webnovel

Selamat Tinggal iii

Perpisahan iii

***

Dwi berdiri sempoyongan dengan aura gelap menyelimuti tubuhnya, dia memegang kepalanya dengan erat. Terdengar suara orang berbeda dari mulut itu, salah satunya suara khas orang terdekat Edi -Dwi-, sementara suara lain pasti Blash.

"Kurang Ajar! Berani-Beraninya Makhluk Rendahan Seperti Kalian Menentangku."

"Memangnya siapa kamu? Berani mengambil alih tubuh orang!"

"Kalian Harus Takhluk Akan Kekuatan Alam."

"Ini tubuhku, kamu tidak berhak memakainya!"

"...."

"...."

Kedua jiwa sedang berdebat saling memperebutkan tubuh itu, perdebatan itu berakhir dengan teriakan keras Dwi. Argh.... Kepalanya mendongak ke atas, Dark Power perlahan menipis dari tubuhnya. Dwi memalingkan wajahnya, dia masih memegang kepalanya walau hanya dengan satu tangan.

"Syukurlah kamu baik-baik saja." ucapnya lega.

Edi segera beringsut, berusaha untuk berdiri setelah mendengar suara akrab dari sahabatnya.

"Jangan mendekat!" bentak Dwi berusaha mencegahnya untuk mendekat, "Lebih baik kamu diam di sana." lanjutnya.

"Tapi, Kenapa---" Edi ingin menanyakan alasan, tapi Dwi menggeleng cepat seolah tidak ingin mendengarnya. Dia berbalik kemudian berjalan perlahan, "Edi, Bisakah kamu berjanji satu hal lagi padaku." ucapnya lirih.

Melihat sahabatnya menjauh Edi berusaha beranjak dan mengejarnya, kali ini Dwi memakinya dengan lantang bahkan suaranya terdengar sedikit berbeda, "Ku bilang Jangan Mendekat!"

Edi terdiam membatu mendengarnya, baru kali ini sahabatnya memakinya begitu keras. Terlebih dia mengenal suara itu, mungkinkah Dwi masih belum lepas dari kendali Blash? Diam-diam Edi berjalan berusaha agar tidak ketahuan, tapi Dwi melempar bola hitam tepat di depannya. Tanah dan rerumputan segera menghitam karena hangus.

Dwi jauh di sana menatap Edi dengan penuh penyesalan, hatinya terasa sakit karena harus berkhianat demi keselamatan mereka. Matanya memejam sejenak lalu dia mendongak memandang langit yang mulai berawan, "Kamu masih ingat tempat ini bukan?"

Ingatan memori kejadian saat itu perlahan berputar dalam benaknya, Dwi bersyukur memiliki momen indah bersama dengan Edi, sahabatnya.

"Saat itu, di tempat ini juga ... kita sama-sama berjanji untuk saling menjaga dan melindungi...." lirihnya dengan nada sendu, dia seolah menahan kesedihan.

Dwi tidak ingin berpisah dengan sahabatnya apapun yang terjadi, tapi dia tidak ingin melukai Edi lebih dari ini. Lebih baik baginya untuk menjauh, memang sakit rasanya tetapi ini adalah yang terbaik. Jiwanya terluka, terlebih dia tidak bisa menahan kesadaran tubuh itu terlalu lama, Blash bisa muncul kapan saja!

"Temukan aku!" ucapnya singkat. Kenyataan pahit mengiringi makna dari ucapan itu, dada Edi terasa sesak seolah akan terjadi hal yang buruk. Dia segera memaksa tubuhnya untuk lebih mendekat lagi.

Tidak peduli dengan bola-bola hitam yang di lempar Dwi padanya, dia tetap menerjangnya. "Dwi, Apa maksudmu---", pertanyaannya terjeda, karena Dwi tiba-tiba berteriak lagi. Dark Power menyeruak lebih banyak dari sebelumnya, tangan kanannya diacungkan membuat udara berhembus dan menghempaskan sekitar.

"Waktuku Tidak Banyak, Dia Bisa Muncul Kapan Saja." ucapnya dengan dua suara berbeda. Sekuat tenaga Dwi mengoperasikan U-Watch, lalu memilih menu Gate terbaru yang baru saja di ucapkan oleh Blash.

"Kumohon, Temukan...."

"Temukan dan hentikan aku, Edi!"

Dark Power semakin menggila hingga menghempaskan segalanya, Edi tidak bisa melangkah lebih jauh lagi. Belum lagi amukan Dark Power melukai tubuhnya, Hits tiba-tiba muncul di depan Edi, lalu berusaha membawa bocah itu menjauh.

"Tidak ... Dwi!"

Perlahan tubuh Dwi tertelan oleh kegelapan itu sendiri, sepatah kata sempat terucap dari bibirnya sebelum dia benar-benar lenyap.

"Kuharap kita dapat bertemu lagi, Edi."

....

Rintik air mulai membasuh tanah lapang yang sedikit terkoyak, beberapa rumput tandus entah apa penyebabnya. Edi duduk beringsut di tanah, mengais-ngais tanah tandus itu tanpa peduli kehadiran Hits di sisinya. Luka di kedua tangannya yang menghitam juga tidak ia hiraukan. Dia terisak menangisi kepergian sahabat baiknya, tubuhnya lenyap tepat di depan mata.

"Dwi kembalilah,... Kumohon, Huwaaa...."

Edi tidak menduga pertemuannya kali ini dengan sahabat baiknya itu akan berakhir buruk. Terlambat menyadari kenyataan pahit yang sedari awal sudah menjadi pertanda, Bagaimana bisa dia tidak menyadarinya?

Sedari awal sahabatnya sudah dikendalikan oleh Blash? Jika saja dia tahu lebih awal, jika saja dia menyadari lebih cepat, hal ini tidak akan terjadi. Memori terakhir kali sebelum Dwi diambil alih masih teringat dengan jelas, keduanya mengikrarkan sebuah janji saat itu juga. Bagi mereka di tempat ini juga semuanya bermula.

***

Janji Kelingking

***

Kala itu, keduanya tengah berbaring di tepi padang rumput, beristirahat usai bermain. Kedua pasang mata mereka menatap lekat gugusan awan yang menghiasi langit biru sembari menikmati hembusan udara yang menyejukkan, serta indahnya alunan melodi alam.

"Apa kamu tahu, Edi?" Dwi bertanya membuat Edi menoleh dan menatapnya lekat, berusaha untuk memperhatikan perkataan sahabat baiknya itu.

Dwi mengangkat lengan kanannya yang mengenakan jam tangan platina dengan corak hitam, "Sumber energy tiap –Code- itu berbeda-beda, bukan?" dia memperhatikan asap tipis di sekitar kulitnya seolah-olah mengalir, hal yang diperhatikan adalah warnanya yang hitam pekat.

"Dark Power itu berarti kegelapan, dan Light Power itu cahaya bukan?" lanjutnya.

Edi juga mengangkat lengan kirinya yang juga mengenakan jam tangan platina, bedanya hanya pada corak yang berwarna putih. Dia ikut memperhatikan asap tipis di sekitar tubuhnya, kini warna itu putih –bening-.

"Hitam dan putih itu dua hal yang berbeda. Cahaya dan bayangan itu saling bersinggungan...."

"Kamu tahu apa artinya?"

Dwi menoleh untuk memperhatikan sahabatnya itu, tapi Edi hanya menoleh. Berbanding terbalik dengan harapan Dwi, Edi tidak memahami maksud dari perkataannya. Hal itu membuat Dwi tersenyum kecut melihat tingkah bocah itu, bagaimana mungkin keduanya bisa terpilih sebagai Shikai, mengingat sikap mereka berdua begitu berbeda.

"Kedua energy milik kita tidak pernah bisa menyatu ... Lebih tepatnya akan saling berlawanan...."

Dwi berkata panjang lebar, bahkan sampai bercerita tentang perasaannya ketika menyerap Dark Power. Edi sendiri juga ikut bercerita tanpa sadar, meski dia sendiri belum dapat mengumpulkan Light Power sendiri saat ini.

Inti cerita Dwi sebenarnya untuk memberi tahu Edi, bila cepat atau lambat tubuhnya pasti akan diambil alih, dia sendiri sudah merasakan pergerakan dari Blash. Di sisi lain Dwi ingin mengingatkan Edi untuk selalu berhati-hati dalam bertindak, terutama jangan terlalu ceroboh atau dia akan terjerumus --bukannya menguntungkan Hits, tetapi bisa saja menguntungkan Blash.

"Selama masih ada harapan, aku ingin kamu berjanji...." Dwi mengulurkan tangannya ke angkasa, dia menatap setitik bintang yang mulai menampakkan dirinya di langit senja itu.

"Berjanjilah untuk tetap menjaga persahabatan kita, dan juga saling melindungi satu sama lain."

Edi tidak begitu memahami ungkapan Dwi sepenuhnya, setidaknya dia tahu garis besarnya. Bila suatu saat Dwi dikendalikan oleh Blash, ada kemungkinan mereka harus saling bertarung. Cepat atau lambat hal itu pasti akan terjadi, keduanya harus mampu menerimanya dengan lapang dada. Nasib mereka mulai menuju arah yang berbeda.

Edi turut mengulurkan tangannya ke udara, kemudian membuka jari kelingking dan menautkannya pada kelingking Dwi. Mereka bertaut jari kelingking, mengikrarkan janji di bawah bintang senja. Langit senja kala itu menjadi saksi dari ikatan kedua bocah itu. Hanya saja takdir keduanya tidak mendukung, haluan mereka berbeda arah.

Akankah Keduanya mampu menjaga ikatan satu sama lain dan mengubah takdir yang telah mengikat mereka?

***

Kedua tangan Edi mencekram erat rerumputan, air matanya masih berlinang. Dia begitu terpukul atas kepergian sahabatnya, Dwi. Dia tidak menduga hal itu akan terjadi secepat ini, bagaimana pun juga keduanya baru saja mengikat janji. Sekarang mereka berdua harus saling menjaga janji itu.

Hits berjalan mendekati Edi, dia menepuk pundak tuannya. Hits memahami perasaan bocah itu, di lain sisi Edi merupakan Shikai-nya, dia merasa seolah mirip dengan Edi. Hits berusaha menenangkan Edi, ia tidak tega melihat tuannya terpuruk, terlebih untuk waktu yang lama mengingat dia juga dapat merasakan perasaan yang sama layaknya koneksi mereka. Bila masih berlanjut, hal itu bisa saja berbalik menguntungkan Blash.

Perlahan Edi bangkit, tangannya mengepal erat. Tubuhnya masih bergetar, hatinya masih terasa sakit, seolah ditusuk dan tersayat. Namun, Edi tahu dia harus tetap tegar. Menangis saja tidak akan bisa mengembalikan Dwi, hanya terpuruk tidak akan memperbaiki keadaan seperti semula. Dia harus berjuang dengan segenap tenaga untuk menyelamatkannya, dan mengembalikan keadaan seperti semula.

Edi mengerti kecemasan dari Hits, sebagai seorang Shikai dia bisa memahami isi pikiran dari makhluk itu. Bagaimana pun juga, Dwi sudah pernah berpesan padanya agar tidak menguntungkan Blash, melainkan membantu Hits.

Edi mengangkat kepalanya, menengadah menatap langit berusaha untuk menggapai harapan di ujung sana. Dia bertekad kuat untuk menyelamatkan sahabatnya itu, bagaimana pun caranya Dwi harus kembali.

"Kumohon.... Kembalilah, Dwi."

....