekarang kita harus bagaimana?"

"Setidaknya aku masih punya ini."

Clay mengeluarkan smart phone miliknya. Namun sial, sepertinya batrainya habis. Slamet tertawa kecut. Di ambilnya batrai smart phone itu lalu dia menggosoknya dengan telapak tangan.

Clay heran dengan apa yang di lakukan Slamet.

"Ini akan mengisi daya batrainya. Cuma beberapa persen tapi lumayan."

Clay tertawa. Dia tak menyangka tukang siomay seperti Slamet memiliki trik sejenius itu.

"Trik bagus."

Puji Clay. Di nyalakannya smart phone itu dan dia langsung menyetel radio karena sinyal perdananya terganggu.

Slamet menunggu jaringan dari radio masuk. Meski beberapa menit yang dia dengar hanya suara gemersak yang tak karuan.

"Kita coba lain kali saja. Jangan lupa trik ini."

Tukas Slamet kemudian. Clay lalu mematikan smart phone miliknya dan kemudian dia simpan di saku jaketnya.

Untuk sesaat mereka saling membisu. Diam tanpa suara. Memenuhi otak masing-masing dengan pertanyaan yang sama yang ingin mereka tahu jawabannya. Sialnya, kesempatan itu hilang saat mereka sampai di pengungsian dan tempat itu sudah terbakar hebat. Mereka bertiga hanya bisa pasrah dengan hal itu. Sempat bingung, hingga mereka memutuskan untuk pergi mencari bantuan sambil berharap mereka menemukan teman lain dalan perjalanannya nanti.

Pagi akhirnya datang menyapa Clay, Slamet dan Tohir. Setelah merapikan diri dan membawa apapun yang kiranya bermanfaat serta bekal cukup. Tohir, Slamet dan Clay lalu melanjutkan langkah mereka ke arah timur.

Dalam perjalanan mereka hanya bertiga. Masih belum bertemu orang lain yang masih belum terinfeksi. Beberapakali tanpa sengaja mereka hampir bertemu dengan zombie-zombie itu tapi belum sempat, mereka bertiga lebih sering menghindarinya.

Tohir dan Slamet sibuk dengan peta yang menunjukan bahwa posisi mereka sudah hampir masuk Banjarnegara. Bersiap meninggalkan Purbalingga.

Mereka tak terlalu kaget saat mengetahui kondisi Banjarnegara pun hampir serupa dengan Purbalingga. Sepi dan sangat sunyi. Kota mati baru yang di ciptakan oleh wabah ini membuat semua tempat terasa kosong. Saat siang hari hanya beberapa yang keluar, mungkin tak sebanyak saat malam hari tiba yang jumlahnya bisa sepuluh kali lipat.

Langkah Clay, Slamet dan Tohir belum selesai sampai mereka menemukan sebuah masjid yang kondisinya sangat memperihatinkan. Semua kaca di seluruh sisi masjid hancur. Hanya sajadah panjang yang masih tergelar rapi meski reruntuhan pun berserakan di atasnya.

Clay dan Tohir melaksanakan shalat maghrib terlebih dahulu. Sementara Slamet siaga dengan senapannya. Bergantian menunggu giliran agar sewaktu-waktu saat terjadi hal tak di inginkan mereka bisa bertindak cepat.

Mereka bertiga duduk di sudut masjid tanpa penerangan. Meski begitu, gelapnya sang malam tak memakan sinarnya untuk mengetahui seperti apa posisi duduk mereka yang saling berjejer. Mereka bernafas sejenak setelah sehariab berjalan kaki sampai tak lama kemudian, terdengar suara kelakar mengerikan khas para zombie itu.

Tohir dan Slamet langsung menarik senjata mereka. Bersiap menembak jika memang di perlukan. Sementara Clay, dia langsung menyambut parang yang tertidur di sisinya dan siap dia ayunkan kapanpun ke sasarannya.

Mereka bertiga menahan nafas yang memburu. Bahkan suara jantung mereka yang berdebar kencang sangat jelas terdengar. Mata mereka saling menyapa untuk memberi isyarat saat mereka harus menyerang.

Suara hening tiba-tiba. Kelakar mengerikan itu hilang entah kemana. Tohir dan Slamet melemaskan tubuh tegang mereka yang menikmati kondisi mencekam ini sampai Clay yang masih siaga langsung mengayunkan parangnya ke arah Slamet.

"Menghindar!"

Srang! Parang mengayun tajam memotong kepala zombie yang ada di belakang Slamet. Slamet yang luar biasa kaget langsung tehuyung.

Tohir menyuruh mereka bangkit dan bergegas karena mungkin masih ada yang lain tengah menuju mereka.

"Kita harus cepat."

"Mereka akan datang lebih banyak."

Mereka bertiga akhirnya menembus malam yang menakutkan untuk melanjutkan perjalanan. Menghindari jalanan yang terdapat banyak pohon. Karena sejauh ini, mereka sudah menangkap bahwa zombie-zombie itu berkelakuan aneh terhadap pohon saat siang atau malam. Mereka akan menjauhi pohon saat siang tapi sangat suka pohon saat malam. Itulah sedikit pencerahan yang bisa mereka dapatkan saat ini dan merupakan informasi yang sangat berharga bagi mereka.

Satu minggu berlalu dengan begitu cepat. Namun sejauh ini, mereka belum menemukan apapun. Bekal mereka pun sudah menipis sampai akhirnya dalam perjalanan mereka memutuskan untuk mengisi bekal lagi.

"Jangan ambil makanan yang harus di masak."

Ucap Tohir sambil memasukan beberapa kaleng soda ke kantung kresek.

Clay tersenyum. Cokelat di depannya sangat menggiurkan sampai dia tah tahan untuk memasukannya sebanyak yang dia bisa ke dalam kantung kreseknya.

"Apa aku boleh ambil ini? Cukainya lumayan mahal."

Sela Slamet terasenyum dengan beberapa bungkus rokok di tangannya.

Sedang asyik mereka memenuhi bekalnya. Tanpa di duga, zombie-zombie itu sudah berada di teras mininarket itu. Jumlah mereka mungkin puluhan, dan semuanya memburu ketiga orang yang mereka ketahui ada di dalam sana. Untunglah pintu di kunci oleh Slamet yang cari aman. Sehingga mereka punya waktu untuk menghambat zombie-zombie itu masuk.

"Sial!"

Umpat Tohir yang baru menyadari mereka sedang di hadang zombi-zombie itu di luar.

"Pintu belakang!

Mereka lalu pergi ke pintu belakang dan sialnya, di sana tak kalah mengerikan. Jumlah mereka jauh lebih banyak di belakang sana. Hingga Slamet memutuskan untuk naik frezzer dan menjebol atap minumarket itu. Apa boleh buat, hanya itu yang bisa di lakukan agar mereka bisa lolos.

Tak lama kemudian, pintu yang sempat di kunci akhirnya jebol. Zombi-zombie itu berhasil merangsak masuk. Mereka memporak-porandakan apapun di depannya.

Clay, Slamet dan Tohir langsung bernafas lega. Hampir saja mereka jadi santapan zombie-zombie itu di bawah sana.