webnovel

UNREQUITED

Kalisha gadis yang ceria dan bersemangat serta dikelilingi banyak orang yang mencintainya, namun Kalisha juga mempunya banyak permasalahan dalam keluarga, persahabatan serta trauma cinta yang membuatnya sulit untuk membuka hati kepada cinta yang datang. Cerita tentang cinta masa remaja yang ringan dan membuat nostalgia

DaoistC67AJc · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
6 Chs

Pengakuan Tami

"Pagi, Tam!" Ucap Kalisha memberi salam kepada teman sebangkunya begitu memasuki kelas pagi itu.

"Eh, Kal!" Balas Tami kemudian melirik jam tangannya. "Tumben datang pagi-pagi!" Ucap Tami yang tau biasanya Kalisha baru datang sesaat sebelum kelas masuk.

"Hehehe...sekali-kali insyaf boleh donk!" Ucap Kalisha tersenyum.

"Kamu udah ngerjain PR?"

"Belum! memangnya ada PR ya!?" Kalisha kaget karena kemarin malam ia dan Reva main dengan Alvin CS sampai larut malam.

"Duh, kadang tuh aku suka bingung lho! kok bisa ya anak kayak kamu dapet Akselerasi waktu SD!?" Ucap Tami lagi sedikit kasar.

'Tami apa suka gak mikir ya kalo omongannya tuh kadang bikin orang "ketancep"!?' Tanya Kalisha dalam hati.

"Tau tuh, Guru-gurunya lagi pada error kali!" Ucap Kalisha berusaha tersenyum sambil mengeluarkan buku pelajaran yang menjadi PR hari itu kemudian mulai sibuk mengerjakan soal-soal itu dengan cepat.

Tami merupakan murid pindahan dari Jogja 3 bulan yang lalu. Ia merupakan anak dari salah satu pengusaha besar di Jogja. Bersekolah di Jakarta pun atas permintaannya sendiri. 'demi membangun karakter sebagai pewaris tunggal perusahaan keluarga yang lebih modern dibandingkan pengurus-pengurus sebelumnya.' katanya saat itu. Ia pun menentukan sendiri dengan siapa saja dia akan berteman. Kalisha pun saat itu diminta sendiri olehnya untuk menjadi teman sebangkunya. Dan tentu saja Kalisha tidak dapat menolak.

Morron Princess (MP) yang berarti Putri yang bodoh, julukan yang diberikan oleh Reva kepada Tami karena Tami kadang suka tidak peka tehadap lingkungan sekitar. Omongan-omongan yang dapat menyakitkan hati kadang mengalir begitu saja dari mulutnya dengan nada datar yang justru terasa lebih mengesalkan di telinga.

"Apa dia gak sadar apa, kalo dia tuh ngeselin!!?" Ucap Reva kesal saat bertemu dengan Tami sesaat ia dan Kalisha mau ke kantin. Kalisha menegur Tami dan mengajaknya untuk makan bareng di kantin dengan mereka. Namun, Tami malah menjawab,

"Maaf, aku gak bisa makan di kantin. Kok kalian bisa makan di sana terus sih? Apa sudah terbiasa dengan tempat kotor seperti itu?" Tanya Tami lagi tanpa meminta jawaban kemudian pergi dari hadapan kedua orang itu. Tinggallah Reva yang akan 'meledak' mendengar pertanyaan datar Tami tadi dan Kalisha yang sibuk menenangkannya.

"Sebenernya dia baik kok!" Ucap Kalisha membela Tami, "Cuma kalau orang yang belum kenal memang suka begitu." Lanjut Kalisha lagi saat itu benar-benar berusaha menenangkan Reva yang sudah terbawa emosi.

Akhirnya, bel tanda masuk sekolah pun berbunyi. Para murid yang masih berada di luar kelas berhamburan masuk sebelum guru-guru pada datang.

Kalisha pun sudah berhasil menyelesaikan PRnya dengan singkat dengan tulisan yang hampir tidak dapat terbaca. Guru Biologi yang terjadwal mengajar hari ini pun masuk, dan pelajaran pun dimulai.

Saat jam istirahat tiba. Kalisha segera berjalan menuju kantin langganannya tempat ia dan Reva biasa janjian. Untuk sampai ke kantin, Kalisha harus melewati lapangan basket. Setiap istirahat lapangan biasanya ramai. Banyak murid-murid yang sedang bermain basket. Biasanya terdiri dari dua grup. Satu grup terdiri dari 3-6 orang yang berasal dari kelas dan angkatan apa saja. Kali ini Lapangan terbagi menjadi dua bagian setiap sisinya telihat sedang ada permainan Three on three dan disekitarnya banyak murid-murid yang menonton permainan itu.

Kalisha terus melewati lapangan itu menuju kantin. Tak lama pun ia sampai dan melihat Reva sudah menunggunya.

"Bu, jus jambunya satu!" Ucap Kalisha memesan minuman sesaat sebelum ia duduk di samping Reva. "Udah lama, Va?" Tegur Kalisha sambil menepuk bahu Reva kemudian duduk di sebelahnya.

"Gak liat gue udah membatu!?" Sindir Reva

"Sori deh…tadi gue ketemu Miki gitu di jalan terus dia ngajakin gue ngobrol bentar!" Kalisha memberi penjelasan. Reva hanya mengaduk-aduk minumannya.

"Eh, Alvin n temen-temennya ternyata ganteng juga, ya!" Reva tersenyum jail.

"Akh! iya, kemaren lo parah banget sih pake acara bilang segala kalo gue pernah ngomongin tentang mereka!!?" Ucap Kalisha kesal.

"Hehehe…ya maaf deh...gue refleks!"

"Ya, Cuma parah banget tau! Gue sampe panik!! Untung si Kai nolongin gue."

"Hehehe...gak apa-apa tau, latian senam jantung!"

"Latian Senam Jantung mbah lo!"

"Wah, parah lo bawa-bawa Mbah gue!? Gue bilangin lho, dia orang sakti!! Klo mau minta maaf mesti datengin makamnya di Kudus! Sanggup gak, lo?" Tanya Reva.

"Nggak!" Kalisha percaya saja.

"Ya udah, gampangnya maafin gue aja, entar gue yang mintain maaf ke dia! Gue kan cicitnya jadi bisa kontak batin! Lagian juga tadi kan Lo udah buat gue nunggu, jadinya impas dong!" Ucap Reva memberi penawaran. Kalisha pun akhirnya setuju saja. Kemudian pesanan Kalisha datang.

"Si MP masuk?" Tanya Reva tiba-tiba.

"Masuk." Jawab Kalisha singkat sambil megaduk-aduk minumannya.

"Eh, dia tuh bener-bener gak pernah makan di kantin, ya?" Tanya Reva lagi perihal Tami.

"Iya, dia selalu bawa bekal dari kosannya." Jawab Kalisha. "Udah, ah! Lo tuh mau tau aja urusan orang deh." Kalisha berusaha menutup pembicaraan tentan Tami. Kalisha tidak mau membicarakan kejelekan seseorang dengan orang lain,sekalipun itu dengan Reva. Karena ia tidak mau mendapat provokasi dari manapun dalam menilai seseorang.

"Habisnya, gue gak suka banget!! Gayanya itu loh kayak Putri dari Kerajaan aja."

"Tiap orang kan beda, Va." Jawab Kalisha singkat. Reva pun diam karena ia tau, kalau Kalisha sudah Tidak suka akan sesuatu ia lebih memilih untuk diam, atau hanya memberikan komentar yang singkat.

"Sha, si Alvin lucu juga ya! Eh, tapi gue sama Kai aja deh, kan lo ama Alvin udah dijodohin! Jadinya gue udah gak punya kesempatan lagi deh! Hehehe…" Ucap Reva tiba-tiba meledek.

"Maksud loooo…." Kalisha protes. Wajahnya memerah. "Itu semua tuh Cuma permainan lama orang tua kita doang!! Gue gak ada apa-apa sama Alvin!" Kalisha menegaskan.

"Iya deh iya..." Nada bicara Reva masih seperti meledek. "Ya udah, tapi lo mau bantuin gue sama Kai kan!?" Lanjut Reva lagi.

"Kata siapa!? PD banget lo!" Gantian Kalisha yang meledek.

"Tuuuh…kaaaaannnn!!! Jahat banget sih lo, masa sama temen sendiri gak mau saling bantu?!?" Reva protes. Kalisha tertawa senang. "Giliran MP aja lo bela-belain dia!" Reva mencibir.

"Mulai lagi kan! Iya-iya, gue bantuin!"

"Hehehe...gitu donk thayang..." Reva tersenyum merayu. Dan tema obrolan mereka siang itu adalah mengenai kejadian semalam dan Alvin CS , terutama si Tuan Muda Kai.

Tak terasa jam istirahat telah habis. Bel tanda istirahat usai pun berbunyi. Kalisha dan Reva pun segera meninggalkan kantin sekolah menuju kelasnya masing-masing.

Kelas XI-IPS 1 merupakan kelas Kalisha saat ini, sedangkan Reva berada di kelas XI-IPS 4. Saat ini merupakan jadwal pelajaran ekonomi makro di kelas Kalisha. Namun, baru saja ada pemberitahuan dari pihak sekolah bahwa guru yang bersangkutan tidak dapat hadir untuk mengajar. Sehinga menjadi jam kosong di kelas Kalisha. Dan ini merupakan hal yang paling disukai oleh semua murid-murid sekolah ini.

Saat keadaan di kelas Kalisha sedang tidak jelas. Murid-murid semuanya menjadi terpencar-pencar. Ada yang kembali menuju kantin, ada yang sibuk ngobrol atau gossip, tidur atau mendengarkan musik dan main kartu di dalam kelas.

Kalisha bingung, biasanya ia mendapati Tami sedang mencibir perihal guru yang tidak masuk atau terlambat datang ke kelas. Yang katanya hanya 'makan gaji buta' lah atau ungkapan-ungkapan lain yang dilontarkannya dalam bahasa Jawa yang tidak dimengerti Kalisha.

'Mana si Tami?' Tanya Kalisha bingung dalam hati. Kepalanya celingak-celinguk mencari sosok wanita berambut panjang itu. Dan sosok itu tertangkap oleh matanya sedang berada di luar kelas sedang bersender di palang besi menatap ke arah lapangan.

'Eh, itu dia!' Pikir Kalisha kemudian berdiri hendak menghampiri Tami, 'tumben?' pikirnya lagi.

Kalisha memprhatikan sosok tami terlebih dahulu sebelum menegurnya. Tami sedang menatap ke arah lapangan basket. Dilihatnya lapangan basket sedang dipakai oleh pelajaran olah raga basket anak kelas satu. Dilihatnya lagi wajah Tami, sedikit memerah dan itu merupakan suatu hal yang langka bagi Kalisha.

"Mi, lagi liatin apa?" Tegur Kalisha akhirnya.

Yang ditegur jelas kaget. Tami berharap tadi ia tidak terlalu seperti orang bodoh menatap ke arah lapangan.

"Eh, ng...nggak kenapa-napa kok!" Ujar Tami gugup. Kalisha masih curiga.

"Kamu suka Basket, ya?" Tanya Kalisha lagi yang mengira saat ini Tami sedang ingin sekali bermain basket. Lagi-lagi ini bisa menjadi bahan risetnya dalam memahami seorang Amanda Utami Praditya Cokro Amingrum Ditriyani Raswara.

"Nggak kok! aku gak bisa main basket."

"Terus?"

"Ng..." Tami terlihat seperti sedikit ragu untuk mengatakannya. Kalisha sabar menunggu. Ekspresinya harus terlihat serius dan meyakinkan agar Tami mau bercerita.

"Kamu liat anak cowok yang celananya digulung itu?" Tanya Tami, kali ini sambil menunjuk ke arah lapangan yang berisi sekumpulan anak-anak cowok sedang bertanding basket. Namun, untuk menemukan sosok yang dimaksud Tami tidakah sulit. Karena cowok yang dimaksud Tami merupakan salah satu sosok yang menonjol. Selain karena celana olah raganya yang digulung, cowok itu pintar bermain basket dan juga, sepertinya wajah itu terlihat familiar di ingatannya.

'Itu bukannya cowok yang waktu itu latian basket pas pulang sekolah!?' Kalisha memastikan dalam hati.

"Iya aku liat, yang tinggi itu kan!" Ujar Kalisha meyakinkan.

"Iya, namanya Dill. Dia anak partner bisnis ayahku di Jogja."

"Kamu kenal!?" Kaget Kalisha. 'Perlu dicatet lagi nih!' Pikir Kalisha lagi.

"Iya, aku suka sama dia." Ucap Tami lagi datar namun wajahnya memerah juga.

Kalisha kaget setengah mati. Seorang Amanda Utami Praditya Cokro Amingrum Ditriyani Raswara yang dibesarkan dengan penuh tata krama menyukai seorang Dill yang kalau dilihat dari penampilannya kayak bukan tipe si Tami banget! Lagian juga, 'knapa ia bisa sejujur itu sih!?' Kalisha tak habis pikir.

"Dill anak kelas 1 itu?" Kalisha masih belum yakin.

"Iya, aku pindah kesini juga setelah mendapat info bahwa Dill sekolah di sini! Makanya aku minta pindah."

"Masa sih!? Aku bener-bener gak nyangka loh!"

'Gila, dia berani sampai melakukan hal sejauh itu!!'

"Pertama kali ngeliat dia, aku udah penasaran. Kenapa bisa ada orang seceroboh dia? Sejorok dia? Sama selucu dia?" Wajah Tami bersemu merah. "Aku mau kenal dia lebih jauh lagi! Tapi gimana caranya, ya?" Bingung Tami. Kali ini wajahnya sedikit menunduk. Kalisha menjadi iba.

"Padahal udah sejauh ini, tapi aku masih belum bisa buat negur dia!" Lanjut Tami lagi. Ia benar-benar merasa tersiksa. Kalisha merapatkan dirinya dengan Tami.

"Kamu udah coba buat tegur dia?" Tanya Kalisha lembut. Ia jadi merasa mempunyai kewajiban untuk membantu Tami.

"Nggak." Tami menggeleng pelan. "Aku takut...aku takut kalau ternyata dia benci aku..."

"Hei...come on! Kamu sendiri sudah merasa kan kalau perjuangan kamu tuh sudah sampai sejauh ini! Kita gak akan tau sebelum dicoba kan!? Setidaknya, apapun hasilnya nanti, kamu sudah gak akan penasaran lagi sama dia..." Kalisha memberi pengertian, Tami hanya diam.

"Kamu tau, apa yang paling menyiksa manusia?" Tanya Kalisha tiba-tiba. Tami mengeleng pelan. "Rasa penasaran itu, Tam. Orang meninggal aja bisa jadi hantu cuma gara-gara penasaran! Kasian kan, gak bisa pergi ke alam baka cuma gara-gara rasa penasarannya selama masih di dunia. Kamu pernah denger tentang hantu penasaran kan!?" Lanjut Kalisha lagi mulai mengacau. Lagi-lagi Tami mengangguk pelan.

"Sekarang, coba kamu tarik napas panjang terus teriak, 'Diiiiilll semangaaaattt!!!' ayo!" Bujuk Kalisha. Tami terlihat ragu.

"Itu kan gak sopan! Teriak-teriak di muka umum." Ucap tami yang tidak pernah melakukan hal tersebut. Kalisha merasa ia harus menyadarkan tami bahwa ia hidup di masa pasca reformasi-demokrasi di mana semua orang baik rakyat maupun pemerintah berlomba berteriak menuntut hak-haknya tanpa mau menjalankan kewajibannnya dengan baik.

"Sopan santun itu kan harus sesuai sama waktu dan tempat. Kalo dalam keadaan seperti ini, sebenanya bukanlah hal yang aneh kalo kamu teriak untuk memberikan Dill semangat!" Kalisha menjelaskan. Tami masih terlihat ragu.

"Kalo kamu percaya sama aku, kamu panggil Dill sekarang!" Ucap Kalisha menarik Tami ke arah palang besi yang lebih dekat dengan posisi lapangan yang berada di tengah-tengah sekolah.

"Tap-tapi aku..."

"Panggil sekarang atau nggak sama sekali!"

Tami terdiam.

"Percaya aku, Tam."

Tami menatap Kalisha. Wajah Kalisha menyiratkan keyakinan. Tami pun menarik napas dalam-dalam, lalu dengan satu dorongan kuat,

"DIIILLL..." Panggil tami akhirnya.

'Gak nyangka, ternyata suaranya keras juga!' Kaget Kalisha dalam hati. Yang dipanggil benar-benar menoleh.

"SEMANGAT, YAAAA!!" Lanjut Tami lagi. Kalisha ikut tersenyum memberikan semangat kepada Dill. Dill menatap sejenak ke arah mereka berdua kemudian tersenyum. Seketika wajah Tami memerah.

Saat ini Dill akan melakukan Free Throw. Ia menatap ring basket lekat-lekat. Terlihat seperti sedang berkonsentrasi penuh. Dill menarik napas panjang. Tami sama sekali tidak dapat melepaskan pandangannya dari Dill. Tangan Dill mengangkat, bola siap dilempar. Lalu dengan satu tarikan napas lagi, Dill pun melakukan shoot. Bola melayang ke arah ring basket. Semua berharap agar bola itu masuk, terlebih Tami. Tami berdoa di dalam hati, matanya terpejam. Dan, 'Tuk' bola tidak langsung masuk ke dalam ring. Bola membentur pinggiran ring, berputar sejenak dan kemudian... terlempar ke luar.

Dill gagal memasukkan bola.

"PRIIIIIIITTTT" Peluit panjang tanda akhir pertandingan berbunyi. Tim Dill dinyatakan kalah. Score hanya terpaut satu point. Kalau tadi Dill berhasil memasukkan bola terakhir itu maka, kedudukan menjadi sama. Terlihat jelas, wajah teman-teman se-tim Dill tidak menyenangkan. Mereka merasa kecewa, karena tadi yang meminta melakukan free throw itu adalah Dill sendiri. Kalisha sendiri pun merasa bingung. Dengan jelas, ia melihat sendiri kemampuan Dill sewaktu latihan melakukuan tembakan 3 angka. Sangat bagus. Bahkan masuk hampir tidak menyentuh ring. Tapi, kenapa justru tembakan bebas yang hanya dilakukan di dalam lingkaran pinalti justru gagal dilakukan oleh Dill. Kalisha tersadar, saat ini bukanlah waktu untuk memikirkan itu. Dia harus menenangkan Tami karena, takut Tami merasa bahwa kegagalan Dill itu disebabkan karena dirinya.

"Menang-kalah itu bias kok, Tam..." Ujar Kalisha pelan saat melihat Tami hanya menunduk saja. "Ini bukan salah kamu kok! Ini salah aku...aku minta ma-"

"Kamu liat tadi!?" Potong Tami tiba-tiba. Kalisha bingung melihat wajah Tami yang bersinar-sinar. Ia pun menggeleng pelan. "Aku panggil Dill!! Aku berhasil panggil namanya, Kal!" Tami terlihat senang sekali.

"Eh, hehehe…iya." Kalisha tertawa terpaksa. Ternyata, ia benar-benar belum mengerti Tami.

"Aku senang....aku senang, Kal! Akhirnyaaa..." Tami terlihat bahagia sekali.

Kalisha menghela napas panjang. 'A-aneh!?' pikir Kalisha. Namun, meskipun ia masih merasa tidak mengerti, tapi ia sudah cukup lega dan senang melihat Tami yang terlihat bahagia.

"Selamat, ya Tam!" Ujar Kalisha tersenyum akhirnya.