webnovel

The Twin Lions

Aslan, seorang petarung jalanan yang besar di pinggiran kota Jakarta. Mendadak dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita muda di sasana tempatnya berlatih. Wanita itu mengaku sebagai sahabat Leon, kembarannya. Dia meminta Aslan untuk menggantikan posisi Leon setelah ia mengalami kecelakaan hebat dan kini terbaring koma. Akankah Aslan menerima tawaran wanita tersebut dan berpura-pura sebagai Leon yang sangat jauh berbeda dengannya? Ikuti kisahnya hanya di The Twin Lions. ***** Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Jangan lupa tambahkan ke dalam daftar bacaan dan berikan dukungan kalian dengan memberikan vote, review dan komentarnya. Terima kasih.. ^^

pearl_amethys · Real
Sin suficientes valoraciones
471 Chs

At Long Range 4

Leon mengendarai motornya melintasi jalanan Ibukota Jakarta yang dipenuhi dengan kemacetan. Meski begitu ia menikmati pengalaman bermotor pertamanya di kota kelahirannya itu. Debu polusi dan kemacetan tidak ada apa-apanya dibandingkan perasaan senangnya ketika membayangkan ia akan menemui Aslan di tempatnya berlatih.

Ia memacu motornya dari kawasan pusat Jakarta ke kawasan Utara Jakarta. Sasana tempat Aslan berlatih berada di kawasan yang terkenal sebagai salah satu pusat peredaran narkoba di Ibukota. Sudah menjadi rahasia umum kalau di kawasan tersebut banyak terdapat bandar-bandar narkoba besar.

"Bener tempatnya di sini?" tanya Leon ketika ia memberhentikan motornya tidak jauh dari sebuah bangunan tua yang dari luar nampak seperti sebuah gudang tua.

"Harusnya bener di sini," jawab Nadia. "Mau gue pastiin dulu?"

"Coba lu turun sebentar," sahut Leon.

Nadia kemudian turun dari motor Leon dan segera melepaskan helmnya. Begitu hendak melangkah ke arah sasana tersebut, tangan Leon tiba-tiba meraih tangan Nadia. "Apa lagi?" tanya Nadia sembari menoleh pada Leon.

"Ngga usah dipastiin lagi. Bener itu tempatnya," ujar Leon.

Nadia mengernyitkan dahinya. "Tahu dari mana?"

"Tuh." Leon menunjuk ke arah sasana milik Bang John dengan kepalanya.

Nadia kembali mengalihkan perhatiannya pada sasana yang nampak seperti gudang tua itu. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia menatap Aslan yang sedang mengenakan kaus singlet berwarna hitam dan celana pendek sedang membawa kantung plastik besar ke arah tempat pembuangan sampah yang ada di depan sasana tersebut. Ia kemudian menatap Aslan dan Leon bergantian.

"Wuah," gumam Nadia. Ia lalu menepuk bahu Leon. "Cepetan ke sana. Temuin dia."

Leon terdiam di atas motornya.

"Hei! Kok, malah bengong," sela Nadia.

Leon menatap Nadia. "Kalau dia pergi lagi kaya waktu itu gimana?"

"Ya, samperin lagi," sahut Nadia. "Tuh, dia lagi ngeliat ke arah sini."

----

"Lan! Buruan! Sampahnya masih banyak, nih!" teriak Bang John dari dalam sasananya.

Aslan yang sedang menatap ke arah seorang pemotor yang sedang berhenti di depan sasana langsung terkesiap. "Iya, Bang," sahutnya sambil setengah berteriak. Ia kemudian kembali masuk ke dalam sasana.

Ia pun kembali merapikan barang-barang yang sudah tidak terpakai dalam sasana dan memasukkannya ke dalam plastik sampah besar. Sambil memasukkan barang-barang tersebut ke dalam plastik sampah, Aslan memikirkan pemotor yang tadi ia lihat di depan sasana. Ia kembali merasakan sensasi seperti pada saat ia bertemu Leon ketika ia menatap ke arah premotor tersebut. "Leon ngga mungkin tahu tempat gue di sini, kan?" batinnya.

Aslan mengenyahkan pikiran tersebut dari benaknya sambil mengibas-ngibaskan kepalanya. Kecil kemungkinan Leon mengetahui tempat tinggal saat ini. Mereka bahkan tidak mempunyai kontak satu sama lain. Untuk memastikannya, Aslan akhirnya memutuskan untuk cepat-cepat memasukkan barang-barang yang sedang ia rapikan ke dalam plastik sampah.

Begitu plastik sampah itu sudah penuh, Aslan segera berjalan cepat keluar dari sasana. Namun sayangnya begitu ia kembali keluar, premotor itu sudah menghilang. Ia segera menaruh kantung plastik yang ia bawa di tempat pembuangan yang ada di depan sasana. Aslan kemudian berjalan ke seberang sasana.

Ia bertanya pada Penjaga warung rokok yang lokasinya tidak jauh dari sasana. "Bang, tadi liat orang pake moge yang parkir di situ, ngga?"

"Yang mana?" sahut Penjaga warung rokok tersebut. "Ninja banyak yang lewat tadi."

"Kayanya bukan Ninja, Bang," timpal Aslan.

Penjaga warung rokok itu segera menggeleng. "Wah, gue ngga tau, dah. Daritadi yang gue liat Ninja doang."

Aslan manggut-manggut sembari mengedarkan pandangannya ke sekitar jalan yang ada di depan sasana Bang John. Motor yang dinaiki premotor yang tadi ia lihat jelas bukan motor besar yang biasa berlalu lalang di depan sasana tersebut. Hal itulah yang pertama kali membuat Aslan memperhatikan pemotor tersebut. Namun ketika ia menatap ke arah pemotor tersebut muncul perasaan tidak asing seperti ketika ia bertemu Leon.

Aslan akhirnya menghela napas panjang dan kembali beralih pada Penjaga warung rokok tersebut. "Mild satu, Bang," ujar Aslan sembari mengeluarkan selembar uang lima ribuan dari saku celana pendek yang ia gunakan.

Penjaga warung rokok itu segera mengambil rokok yang diminta Aslan dari dalam bungkusnya dan memberikan sebatang rokok pada Aslan. Aslan menerima rokok tersebut dan langsung menyalakannya dengan menggunakan pemantik yang digantung pada sebuah paku yang ditancapkan ke bingkai jendela warung rokok tersebut. Setelah menerima uang kembaliannya, Aslan kembali menyebrang jalan dan kembali ke sasana Bang John.

----

Nadia menyilangkan kedua tangannya di depan dada sembari memandangi Leon yang duduk di depannya seperti orang tua yang hendak memarahi anaknya. "Tell me, kenapa lu malah pergi gitu aja?" tanyanya sambil menatap tajam ke arah Leon.

Mereka berdua kini sedang berada di sebuah kafe kecil yang letaknya cukup jauh dari sasana tempat Aslan berlatih yang tadi mereka datangi.

Leon hanya terdiam menghadapi pertanyaan Nadia. Ia justru malah menyeruput es kopi americano yang ia pesan.

"Answer me, Leon," desak Nadia. "Kita udah jauh-jauh ngelewatin jalanan macet berdebu buat nyari tempat itu, lu tinggal turun buat nemuin Aslan, tapi kenapa sekarang kita malah di sini?"

"Sssst," gumam Leon sembari meletakkan satu jari telunjuk di depan bibirnya.

"Gue ngga berhenti ngomong," sahut Nadia.

Leon berdecak dan tiba-tiba ia mengatupkan mulut Nadia yang kembali hendak berbicara. "Jangan berisik. Volume suara lu dikecilin dikit," ucap Leon sambil memelotot pada Nadia. Ia kemudian melirik ke sekitar cafe kecil yang mereka datangi. "Gue bakal lepasin kalo lu janji mau ngecilin volume suara lu. Janji?"

Nadia melirik ke arah Leon. Ia kemudian mengangguk.

Leon akhirnya melepaskan tangannya dari bibir Nadia. Ia kembali menyeruput es kopi americano miliknya sementara Nadia masih melirik kesal ke arahnya. Selesai menyeruput es kopi miliknya, Leon menghela napas panjang dan menatap Nadia. "Gue—"

"Hmmm?" sahut Nadia. Ia sudah penasaran dengan alasan mengapa Leon memilih untuk pergi dari tempat tersebut padahal tinggal sedikit lagi ia bisa bertatap muka kembali dengan Aslan.

Leon mengacak-ngacak rambutnya dan mendengus kesal. "Kayanya gue yang pengecut ngga berani ketemu dia setelah pertemuan kita waktu itu. Gue takut dia benci sama gue karena gue sama Nyokap ngga pernah kembali buat dia."

"It's not your fault, Leon," sahut Nadia cepat. "Bukan kemauan lu juga buat pisah sama dia. Nyokap kalian yang udah misahin kalian."

"Tetep aja, Nad," sela Leon.

"Ngga usah banyak alasan. Sejak kapan Leon yang gue kenal jadi suka menghindar gini?" timpal Nadia.

"Lu ngga ngerti perasaan gue," sergah Leon. "Ngeliat dia latihan di tempat kaya gitu, kerja jadi Penjaga parkir sekaligus Petarung jalanan, itu bikin gue ngerasa bersalah. Hidupnya Aslan bisa lebih baik dari ini kalo aja gue bisa nyari dia lebih awal."

Nadia terdiam setelah mendengar jawaban dari Leon. Nampak sorot mata Leon yang tadi berbinar penuh kesenangan kini berubah sedih.

"Sekarang ngerti, kan? Kenapa gue lebih memilih buat menghindar?" ucap Leon sinis.

****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it.

Terus berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^

pearl_amethyscreators' thoughts