webnovel

Pertemuan Tak Terduga i

Kunjungan Pertama

***

"Saatnya telah tiba!"

Seorang wanita bergumam pelan, mulutnya menyungging sembari mengenakan teropong besi. Pandangannya menatap tajam ke-balik teropong dengan nyala hijau, mengamati aktivitas yang terjadi pada satu ruangan di sebuah bangunan gedung tidak jauh darinya, seolah tidak ingin melewatkan adegan satu detik pun.

Lampu merah menyala dari dalam ruangan itu, dering bunyi alarm turut serta menemani. Hanya ada seorang pria di dalam sana, pandangannya tertuju pada sepasang monitor di hadapannya. Pria itu mengamati perubahan data yang tidak beraturan dengan puluhan bahkan ratusan angka terus bergulir, silih berganti menunjukkan kode-kode rumit, serta hanya dia yang tahu artinya. Di lain sisi, layar monitor lain menampilkan perubahan angka dinamis dan konstan. Terpampang jelas tulisan besar bertuliskan '!-GATE-!' berbarengan dengan kode peringatan setelahnya.

Raut wajah Pria itu segera memburuk setelah menerima hasil analisa, dia tidak menduga dalam waktu singkat 'Sosok itu' mampu berkembang begitu pesat. Meskipun di Zaman ini hanya berjarak beberapa hari, namun nyatanya di tempat itu memerlukan waktu sembilan tahun lamanya. Bukankah ini terlalu cepat? Pasalnya kedua Shikai baru ditemukan belum lama ini, hal ini menunjukkan seolah-olah 'dia' bisa berkembang tanpa memerlukan Shikai.

"Apakah sudah saatnya?"

Gumamnya pelan, lalu beranjak menuju ruangan lain, tidak lama kemudian ia kembali dengan membawa sebuah koper besi berwarna hitam. Pria itu yakin ada sesuatu yang terjadi diantara keduanya, satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah mencoba mengamati secara langsung.

Wanita itu tersenyum lebar melihatnya, dia tahu apa yang akan dilakukan oleh Pria itu. Pria itu pasti tidak akan berdiam diri di sini dan memilih untuk menjelajah waktu dengan pergi ke-masa lalu, meski dia sendiri harus melanggar peraturan.

Sudah menjadi sifatnya, bila ia tidak akan membiarkan objek miliknya kacau. Apa pun yang terjadi, hasil dari analisa kedua objek harus berhasil meski harus melawan hukum sekali-pun.

"Lebih baik saya memeriksanya sendiri, daripada hanya diam dan Menonton." ucapnya dengan menekankan pada kata 'menonton' sambil melirik ke arah sebuah sudut, seolah memperhatikan sesuatu dari kejauhan. Wanita itu tersentak kaget melihat pria itu seolah tengah menatapnya, dia segera mengubah posisi dan mencoba untuk kembali memastikan apakah ia salah liat atau tidak. Benar saja, Pria itu tengah tersenyum kecil menatap ke arah-nya.

Pria itu kembali memasuki ruangan lain, ruangan yang sama dengan kala itu (pengiriman U-Watch). Ini kali pertama baginya memasuki ruangan istimewa ini dalam waktu dekat, sebelumnya ia akan mengunjungi tempat ini setidaknya 6 (enam) bulan atau bahkan setahun, sebatas untuk pengecekan dan melakukan perawatan. Sayangnya tujuannya kali ini berbeda, dia akan melakukan 'time traveler' dengan dirinya sendiri sebagai objek. Kali pertama ia melakukannya tanpa objek pengganti, biasanya jika bukan barang, maka mengirim kelinci percobaan berupa hewan.

|SYSTEM COMMANT|

|AKTIVATED|

|SYSTEM ON|,

Pria itu segera memasukkan data terakhir yang ia miliki, setelah system menyala dengan beragam perintah yang di input, segera melakukan proses pemindaian serta menjalankan perintah dari system.

|SEARCH LOCATION|

|LOCATION LOCKED|

Zungg....

Pintu besi bergeser perlahan menunjukkan isi di baliknya, dinding besi menyala biru dengan garis biru dan beragam pola pentagon dan hexagram melayang-layang. Tanpa ragu Pria itu memasukinya, tepat setelahnya pintu tertutup dan deru system bergema.

|PROCESS ACTIVATED|

|TRANSFER|, cahaya terang segera menyelimuti tubuhnya. Garis biru merambat lalu menyebar dengan cepat, perlahan tubuhnya melebur menjadi butiran cahaya mengikuti arah arus. Molekul berukuran partikel bergerak cepat menelusuri garis zona ruang dan waktu hingga lenyap dari tempat itu menyisakan cahaya dari system yang mulai meredup.

|PROCESS CLEAR|

***

Sebuah Titik Terang i

***

Edi berjalan dengan lunglai, raut bocah itu begitu pucat seolah tidak bertenaga, bola matanya berkantung serta terlihat sembab. Sepertinya bocah berambut Dark Warm itu habis menangis dan terpuruk, merasa kehilangan sosok teman baik sekaligus seorang sahabat yang berharga.

Keduanya sudah mengenal sejak kecil, tidak ada yang tidak mengetahui rahasia satu sama lain. Sosok teman yang begitu ia sayangi, seorang sahabat yang sudah dianggap seperti saudara baginya. Sahabatnya-- Dwi telah pergi, pergi bersama sosok bernama Blash ke suatu tempat. Entah ke mana perginya? Tidak ada yang tahu di mana itu, dan juga dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak berdaya saat kejadian itu terjadi, kini ia hanya bisa berharap untuk bisa berjumpa kembali.

"Pagi..."

Suaranya begitu parau, Edi memaksa untuk tersenyum ketika menyapa teman-teman sekelas, walau akhirnya terlihat seperti senyum sinis dan membuat beberapa teman merasa risih. Tanpa memperhatikan, dia langsung menuju bangku lalu segera duduk tanpa mempedulikan suara bisikan maupun cibiran tentang sikapnya, dia benamkan kepala di atas meja. Sejujurnya Edi bukannya acuh, melainkan dia hanya tidak ingin teman-teman yang lain tahu masalahnya.

"Selamat pagi."

Terdengar suara bocah laki-laki memasuki ruangan, Edi mengenali suara itu, begitu akrab dan masih menggema di telinganya. Namun, dia segera mengelak, tidak mungkin itu adalah anak yang sedang ia pikirkan. Edi membenamkan kepalanya lebih dalam, berusaha tidak menghiraukan bocah yang baru saja datang, hingga dia tidak sadar bila bocah itu mendekat ke arahnya. Tubuhnya merasakan gejolak aneh, dadanya bergetar diikuti irama jantung yang menggebu, sensasi ini terasa seolah Edi akrab dengan bocah itu.

"Selamat pagi, Edi."

Kini suara itu begitu jelas tepat di sampingnya, Edi bisa mendengar bocah itu menyebut namanya berulang kali. Mungkinkah bocah itu kembali? Pikirannya begitu kacau, di satu sisi ia tidak ingin mengabaikan sapaan itu, di sisi lain juga memikirkan bagaimana bila suara itu berasal dari orang yang berbeda? Kembali Edi tidak menghiraukan bocah di depannya, sayangnya bocah itu tetap bersikeras tidak berhenti memanggil namanya. Terlebih dia menggoyangkan bahu Edi sambil menyebut-nyebut namanya berulang kali.

Merasa terganggu Edi menepis tangannya dan menatap tajam bocah itu.

"Bisakah kamu diam!"

Edi meninggikan nada suaranya, pikirannya sudah kalang kabut dan lagi dia sudah naik pitam tidak sanggup bersabar lebih dari ini terhadap bocah itu. Namun, bukannya memaki, mimik wajah Edi berubah menjadi ekspresi terkejut melihat penampilan bocah di depannya. Wajah yang begitu mirip dengan Dwi, bocah dengan gaya rambut belah berwarna Dark Brown. Postur dan gaya bocah itu begitu mirip. Dia tersenyum manis dengan kulit putihnya dan memperlihatkan lesung pipi khas sahabatnya, tanpa sadar Edi bergumam pelan menyebut nama 'Dwi'.

"Apakah benar ini kamu?"

Hatinya begitu gelisah mengingat kejadian sebelumnya yang terjadi diantara mereka. Mungkinkah kejadian kemarin hanya mimpi belaka, atau sekedar tipuan? Seolah-olah dirinya sia-sia menangis, bahkan mungkin tidak perlu menyesali kepergian sahabatnya itu. Dwi sekarang berada tepat di depan mata!

Edi tersenyum untuk sejenak, dia hampir meloncat untuk memeluk sahabatnya itu sambil meneriakkan nama 'Dwi'. Namun semua itu hilang dan lenyap begitu saja setelah dia melihat seutas perbedaan, wajahnya kembali memburuk saat melihat tahi lalat tidak jauh dari bibir lesung bocah itu. 'Dia bukan Dwi!' umpatnya dalam hati. Edi langsung memalingkan wajahnya darinya, dia kembali membenamkan kepala di atas meja dan mengabaikan bocah yang menyerupai sahabatnya itu.

....