webnovel

Yang Tak Pernah Ada

Apakah jatuh cinta itu salah? Jika salah, lalu kenapa ia bisa secepat itu jatuh cinta pada seorang laki-laki yang baru ia temui? Artinya, ia benar karena sudah jatuh cinta. Tetapi pada akhirnya ia menyerah. Ia telah menyalahi cintanya... yang tak pernah ada.

Sankhaa · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
36 Chs

#YTPA#012

Apapun yang terjadi tetaplah menjadi apa yang kusukai – Salsabila Putri.

***

"Tolongin gue, Sal." jerit Dinda tertahan.

Cewek itu menghentikan langkahnya menahan rasa sakit yang melilit diperutnya. Semua cewek tahu, pms hari pertama pasti rasanya sakit sekali.

Dinda terus mencengkram perutnya kuat. Menimbulkan kepanikan luas biasa, Salsa menarik-narik tangan Dinda yang masih terus saja menekan perut.

"Iya, ayo. Katanya mau beli pembalut. Ayo, Din."

"SAKIT, SAL! LO NGGAK PENGERTIAN BANGET SIH?!"

Salsa mendengus. Disaat seperti inilah ia bingung harus berbuat apa. Salsa sendiri tidak bisa naik motor. Selama bersekolah, Salsa selalu naik angkot. Mungkin juga diantar Restu kalau cowok itu ada waktu.

"Sal! Cepetan tolongin gue!" bentak Dinda mulai emosi. Ia menatap Salsa garang.

"Gue nggak bisa naik motor, Din. Atau gini aja ... gue suruh Restu beliin pembalut. Gimana?"

Mata Dinda melebar. Tak mungkin ia membiarkan Restu diserang malu karena membeli pembalut. Tidak! Dinda lebih mementingkan harga diri Restu sebagai seorang cowok. Meskipun ia akan senang jika Restu mau membelikannya, tapi sekali lagi, Dinda tidak mau merepotkan Restu.

Dinda merasa cukup dengan Salsa yang diperbolehkan pergi dengannya setelah seminggu dipenjara oleh cowok itu.

"Gue anter."

Keduanya menoleh ke asal suara. Salsa sempat terpana oleh tatapan itu. Tatapan yang selalu membuat hati berdebar.

Andra berjalan mendekat. Menatap Dinda yang sudah duduk diaspal parkiran. Tak tega dengan keadaan teman semasa SMPnya itu.

"Lo ... mau anterin gue ke supermarket?" tanya Salsa memastikan.

Andra mengangguk. Sedangkan Dinda terus meringis kesakitan.

Andra jongkok, menilik wajah Dinda yang sudah banjir keringat.

Melihat Andra berdekatan dengan Dinda menimbulkan rasa aneh dalam diri Salsa. Cemburu?

"Gue suruh Dimas anter lo ke uks. Jangan nolak. Ini demi kebaikan lo." ujar Andra lembut seraya menepuk bahu Dinda pelan.

Andra mengeluarkan ponsel yang tadi ia ambil beserta kunci motor didalam tas karena ia juga ingin membeli sesuatu di supermarket. Ia pun mencari nomor Dimas lalu menelpon. Beberapa saat kemudian panggilan darinya diangkat.

Salsa sempat mengernyit mendengar suara yang berasal dari ponsel Andra. Suara seorang cowok yang kedengarannya menolak perintah Andra yang pada akhirnya setuju karena Andra memaksa.

Salsa jadi berpikir, apakah Dinda begitu berarti untuk Andra? Kalau tidak, kenapa Andra begitu peduli dengannya?

Andra bangkit, mengarahkan kepalanya memberi isyarat Salsa untuk mengikutinya menuju motor, setelah memastikan Dimas datang untuk membawa Dinda pergi.

Kini, diparkiran hanya ada mereka berdua. Salsa menjaga dirinya agar tidak salah tingkah. Merasa bersalah karena sudah menjaga jarak dengan cowok ini.

Tetapi pikirannya menolak untuk merasa bersalah. Untuk apa dirinya begitu kalau selama ini hanya sebatas teman kelas?

"Naik."

Lamunan Salsa buyar saat Andra menyuruhnya membonceng dimotor. Salsa langsung menuruti, lalu Andra mulai menyalakan mesin, melaju keluar dari area sekolah.

Selama perjalanan hanya suara deru kendaraan dijalan yang mendominasi. Tidak ada obrolan yang begitu berarti. Salsa yakini, Andra juga gugup sama sepertinya. Bingung ingin bicara tentang apa.

Akhirnya mereka sampai di supermarket. Salsa turun, menatap Andra sekilas. Cowok itu sibuk dengan ponselnya. Salsa hanya menghela napas.

"Gue masuk dulu."

Andra mengangguk. Membiarkan Salsa dalam kekesalan yang membuncah.

Kepergian Salsa bertepatan dengan dering singkat yang berasal dari ponsel Andra. Cowok itu segera membuka sebuah pesan masuk.

Mama

Jaga dirimu baik-baik disana. Kami akan segera pulang dan melangsungkan pernikahan.

Andra bergerak gelisah. Matanya menatap ke dalam supermarket. Salsa terlihat sedang sibuk memilih barang yang diminta Dinda. Kembali menatap layar ponselnya kalut.

Bahkan gue belum berhasil sepenuhnya deketin dia.

Andra

Kasih Andra waktu.

Ponselnya dimatikan. Memasukan ke dalam saku celana. Berjalan memasuki supermarket dan mendekati Salsa.

"Udah?"

Salsa berjengkit kaget. Sekotak pembalut yang dibawa jatuh begitu saja. Ia balik menatap Andra.

"Bilang dulu kalau mau kesini!"

Andra tersenyum tipis. Sepasang mata indah itu mengerjap. Menatap Salsa geli.

"Nggak usah malu karena gue udah lihat apa yang lo bawa. And... gue mau beli rokok, kok. Cepetan gih belinya, gue ada urusan di sekolah."

Entah kenapa nama Dinda terlintas di otak Salsa. Salsa yakin urusan Andra ada hubungannya dengan temannya itu.

"Malah ngelamun." Andra menyentil dahi Salsa, membuat pemiliknya tertegun.

"Ah...." Salsa membuang wajahnya. Menyembunyikan rona merah dipipinya akibat sentuhan singkat didahinya barusan.

Tahan, nggak boleh kecolongan. Hati gue masih ragu sama sikapnya.

Salsa mempercepat mengambil barangnya dan segera melesat ke kasir lalu membayar.

Mereka keluar bersama dengan tatapan takjub dari para pembeli yang masih berada didalam supermarket. Ada yang berpikir kalau mereka berdua adalah pasangan romantis. Memikirkan hal itu membuat Salsa susah payah menegak saliva.

Motor Andra kembali melaju. Membelah jalan raya yang entah kenapa lumayan sepi. Andra sempat melirik arloji ditangan kirinya sekilas.

Gue rasa gue butuh waktu berdua sama dia.

Sesampainya di sekolah, Salsa bergegas menuju uks. Mengkhawatirkan keadaan Dinda. Bagaimana kalau temannya itu pingsan? Ia sama sekali belum mengenal baik dengan Dimas. Ia tidak boleh membiarkan Dinda ada disatu ruang dengan seorang cowok asing.

Bahaya! Pikirnya.

"Salsa!" mendengar namanya dipanggil dari kejauhan membuatnya terpaksa menoleh ke belakang. Disana Andra, mulai berjalan cepat menghampirinya.

"Gue rasa kita perlu bicara."

Bersambung...