webnovel

True Identity (Asyila)

Yang aku tau namaku adalah Asyila Permata, seorang mahasiswa yang sedang berjuang sendiri untuk sebuah masa depan. Awalnya semuanya selalu berjalan seperti yang aku tau itu tetapi nyatanya tidak, setelah malam mendebarkan itu semuanya tak lagi sama. Ada yang berbeda dalam setiap detik yang sedang melaju dalam takdirku. Sebuah kebenaran yang seperti ilusi? Irama ketakutan dalam melangkah? Serta merta takdir yang sedang menyapa? Dan menjadi inti dari semua ini adalah sebenarnya siapa aku? ~Asyila Permata

Mentari_NA · Ciencia y ficción
Sin suficientes valoraciones
14 Chs

3 - Dialah

Perempuan bercadar dengan tas jinjing ditangannya itu berhenti melangkah, memilih duduk di halte menunggu bus datang. Matanya menatap sekitar ada beberapa orang sepertinya yaitu sedang menunggu bus tiba.

Ingatannya kembali saat bertemu Asyila tadi, adik tingkatnya itu begitu cantik dan lucu, tentunya mudah berbaur dengan mahasiswa lainnya. Naila mengenalnya beberapa tahan lalu tepatnya saat Asyila sedang bingung mencari kelas dan disitulah mereka mulai berteman hingga sekarang.

"Siapa yang menggangumu?" gumamnya pelan, sangat pelan. Dimana Naila-lah yang bisa mendengarnya sendiri.

Setelah beberapa menit terdiam, akhirnya ia memutuskan menelepon seseorang saja sambari menunggu bus datang. Sepertinya bus akan lama tiba atau Naila saja yang datangnya kecepatan?

"Assalaamu'alaikum,Naila." sapa langsung seseorang disebrang sana,

"Wa'alaikumussalam kak." Jawabnya senang, akhirnya ada waktu menelpon orang ini setelah banyaknya kesibukan serta bebarapa kendala yang hadir.

"Bagaimana keadaan Asyila, apakah ia baik-baik saja?" Naila dapat menangkap ada kekhawatiran didalam diri perempuan itu, tentu saja ia khawatir. Memangnya apalagi?

Naila menghela nafasnya sejenak lalu menjelaskan kepada perempuan di sebrang sana tentang kejadian teror yang menimpa Asyila akhir-akhir ini, serta menjelaskan apa yang Asyila katakan padanya beberapa saat lalu.

"Siapa yang melakukan itu pada Asyila kita?" bentaknya di seberang sana, dapat Naila rasakan ada kemarahan yang begitu besar. Naila bukannya ingin mengadu tapi ada baiknya semuanya di ungkapkan. Lebih baik sang kakak tau darinya daripada tau dari orang lain bukan?

"Bersabarlah dulu kak, ada yang membuatku bingung. Ada seseorang yang menolong Asyila dan Naila enggak tau siapa orang itu." Gumam Naila bingung, saat Asyila mengatakan padanya ada yang membantu saat itu juga banyak pertanyaan dalam benaknya. Siapa orang itu? Kenapa dia menolong Asyila? Apakah ada maksud lain?

"Mohon jaga dia sebaik mungkin Naila, hanya dia yang kakak punya setelah kepergian Mas Aditia."terdengar lirih dan tulus, tetapi Naila sangat yakin. Kakaknya itu pasti sedang menahan tangis di seberang sana.

"Naila akan berusaha mengembalikan Asyila kita kak. Naila akan membawa dia kembali ke sisi kita seperti dulu, dia akan kembali kedalam pelukan kakak lagi dan semuanya akan terus baik-baik saja. Bersabarlah sebentar lagi dan terus bantu Naila dalam bait-bait do'a kakak, jangan menyerah dan yakin dengan takdir Allah." ujarnya hampir seperti bisikan.

"Kakak hanya khawatir dengan keselamatannya, Naila. Dia berada jauh dariku dan tentunya pasti sedang diincar oleh banyak orang. Tidak ada jaminan keselamatan untuknya, jika saja disini sedang baik-baik saja maka kakak akan kesana memantau langsung Asyila tanpa harus merepotkanmu." dibalik cadarnya Naila mengangguk pelan, seolah sang Kakak ada didepannya.

"Aku akan berusaha sebisa-ku. Mereka mungkin saat ini sudah berhasil melacak keberadaan Asyila setelah bertahun-tahun sembunyi. Aku akan menghubungi tim yang sedang menyamar untuk semakin memperketat keamanan, kakak jangan lengah bisa saja apa yang kakak percayai merekalah dalangnya." peringatnya, yang ia ucapkan memang benar adanya.

Besar kemungkinan mereka sedang menyamar saat ini, yang perlu Naila lakukan membuat rencana sematang mungkin, jangan sampai lengah hingga nyawa Asyila-lah taruhannya.

"Yaudah kakak tutup dulu, titip malaikat kecilku padamu Naila Assalaamu'alaikum." Telepon itu tertutup sepihak,

"Wa'alaikumussalam,"lirihnya.

Perempuan bercadar itu hanya dapat menghela nafasnya sejenak lagi dan lagi. Andaikan waktu dapat ia kendalikan ia ingin Asyila-nya kembali. Tidak seperti sekarang hanya sebatas adik kakak di kampus.

Naila ingin kembali bercanda tawa dengan Asyila lagi tanpa harus berkata formal. Tapi semuanya harus menghilang dan lenyap setelah kejadian itu terjadi, semua yang Indah berubah menjadi gelap dan semu.

***

Laki-laki berjas putih itu menajamkan matanya pada sekumpulan orang didepannya, bahkan tatapan tajam matanya seakan ingin membunuh saat itu juga. Hanya dengan tatapan mata itu maka sebagian orang memilih menundukkan pandangannya.

"Saya sedikit heran,kenapa laki-laki sedatar dirimu bisa menjadi dokter." Sindir seseorang yang berada beberapa jarak dengannya memecah keheningan yang tercipta diantara mereka semua.

"Saya juga sedikit heran bagaimana bisa kau menjadi dokter sedangkan dulu kau seorang.... "

"Saya ingin kalian membantu saya mengawasi mahasiswi bernama Asyila Permata." Potongnya cepat tidak ingin mendengarkan ocehan tidak jelas beberapa rekannya dulu, ia datang kemari untuk meminta kerjasama bukan membahas masa lalu yang menurutnya tidak penting untuk di bahas sekarang ini.

Seseorang yang berbicara tadi memilih menunduk, memijat pelan pangkal hidungnya. Segala hal yang sedang terjadi saat ini benar-benar diluar perkiraannya ia memang sudah menduga mereka akan datang tetapi tidak secepat ini juga.

"Kami akan berusaha sebisa mungkin membantumu." sahut rekannya yang duduk di pojok kanan.

"Saya juga akan berusaha semaksimal mungkin, tapi sepertinya perempuan itu adalah si-"

"Jangan dilanjutkan." potongnya, membuat rekannya yang duduk tepat disampingnya bungkam.

"Dia mengambil jurusan peternakan di salah satu universitas ternama dengan jalur beasiswa. Ingat baik-baik namanya karena saya tidak selamanya bisa mengawasinya maka dari itu saya meminta bantuan kalian karena dia benar-benar penting untukku." lanjutnya lagi yang dibalas anggukkan oleh teman-temannya.

"Jangan gegabah, mereka bisa saja menemukan keberadaan kita setelah bertahun-tahun memilih bersembunyi dengan mengubah nama serta profesi disini. Kita harus bisa bermain peran sebelum terlambat." semuanya mengangguk mengerti mendengar ucapan laki-laki itu.

"Benar juga Lex." laki-laki dipanggil Lex tersenyum tipis.

"Kami akan terus membantumu sampai kapanpun, benar begitu Xio? Rez?" keduanya mengangguk membenarkan perkataan Lex. Sedangkan orang itu hanya mengangguk sebagai respon atas ucapan ketiga teman lamanya.

"Apa perempuan itu adalah dia?" tanya laki-laki bermanik coklat. Rez.

"Atau perempuan baru lagi?" sahut laki-laki berambut pirang, Xio.

"Kurasa itu bukan urusan kalian." ujar Lex yang duduk di pojok kanan. Rex yang ada disamping orang itu mendengus kesal disusul Xio disampingnya.

"Tinggalkan saya sendiri." ujar orang itu.

Seakan mengerti ucapan laki-laki berjas putih itu mereka berlalu pergi meninggalkannya sendiri di ruangan itu, meninggalkannya dalam keheningan yang ia ciptakan sendiri. Bisa saja ia berjalan sendiri tapi hanya saja ia sedang butuh waktu sendiri.

Ruangan gelap dengan minim cahaya, terdiri dari beberapa kursi serta meja panjang yang tidak terlalu besar. Sangat jarang yang bisa menemukan tempat ini karena sejujurnya hanya mereka berempat yang tau selama bertahun-tahun ini.

Otaknya berusaha berfikir,ia ingin Asyila kembali seperti selayaknya mereka dulu tetapi sejak waktu bermain dengan takdir maka sejak itulah orang itu lenyap.

Matanya melirik handphonenya yang terus berdering sadari tadi,"Ada apa." Tanyanya cepat,

"Dokter Fransisco ada pasien dalam keadaan darurat tolong kembali ke rumah sakit." Jawab seseorang disebrang telepon

"Saya akan segera kembali." Tanpa menunggu jawaban apapun ia mematikan telepon sepihak.

Kakinya berjalan dengan memperlihatkan wajah datarnya tanpa ekspresi apapun. Berusaha menepis sedikit kekhawatiran dalam dirinya atas perempuan sedang jauh darinya

Dan sekali lagi tak ada yang mengerti jalan fikiran mahluk dingin bernama Fransisco. Hanya satu orang tetapi sayangnya orang itu sedang jauh darinya dan bahkan mungkin sedang tidak tau apapun tentangnya.