webnovel

6. Traditional Market

Pasar Raya yang berlokasi di jantung kota Padang tersebut benar-benar ramai minta ampun. Orang berjubelan di kiri kanan jalan. Mobil dan motor pun beriringan membelah kesibukan. Klakson dan gaung teriakan manusia saling tindih. Teriakan dan cacian ditumpangi oleh teriakan para pedagang yang mengobral jualannya.

Syean bukannya tidak suka ke pasar ini. Namun, dia sedang banyak pikiran. Dean datang di waktu yang tidak tepat. Syean mengekori Dean yang berjalan di depannya. Berpuluh-puluh mata menatap mereka. Ada yang kagum, ada yang menyiratkan rasa suka dan ada juga yang iri. Keduanya bagaikan model yang tersesat di jalanan yang dipenuhi oleh manusia-manusia yang berkeringat karena membanting tulang.

"Gue tidak suka jadi pusat perhatian," bisik Syean ke telinga Dean setelah gadis itu mati-matian menyamai langkahnya dengan langkah kaki Dean.

"Terus masalahnya bagi gue apa? Lagian lu jangan kegeeran, deh! Bisa jadi mereka cuma fokus ke gue!" Dean mencibirkan bibirnya dan membuat Syean kesal.

"Apa lu ga' bisa lihat bagaimana orang-orang mensuiti gue? Lu dengar pake telinga gajah lu, dong! Huh, sebel!" Syean menghentakkan kakinya kesal. Dean selalu mengejeknya. Membuat kupingnya panas. Kalau tidak suka kenapa juga diajak jalan? Batin Syean sambil merutuk di dalam hati.

"Lu kali yang punya telinga gajah. Gue perfect dan ga' ada cela. Jadi sekarang, lu ga' usah banyak tingkah. Ini sudah semakin sore. Gue takut yang jualan ikan udah pada pulang." Dean menarik tangan Syean lembut. Membuat cewek tersebut seolah kesengat listrik. Hati Syean berdentum bahagia. Baru dipegang Dean saja sudah membuatnya panas dingin.

Di antara puluhan orang yang berlalu lalang, Dean tidak melepaskan sedikit pun pegangan tangannya dari Syean. Dalam hati, pemuda tersebut tersenyum. Ada sesuatu yang dia rasakan tumbuh. Entah apa itu, Dean tidak mengerti. Dia sangat bahagia bisa bersama Syean saat ini.

Masih dia ingat bagaimana ibunya tadi membangunkannya tidur siang. Tentu saja tidak lupa percikan air ke wajahnya.

"Kamu harus bisa mengejarnya, Dean. Syean sepertinya gadis baik-baik dan lucu. Ibu senang sekali melihatnya. Seandainya saja dia bisa jadi mantu ibu, yah?" Dean tidak tahu harus berucap apa. Dia baru saja mengenal Syean. Baik buruk cewek tersebut belum begitu jelas baginya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadikan Syean kekasih hatinya? Dean hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar kata-kata ibunya.

"Dean, coba lihat ibu?" Bu Syumi meraih tangan anaknya lembut dan membawanya ke wajahnya, "sudah keriput dan tidak cantik lagi. Kematian bisa saja menjemput ibu setiap saat. Dan ibu tidak akan pernah tenang jika pergi tanpa tahu dengan siapa anak ibu akan hidup bersama." Mata perempuan tua tersebut berkaca-kaca. Kata-katanya sangat mengiris hati pemuda di depannya itu.

"Ibu ngomong apa, sih? Jangan berkata yang tidak-tidak, Bu. Dean tidak suka. Ibu masih sehat, masih kuat. Jadi Dean tidak mau ibu sibuk memikirkan hal-hal yang bukan kuasa ibu. Bagaimana kalau Dean yang mati terlebih dahulu?" Dean mendengkus kesal. Ini bukan pertama kali ibunya berbicara seperti itu. Kenapa ibunya tidak bisa tenang hanya gara-gara Dean belum mempunyai calon pendamping hidup?

Bu Syumi menghapus air mata. Sebuah senyum getir hadir di sudut bibirnya, "Apakah salah, seorang Ibu memikirkan anaknya, Dean?"

"Tidak Ibu. Bukan begitu maksud Dean. Menikah bukan keputusan yang bisa langsung diambil. Dean harus menyiapkan mental dan segala hal. Dean tidak ingin hidup Dean hancur hanya karena salah memilih isteri. Ibu mengerti maksud Dean 'kan?" Dean menangkupkan tangannya di wajah ibunya. Dan mencium keningnya lembut. "Ibu tenang saja, Dean pasti akan mendapatkan isteri yang sesuai dengan keinginan Ibu!"

Mata Bu Syumi berkaca-kaca. Dia memeluk lebih lama tubuh kekar anaknya. Anak yang selalu mendapatkan ruang cinta terbesar di dalam hatinya.

Lamunan Dean buyar seketika di saat dia mendengar seseorang memanggil namanya. Dean menoleh ke belakang. Dia melihat Syean berada di depan lapak daging ikan.

Itu cewek ga' banget! Anjrit banget teriak-teriak di tengah pasar begini. Dean menggerutu di dalam hati. Ternyata dia berjalan terlalu jauh dari Syean. Perempuan cantik tersebut terlihat asyik tawar menawar dengan penjual ikan.

"Mahal amat, Pak! Masa' sekilo 15 ribu. 7 ribu aja, ya? Ikannya kecil-kecil begini!"

Wajah Dean memerah mendengar cara menawar Syean yang dia rasa keterlaluan.

"Ikan susah sekarang, Mbak. Sering badai, jadi banyak nelayan yang tidak melaut. Emang rata-rata di sini sekarang harga ikan segitu. Coba saja tanya ke lapak lain!" Bapak-bapak bertangan kekar tersebut tetap melayani dengan ramah. Sambil bicara dia tetap bekerja memotong beberapa ekor ikan.

"Yah, si Bapak! Pasnya aja, deh, berapa? Biar ga' kelamaan sayanya di sini!" Syean membolak-balikkan beberapa ekor ikan dengan tangannya. Dean sudah berdiri di sampingnya. Menunggu apa yang akan dilakukan oleh Syean.

"Ga' bisa, Mbak. Ini sudah murah. Kalau mau, take it, kalo tidak, leave it. Banyak, tuh, yang udah antri!" si bapak sudah terlihat gerah. Syean memencongkan bibirnya, geli mendengar si bapak ngomong kebarat-baratan.

"Ya udah, deh. Gimana Dean? Kita ambil aja?" Syean melirik ke sampingnya. Dean memutar bola mata. Percuma saja ditawar. Dalam hati Dean terkikik geli. Dasar perempuan, selalu ingin menawar harga terendah.

"Beli dua kilo ya, Pak. Maafkan isteri saya yang kelewatan nawarnya." Dean berkata demikian sementara matanya menatap kejutan di wajah Syean. Syean hendak protes tapi Dean menaikkan alisnya.

"Pengantin baru ya, Dek?" Si bapak kembali ramah. Dia memasukkan beberapa potong ikan ke dalam kantong plastik.

"Iya, Pak. Maklum lah, ya, Pak, setelah pesta, orang mati-matian berhemat. Kalo bisa nawar seribu, pasti akan ditawar segitu oleh isteri saya. Iya 'kan, Sayang?" Dean mengedipkan matanya. Syean hendak murka, tapi gelak tawa bapak penjual ikan membuatnya segera mengendalikan diri.

"Bukan itu saja, Nak. Kamu harus siap-siap untuk dicemburui isteri kamu kelak. Sepertinya isterimu galak. Hahaha." Syean mendelikkan matanya mendengar kata-kata si bapak. Ingin sekali Syean meremas muncung bapak tersebut.

"Bapak, dengar, ya! Kita lihat saja nanti, dia yang bakalan pencemburu atau saya. Asal bapak tahu saja, gara-gara komentar bapak barusan, dia tidak akan dapat jatah malam ini. Huh, menyebalkan!" Syean merebut kantong plastik di tangan Dean dan melangkah besar-besar meninggalkan Dean yang menyelesaikan pembayaran.

"Seenaknya saja mempermalukan gue. Gue tidak bakalan terima penghinaan ini. Gue pasti akan balas lu, Dean! Awas lu!" Syean mengepalkan tinju. Dia tidak peduli lagi dengan tatapan orang-orang sekitar.

"Lu marah?" Sebuah suara terdengar di telinga sebelah kiri Syean.

"Menurut lu?" Syean menjawab dengan ketus.

"Sepertinya iya!" balas Dean sambil berdiri di depan Syean. Wajahnya sekarang hanya berjarak sepuluh senti dari wajah Syean. Napasnya menyapu muka gadis tersebut. Syean tergagap dan langsung merasakan detak jantungnya berlari.

"Lu apa-apaan, sih? Dilihatin orang, tuh! Malu gue didekatin cowok jelek kaya' elu!" Syean mendorong ke samping tubuh Dean. Namun, tangan Dean terlebih dahulu memegang tangannya. Dean mengunci mati mata gadis tersebut.

"Gue suka ekspresi lu kalo marah. Membuat gue semangat. Lu lapar ‘kan? Ayo, kita cari makan!"

Udah, segitu aja. Kekesalan yang tadinya dirasakan Syean seperti mau meledak, padam seketika. Pegangan Dean di tangannya, hangat napas di wajahnya dan tatapan mata yang merasuki jiwa membuat Syean seolah-olah melayang.

Perempuan tersebut terpesona untuk ke sekian kalinya.