webnovel

Was My Sweet Badboy

WARNING !! [cerita ini hanyalah fiktif belaka, semua setting tempat adalah fiktif! kesamaan nama tokoh, tempat, sekolah maupun scene dalam novel ini adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan!] ------------------------------------------------- Bimo namanya, anak baru pindahan dari Bandung yang tiba-tiba memberiku surat, isinya dia minta izin untuk menyukaiku. hah?! 'kenapa suka aku?' kuputuskan untuk tanya hal ini. lalu dia jawab begini ; 'aku tidak punya alasan, tidak paham juga kenapa bisa suka, hanya mataku tidak bisa berhenti melihat kemanapun kamu pergi, aku tidak bisa menahan senyumku dan rasa senangku kalau sedang dekat denganmu, aku suka lihat kamu ketawa dan tidak senang lihat kamu nangis, aku benci orang-orang yang bikin kamu sedih sampai-sampai ingin ku tendang pantat mereka biar sampai ke pluto, aku mau pegang tanganmu dan bilang pada cowok-cowok yang suka padamu untuk tidak lagi mengganggumu.' ku baca tulisannya yang panjang itu. aku deg-degan, sumpah kalau dia bisa dengar jantungku, itu seperti ada drum band di dalamnya. Dia orang yang unik, dan punya pendekatan berbeda padaku, orang yang percaya diri dengan bagaimana kepribadiannya, tidak kasar, berusaha dengar perkataanku, tapi sebenarnya dia juga adalah orang yang keras pada idealisnya, suka naik gunung bahkan bikin jantungku sering ingin lompat karena khawatir setiap kali dia melakukan hobinya itu. Bimoku... Elangku yang selalu terbang bebas tanpa peduli apapun.. Elangku yang selalu terbang menerjang badai... ini, adalah kisahku saat itu, saat dia bersamaku.. -------------------------------------------- VOLUME 2 : Menggapai kembali Ketika masa lalu menyesak masuk saat kau telah mulai lari darinya. Seseorang yang tetap berdiri di persimpangan hidup mereka. Yang tetap tegak di persimpangan waktumu dengannya. Kini persimpangan itu mempertemukan mereka kembali. Dengan segala keajaiban-keajaiban yang kau kira telah tiada. Dia berusaha menggapaimu sekali lagi. Berlari dari masa lalu, mengejarmu yang telah lama tertatih untuk bisa berdiri di titik ini. Mencoba meraihmu dengan senyumnya lagi. "Kamu masih punya hutang jawaban sama aku." "Apa?" "Yang mau kamu jawab 10 tahun lagi sejak waktu itu." "Hahah, kamu pikir itu masih akan berlaku?" "Tentu! Ray, marry me please ..." POV 3 ---------------------------------- Volume 3 : Langit dan Rindu Kisah si kembar buah hati Bimo dan Raya, akankan kisah mereka semanis kisah remaja kedua orang tuanya? Bagaimana jika Langit Khatulistiwa punya kecenderungan sister complex dan juga tsundere akut terhadap adik kembarnya? Intip yuk ... ---------------------------------------------- [karya ini bergenre romance-komedi, harap bijak dalam membaca, jika sekiranya tidak sesuai selera, silahkan close, gak usah masukin koleksi] [mengandung kata kasar, dan diksi tidak serius dalam penceritaan!] Credit cover : Pinterst cover bukan milik pribadi

MORAN94 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
425 Chs

Panik!

Ini seperti tidak nyata, aku sedang di bonceng dengan motor trackernya oleh Bimo menuju rumahku. Entah apa yang bikin dia tiba-tiba mau mengantarku, mungkin kasihan lihat aku yang berantakan hari ini atau lihat pipi kiriku yang membiru.

Jalanan hari ini agak lengang, angin menerpa wajahku dan mengibarkan rambutku ke udara membuat perasaanku membaik, rasanyaaaa...apa ya? Plong? Lega? Yaah.... Seperti itulah, seperti ganjalan di hatiku sedikit-sedikit jadi rontok berjatuhan seiring terpaan angin. Iya, seperti itu kira-kira.

Bimo melajukan motornya santai, tidak lambat tapi tidak juga kencang, ini nyaman.

Di jalan kami hanya diam, mungkin dia tau aku sedang menikmati ini. Aku pegangan pada baju seragamnya yang berkibar terkena angin.

Sampai di rumahku, aku turun dari boncengan nya menyisakan jok belakang yang jadi kosong, kemudian aku berdiri di sebelahnya.

"Makasih sudah antar aku pulang" kataku kikuk.

Dia tersenyum.

"Iya, sama-sama, besok mau diantar lagi?" Katanya dengan senyum yang tidak hilang dari bibirnya.

"Hahaha... Boleh?" Tanyaku

"Boleeeh...setiap hari juga boleh" katanya sambil nyengir

"Hahaha...mau mampir dulu?" Tawarku padanya

"Gak usah, kamu istirahat...nanti malam minggu aja aku mampirnya, sekarang aku sudah tau rumahmu". Balasnya dengan senyum penuh arti.

"Hah? Hehe... Oh iya! Hoodienya aku cuci dulu nanti aku balikin setelah dicuci". Kataku.

"Simpen aja hoodienya, buat kenang-kenangan" katanya tulus.

"Hah?" Aku ber-hah ria lagi seperti orang bego.

"Hahahah...aku masih punya banyak di lemari" pamernya.

"Ooh...oke deh."

"Yaudah aku langsung ya? Pamit pada orang tuamu di dalam, aku akan mampir kapan-kapan" katanya tanpa ragu.

"Iya, hati-hati" pesanku.

"Iyaaa... Assalamualaikum" katanya sambil pasang helm nya lagi.

"Waalaikumsalam" balasku.

Lalu dia memutarkan motornya dan langsung melaju ke arah jalan besar disana, aku masih melihatnya dari sini sampai dia tidak terlihat lagi kemudian aku membuka pintu pagar lalu segera masuk ke pekarangan rumahku, haah...capek sekali, badanku sakit semua rasanya, marah memang menguras tenaga..

"Assalamualaikum, maaah....Raya pulaaang" salamku saat masuk rumah yang langsung dijawab oleh mamah dari dapur dan sedang bikin sesuatu di sana dibantu si bibi.

"Waalaikumsalam...ganti baju Ray, abis itu makan mamah sudah masak" ujar mamahku

"Iya mah, oh iya tadi Raya diantar pulang sama teman, katanya pamit ke mamah, gak sempat mampir" jawabku lalu melengos menuju kamarku.

"Siapa? Arif?" Tanya mamah sambil masih melakukan kegiatannya.

Aku yang sudah di depan tangga, berhenti melangkah sesaat dan balik badan untuk jawab pertanyaan mamah.

"Iiihh...bukan mah..."

"Jadi siapa? Biasanya juga Arif." Kata mamah

"Bimo mah"

"Oooo..."

Ku lanjutkan lagi langkahku menaiki tangga menuju kamarku di lantai 2. Di kamar aku langsung membanting tubuhku ke kasur, kejadian tadi pagi dikantin sekolah terngiang-ngiang lagi dikepalaku, membuat aku berfikir apa yang sudah kulakukan sampai kak Laras sangat membenciku seperti itu, yaah..kak Laras memang sering melabrak orang sih setauku, tapi aku tak sangka kali ini aku yang kena.

Dan jangan harap aku takut, karena aku merasa tidak punya salah apapun padanya, anggap saja aku sedang sial.

"Ray, mamah bikin brownies, sana makan gih".

Mamah tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarku.

"Iya mah, Raya ganti baju dulu" sambil beranjak dari kasurku menuju lemari untuk ambil baju ganti.

"Baju siapa itu?" Tanya mamah soal baju yang sedang ku pakai

"Baju temen mah" jawabku

"Kok pake pinjem baju temen? Kenapa?" Selidik mamah

"Tadi seragam ku kesiram es teh dan kuah bakso, jadi kotor makanya pinjem ini" kujawab sekedarnya.

"Kok bisa kesiram?"

"Gak ngerti juga, jadinya tadi Raya berantem sama kakak kelas gara-gara itu" jawabku santai

"Berantem? Dia yang nyiram kuah baksonya ke kamu?"

"He'emh"

"Terus kamu diapain? Kamu salah apa kok bisa sampai disiram bakso begitu?"

"Raya ditampar, gak ngerti juga salah Raya apa, dia tiba-tiba benci dan ganggu Raya terus" jawabku sambil menunjukkan pipi kiriku yang malang itu.

"Astagfirullah...kok parah sekali Ray, ini cowok apa cewek?" Maksud mamah yang berantem denganku itu cowok atau cewek.

"Cewek mah"

"Kok sampe kaya gini pipi kamu? Keturunan Hulk apa dia? Yaudah cepet ganti baju sana trus turun, kasih obat dulu pipinya" perintah mamah

"Iya mah"

Lalu mamah keluar dari kamarku dan turun ke lantai bawah, mungkin balik ke dapur lagi.

Aku kemudian ganti baju dengan baju yang sudah kuambil dari lemari tadi, ku bawa baju seragamku yang kotor ke bawah untuk dicuci sebelum nodanya jadi nempel dan tidak bisa hilang.

Setelah ku cuci seragamku, aku ke ruang tengah buat nonton TV sambil makan brownies bikinan mamah, acara TV hari itu tidak ada yang bagus, seperti melengkapi hariku yang payah.

"Ray, sini liat pipinya, mama olesin salep dulu."

Kata mamah sambil menghampiriku di sofa ruang tengah.

"Iya mah" aku menurut dan menyingkap kebelakang rambut yang menjuntai di pipiku dengan jari.

"Irin mana mah?" Tanyaku

"Kerja kelompok tadi pergi sama temennya." Jawab mamah

"Ooh.."

"Mamah perlu kesekolah Ray?" Tanya mamah

"Hah? Gak usah mah, gak sampai ke guru kok masalahnya.. Raya cuma membalas omongan dia aja, gak balas mukul atau nampar juga, walaupun raya pengen banget nendang mukanya."

"Kenapa gak dibalas?" Tanya mamah, sepertinya agak geram

"Yaah..mamah, kalo raya balas nanti jadi berantem lebih parah trus bisa-bisa dihukum Pak Baroto, Raya gak mau dihukum gara-gara orang itu, lagian langsung ditolongin Bimo tadi."

"Bimo itu siapa? Mamah belum pernah denger." Tanya mamah penasaran.

"Anak kelas lain mah, baru pindah awal semester ini"

jawabku

"Ooh..pantesan gak pernah denger namanya...yang tadi nganterin kamu pulang juga kan? Kamu dekat sama dia?" Tanya mamah lagi.

"Hmmm....bisa dibilang lumayan dekat, dia bilang dia suka sama Raya". Kataku santai

"Ooh..pantesan nolongin, kamunya suka?"

"Hmm...gatau juga mah, dia beda sih..gak kayak Arif yang suka maksa dekat."

"Lalu? Kamu nyaman apa enggk sama Bimo?"

"Hmm..lumayan sih mah, kalo ngobrol sama dia juga betah...dia juga suka bikin Raya ketawa"

"Yaaahh....mamah sama ayah gak ngelarang kamu pacaran, tapi ingat batas ya Ray, gak boleh kelewatan."

"Iya mamaaaah..."

"Udah tuh salepnya, jangan berantem lagi..kalo dipukul bales pukul, kalo dipanggil kesekolah nanti biar mamah yang datang, jangan mau di bully, anak mamah harus berani..oke!" Kata mamah tegas tapi lembut.

"Siap bos! hehehe" kataku nurut

"Bilang ayah gak?" Tanya mamah

"Jangaaaan" protesku.

"Yaudah, tapi gak boleh gini lagi ya"

"Siap!" Jawabku sigap sambil hormat.

"Pijitin dulu kalo gitu" kata mamah sambil memunggungiku dan memegang bahu.

"Aaaaahh...mamaaaah...Raya capeeek" rengekku.

"Yaudah, mamah bilang ayah nanti" dengan nada santai tapi mengancam

"Iyaaa deh iyaaa...hhuuh..." balasku manyun..

"Naah...itu disitu..kiri lagi dikit, agak keras dong mijitnya" perintah mamah..

"Iyaaa...mamah baweel ah...." protesku

Mamah memang orang yang seperti itu, beliau selalu berusaha menjadi ibu yang bisa sekaligus menjadi sahabat untuk anak-anaknya, jadi jika ada masalah apapun, aku selalu cerita sama mamah, begitupun Irin.

Beliau tidak pernah mau menghakimi kami atas masalah apapun yang kami alami, membuat aku dan Irin jadi selalu terbuka pada mamah.

--***--

21.15 wib

Bbbzzztt....bbzzztt...bbzzztt...

Hp-ku bergetar tanda ada telepon masuk, ku lihat siapa yang menelponku, ternyata Dwi. Lalu kutekan tombol menerima panggilan;

"Halo wi, kenapa?" Kataku membuka obrolan.

"Halo Ray, kamu dimana?" Sahut Dwi terdengar agak risau

"Dirumah Wi, kenapa?"

"Bisa telpon ke Bimo gak Ray?" Tanya Dwi

"Ha? Kenapa nelpon dia?"

"Aku barusan di telpon Bayu, dia bilang suruh kasih tau kamu kalo Bimo lagi mau berantem sama anak SMA Pertiwi, mereka bawa orang rame banget Ray..tapi Bimo gak mau ngalah mau tetep berantem, kalau sampe berantem, bisa mati si Bimo."

"Hah?! yang bener kamu Wi? Berantem kenapa sih?!" Jawabku sedikit teriak panik.

"Iyaa beneran Ray, Bayu sama Akbar udah ngelarang tapi dia gak mau denger Ray, kalau kamu yang ngasih tau barangkali dia mau denger."

"Astaga!! Anak gila!! Emang apa masalahnya sih?" Kesalku.

"Aku kurang tau juga Ray, pokoknya coba cepet telpon Bimo sekarang Ray, tapi jangan bilang kamu tau kalau dia mau berantem ya."

kata Dwi dengan suara nya yang juga cemas.

"Yaudah bentar, aku telpon".

"Oke Ray!"

Klik

Aku tutup telpon dengan Dwi.

Segera ku cari nomor telpon Bimo, dan ku tekan tombol dial...

Tuut...tuut...tuuut.... nada sambung terdengar tapi tidak diangkat, kucoba sekali lagi

Tuuut....tuuuttt....ttuut....tidak juga diangkat, sekali lagi kucoba telpon

Tuuut...tuuut...tuuut...nada sambung masih terdengar tapi tak kunjung diangkat!

Aaakkhhh!!! aku mulai panik, gimana kalau beneran dia sedang berantem dan kena keroyok terus mati?? Ooh... Tidak! Tidak! Amit-amit! Jangan sampai!

Oke, coba lagi telpon...

Ttuuut....ttuut...tuuut...klik

"Halo Raya?"

"Hhhuuuffhh.... Kamu dimana?"

Aku menghembuskan nafas lega karena dia angkat telponnya, terdengar suara hiruk pikuk jalan raya disebrang sana, ku tebak dia sedang berada di tempat yang dekat dengan jalan.

".... Di jalan Ray, kenapa?" Dia jawab setelah terdiam sebentar.

"Di jalan mana? Mau kemana?" Desakku.

"Hehe..deket daerah selatan, mau main kerumah temanku, kenapa Ray?" Jawabnya terdengar santai.

"Ooh...emm...gak papa sih."

Dasar aku bego, aku sama sekali tidak memikirkan alasan apa yang akan ku pakai untuk telpon dia sekarang.

"Hahaha... Tumben kamu telpon duluan?" Katanya.

"Hah? Eemm... Hehe iya.. Eemmm... Su-suntuk soalnya hehe" jawabku tergagap.

"Gak istirahat? Sudah jam 10" katanya, dengan nada agak serius. Aku mulai panik lagi.

"B-belum ngantuk! Iya! Belum ngantuk! Lagi pengen ngobrol, tapi gak ada temen ngobrol" kataku asal.

"Hehehe... Tidur Ray, kan capek abis berantem tadi haha.. Besok aku temani ngobrol, hari ini aku sedang ada urusan" katanya

"Iiiiih... Jahat, pake dibahas... Urusan apa? Aku gak boleh tau?" Kataku yang mulai kehabisan alasan..

"Hehehe... Besok aku ceritain, sekarang aku boleh pergi?" Tentu saja dia tidak akan memberitahuku kalau dia akan berantem

"Penting banget kah urusan kerumah temanmu?" Aku balik tanya.

"..... " Dia diam sejenak lalu bicara;

"Oke, aku temani ngobrol sekarang." Jawabnya

"Iyaa, tapi disitu ribut banget, aku susah dengar kamu ngomong"

Aku bicara seperti itu supaya dia pergi dari sana dan gak jadi berantem.

"Tunggu sebentar, aku ke rumahmu" jawabnya lalu memutus panggilan.

"Hah? Tunggu tap--...."

Klik. panggilan sudah di putus sebelum aku menyelesaikan omonganku.

Hah?!! Gila ya? Bisa dibunuh ayah dia kalau datang jam segini!! Bukannya mati karena dikeroyok, tapi dia bakal mati sama ayah!!

Oke, otakku blank! Bikin aku mondar-mandir dikamarku seperti setrikaan. Mau ngomong apa aku ke dia kalau nangi sudah sampai sini? Tidak mungkin kubilang hanya iseng, dia pasti akan marah kan? Terus aku juga harus bilang apa sama ayah? Aku yang suruh dia datang karena pengen ngobrol?? Huwaaa...bisa-bisa aku ikutan dibunuh ayah!!

Aaakkhhh....!!!