webnovel

Your Father is My Husband

"Jadi ini yang kau lakukan—di belakang temanku?!" Seorang wanita berkata dengan nada dingin tetapi ada penekanan di setiap kata yang terucap. "Binar Chavali—apa yang kau lakukan di sini? Apa kau ingin ikut bermain denganku?!" tanya pria itu yang masih belum melepaskan diri dari wanitanya. Jangan lupa follow Instagram macan ya @macan_nurul

macan_nurul · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
428 Chs

Tamu Tidak Diundang

Meski ada rasa terkejut atas kedatangan Adnan ke rumah tetapi ayah berusaha untuk bersikap tegas. Ayah menyuruh Binar yang hanya mengenakan jubah handuk untuk segera berpakaian.

Mendengar perintah sang ayah, Binar pun bergegas menuju kamar. Lagi pula dia tidak ingin om mesum itu melihat tubuhnya yang tidak menggunakan pakaian meski yang dikenakannya saat ini adalah jubah mandi.

Binar berjalan menuju kamarnya, dia memikirkan apa yang akan dikatakan oleh ayah. Dan apa yang akan dilakukan oleh om-om tersebut. Dia tidak ingin jika ayah mendapatkan kesulitan hanya karenanya.

Entah mengapa dia berpikiran bagaimana jika ayahnya menyuruh dia untuk menikah dengan pria yang terlihat seperti pamannya sendiri. "Tidak ... Itu tidak akan terjadi padaku!" gumamnya sembari memakai pakaiannya.

Dia berjalan menuju ruang tamu di mana ayah sedang berada. Rasa gelisah yang dirasakan karena memikirkan bagaimana jika ayahnya menyuruh untuk menikah dengan pria yang lebih tua darinya.

Matanya teralihkan saat melihat Adnan yang sedang duduk bersama ayah dan lainnya. Terlihat sangat serius tetapi tidak ada emosi yang meledak di sana yang akan mengakibatkan pertikaian.

"Duduklah," Ayah memerintahkan Binar untuk duduk.

Binar pun duduk di samping Bunda, dia tidak tahu apa yang sudah terjadi dan apa yang telah disepakati oleh ayah dengan Adnan.

"Bi, awal bulan kau akan menikah dengan Adnan!" ucap ayah yang membuat Binar sangat terkejut.

Dia terdiam sesaat untuk memulihkan rasa keterkejutannya itu. Dalam hatinya bergejolak tidak ingin pernikahan itu terjadi, dia masih ingin menikmati masa mudanya. Masih ingin merealisasikan bisnis yang akan dilakukan bersama kedua sahabatnya.

"Tidak! Aku tidak mau menikah!" jawab Binar dengan tegas.

Binar yang tidak menyetujui semuanya menyuruh Adnan untuk pergi. Dia mengucapkan kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan, rasa kesal, kecewa, sedih semuanya bercampur menjadi satu.

Adnan kesel dengan setiap umpatan yang dilakukan oleh Binar, sehingga dia memutuskan untuk pergi dan menyerahkan semuanya pada ayahnya Binar. Dia tidak bisa terus berada di dekat Binar kali ini karena itu bisa membuat emosinya tidak terkendali.

Dalam benak Adnan berkata bagaimana pun Binar akan menjadi istrinya. Entah mengapa dia memilihnya untuk menjadi istrinya, sedangkan dia tidak melakukan apapun yang merusak harga dirinya sebagai seorang wanita.

Setelah kepergian Adnan, rumah menjadi sangat ramai dengan perdebatan Binar dan ayah. Binar masih tidak ingin menikah dengan pria yang sudah merenggut kesuciannya. Sedangkan ayah dengan keputusannya agar Binar menikah dengan Adnan.

"Lebih baik tuntut saja dia! Masukkan ke dalam jeruji besi seperti Doni!" Binar berkata dengan tegas.

Ayah menghela napasnya lalu menyuruh Binar untuk tenang terlebih dahulu. Setelah terlihat putrinya sedikit tenang, ayah pun mulai bicara, alasannya mengapa tidak menuntut Adnan malah menyuruhnya untuk menikahi Adnan.

Binar mendengarkan semua penjelasan itu tetapi masih ada yang mengganjal menurutnya. Namun, dia tidak bisa terus bertanya pada ayah karena dia tahu jika ayah sudah memutuskan suatu masalah maka tidak akan ada yang bisa merubah keputusannya.

"Berikan aku waktu untuk memikirkan semuanya!" Binar berkata sembari berjalan meninggalkan ayah, bunda dan Arganta.

Arganta pun pergi meninggalkan ayah dan bunda, dia lebih memilih untuk pergi melihat Binar. Karena saat ini dia pasti membutuhkan teman untuk bertukar pikiran.

"Ayah, apakah yang diputuskan itu jalan terbaik untuk Binar?!" tanya bunda yang masih belum bisa menerima sepenuhnya keputusan ayah.

"Semua ini harus dilakukan demi Binar!" jawab ayah lalu menyandarkan tubuhnya pada sofa.

Ayah memikirkan semua yang telah terjadi pada Binar, dia yakin jika putrinya itu bisa menjaga diri terhadap pria hidung belang. Namun, semua ini terjadi karena kekurangan hati-hatiannya sehingga menjadi seperti ini.

Di dalam kamar Binar hanya duduk dan termenung, dia memikirkan apa yang sudah terjadi padanya. Mengapa semua rencana yang dibuatnya bisa tidak sesuai.

"Kak—aku boleh masuk?" tanya Arganta dengan lembut.

Binar menjawab masuklah, sang adik pun masuk lalu menutup pintu kamarnya. Dia berjalan mendekati Binar dan duduk di sampingnya.

Dia menatap sang kakak yang biasanya selalu terlihat energik, wanita yang tidak mau kalah dengan pria yang selalu mempermainkan wanita yang lemah. Sekarang terlihat jelas jika dia sama seperti wanita lainnya bisa terluka dan menangis.

"Apa yang sedang kau lihat?" Binar bertanya pada adiknya yang menatapnya sedari tadi.

Arganta terdiam sejenak lalu berkata padanya jika hari ini dia baru melihat bahwa kakaknya adalah wanita biasa juga. Yang bisa menangis dan kecewa tetapi satu yang dia katakan jika kakaknya adalah wanita yang bisa dengan cepat kembali menjadi wanita yang kuat.

"Arganta—apa kau setuju dengan keputusan ayah?" tanya Binar sekali lagi padanya dengan nada menyelidiki.

Pria ini merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, dia mengatakan mau tidak mau harus menyetujui apa yang sudah diputuskan oleh ayah. Dia pun mengatakan tidak akan tinggal diam karena dia sudah mulai menyelidiki siapa sebenarnya Adnan Raymond.

Binar tersenyum, dia pun merebahkan tubuhnya di samping sang adik. Dia tidak menyangka jika adiknya ini begitu manis dan perhatian. Andai saja malam itu dia membawa Arganta ikut dengannya mungkin semua ini tidak akan terjadi.

Dilain tempat, Doni yang masih berada di balik jeruji besi sangat marah dan kesal. Mengapa rencananya bisa gagal, padahal dia sudah merencanakan semuanya dengan baik.

Dia masih memikirkan cara agar bisa keluar dari tempat yang memuaskan ini. Meminta pada sang ayah untuk membebaskannya karena apa saja yang dimintanya pasti akan dikabulkan.

"Hai kau—kemarilah!" perintah seorang pria bertubuh besar dan terlihat sangat sangar.

Doni merasa jijik melihat pria yang memanggilnya itu, dengan sombongnya dia menolak panggilan itu. Dalam benaknya berkata, 'Siapa dia—berani memerintahku!'

Dia tidak tahu jika sikap sombongnya itu bisa membuatnya semakin menderita. Di dalam jeruji besi itu hanya pria bertubuh besar itu yang memiliki kekuasaan.

Pria itu kesal karena sikap sombong Doni, seorang tahanan lain mengatakan jika Doni adalah seorang pria yang sudah berani mencemarkan seorang wanita dengan memberikan obat bius terlebih dahulu.

Mendengar itu pria bertubuh besar yang sudah kesal semakin kesal. Karena dia tidak suka dengan pria yang memanfaatkan kelemahan dari seorang wanita tidak berdaya.

"Aku dengar kau pria tangguh—yang pintar menghancurkan wanita yang tidak berdaya?" tanya pria bertubuh besar itu pada Doni.

Doni tersenyum miring menandakan jika dia tidak menyukai pria yang bertanya padanya itu. Dia terus saja bersikap arogan, sehingga membuat pria itu merasa kesal.

"Kau jangan membuatnya marah—jika dia marah kau akan bernasib malang, bahkan lebih malang dari sekarang." Seorang pria di belakang Doni berkata.

Karena pria bertubuh besar itu sangatlah kejam, entah apa yang akan dilakukan oleh pria itu pada Doni. Apakah Doni akan bisa bertahan dari serangan pria yang bertubuh besar itu, pikir pria yang baru saja memperingati Doni.