webnovel

The Twin Lions

Aslan, seorang petarung jalanan yang besar di pinggiran kota Jakarta. Mendadak dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita muda di sasana tempatnya berlatih. Wanita itu mengaku sebagai sahabat Leon, kembarannya. Dia meminta Aslan untuk menggantikan posisi Leon setelah ia mengalami kecelakaan hebat dan kini terbaring koma. Akankah Aslan menerima tawaran wanita tersebut dan berpura-pura sebagai Leon yang sangat jauh berbeda dengannya? Ikuti kisahnya hanya di The Twin Lions. ***** Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Jangan lupa tambahkan ke dalam daftar bacaan dan berikan dukungan kalian dengan memberikan vote, review dan komentarnya. Terima kasih.. ^^

pearl_amethys · Realistic
Not enough ratings
471 Chs

At Long Range 5

Malam harinya, Leon dan Nadia kembali ke sasana tempat Aslan berlatih. Suasana di sekitar sasana itu nampak masih ramai seperti ketika siang hari keduanya menyambangi tempat tersebut.

"So? Judulnya hari ini adalah jadi stalker-nya Aslan?" tanya Nadia dari belakang Leon.

Leon mengangguk pelan.

"Coward," sindir Nadia.

"Yes, I'm a coward. Puas?" sahut Leon dengan nada bicara yang sedikit meninggi.

Nadia menghela napas panjang. Tiba-tiba saja ia turun dari atas motor Leon. Ia melepaskan helmnya dan memberikannya pada Leon.

"Lu mau ke mana?" tanya Leon.

"Mau liat-liat ke dalem sasana itu," jawab Nadia. Tanpa mempedulikan Leon yang terdiam di atas motornya, Nadia menyebrang ke sasana yang serupa dengan gudang tua itu.

Leon hanya bisa mengawasinya dari atas motornya. Ia tidak bisa menyangkal ucapan Nadia yang menyebutnya sebagai pengecut karena ia tidak berani menemui Aslan meski sudah tinggal selangkah lagi mereka bertemu.

----

Nadia berjalan santai ke sasana milik Bang John. Ketika ia hendak mengintip ke dalam sasana tersebut, tiba-tiba saja seorang remaja perempuan dengan rambut pirang kemerahan yang mirip dengan rambut jagung keluar dari dalam sasana tersebut dan mengagetkannya.

"Siapa lu?" tanya Juleha ketika ia tidak sengaja melihat seorang wanita asing yang hendak mengintip ke dalam sasana milik encignya itu.

Nadia tersenyum canggung pada remaja perempuan itu. "Hi," ujarnya sembari melambaikan tangannya.

"Ngapain lu ngintip-ngintip ke dalem?" Juleha kembali bertanya pada wanita yang ada di depannya.

Tak kehilangan akal, Nadia segera mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan laman media sosial milik Aslan yang ia ikuti. "Saya followersnya Aslan. Tadi pagi, saya chat buat nanyain tempat latihannya Aslan."

Mata Juleha seketika berbinar-binar. Tiba-tiba saja ia memanggil Aslan. "Bang Aslan, ada penggemar lu, nih," seru Juleha bersemangat.

Nadia terkesiap ketika remaja perempuan di depannya tiba-tiba memanggil Aslan. Ia menggeleng cepat pada remaja perempuan itu. "Jangan, jangan dipanggil."

Juleha kemudian mengulurkan tangannya pada wanita yang ada di depannya. "Kenalin, gue Juleha. Admin akunnya Bang Aslan. Berarti yang tadi pagi ngirim DM itu mbak—" Juleha menatap wanita yang ada di depannya sambil menaikkan satu alisnya. Ia menunggu wanita itu memperkenalkan dirinya.

Nadia menyambut uluran tangan Juleha. "Nadia."

"Mbak Nadia," ujar Juleha sambil menjabat erat tangan Nadia.

Nadia mengangguk canggung menghadapi remaja perempuan di hadapannya. Sementara Juleha nampaknya sangat senang bertemu dengan salah satu pengikut akun yang ia kelola. "Ngga nyangka Bang Aslan punya penggemar yang cakep begini. Sampe bela-belain dateng ke sini segala," ujar Juleha riang sembari melepaskan jabat tangannya pada Nadia.

Juleha kemudian menyadari kalau Aslan belum juga muncul di hadapan mereka. "Ini orang kemana, sih?" rutuknya sembari menoleh ke dalam sasana. "Woi, Bang! Lu lagi ngapain, sih? Ada yang nungguin lu, nih, di luar."

Tidak lama kemudian Aslan menghampiri Juleha yang masih berdiri di depan pintu sasana. "Apaan, sih? Berisik lu. Gue lagi siap-siap."

"Abang yang ngapain aja? Udah tau ada yang nungguin," sahut Juleha.

Aslan membuka lebar pintu sasana milik Bang John hingga akhirnya ia bisa melihat seorang wanita yang sedang berdiri di balik pintu tersebut. "Siapa?" tanyanya sambil menoleh ke arah Juleha.

"Followers kita. Tadi pagi dia nanyain alamat tempat Abang latihan," bisik Juleha.

Sementara Aslan sedang berbicara dengan Juleha, Nadia terperangah ketika akhirnya ia melihat Aslan dari dekat. Ia seakan tidak percaya dengan penglihatannya ketika ia melihat kembaran Leon itu. Apa yang dikatakan Leon benar. Keduanya benar-benar mirip.

"Hai," sapa Aslan pada Nadia.

Nadia masih terperangah dan tidak menyadari Aslan sedang menyapanya.

"Lu pake jimat apaan, Bang? Kenapa dia jadi bengong begitu?" bisik Juleha pada Aslan ketika ia melihat Nadia yang berdiri diam menatap Aslan.

"Sialan, lu," sahut Aslan. Ia kemudian kembali menyapa wanita yang ada di depannya sembari memperkenalkan dirinya. "Aslan."

Kali ini Nadia terkesiap dan segera menyambut jabat tangan Aslan. "Oh, ya, Nadia."

Aslan tersenyum pada Nadia. "Hai Nadia," ujarnya ramah.

Nadia tersenyum canggung pada Aslan. Ia kemudian memperhatikan Aslan yang sedang membawa tas ransel besar. "Kayanya kamu mau pergi?"

"Biasa malem minggu." Juleha menyahuti pertanyaan yang diajukan Nadia pada Aslan.

Nadia segera menoleh pada Juleha. Tatapannya seakan bertanya pada Juleha apa yang hendak dilakukan Aslan.

"Malem minggu gini arena pasti rame. Bang Aslan ngga mungkin ngga dateng. Dia bintangnya," ujar Juleha. "Taruhannya juga tinggi," lanjut Juleha sambil berbisik pada Nadia.

Nadia manggut-manggut mendengar ucapan Juleha. Ia kemudian kembali menatap Aslan yang sudah siap dengan tas ranselnya. "Kalau mau pergi, ngga apa-apa, kok. Bisa ketemu kamu sebentar juga udah cukup."

Aslan tersenyum pada Nadia. "Makasih, ya, udah repot-repot dateng ke sini."

Nadia mengangguk sembari balas tersenyum pada Aslan. "Sama-sama."

"Kalo gitu, saya pergi dulu," pamit Aslan.

Nadia kembali menganggukkan kepalanya. Aslan kemudian berjalan ke arah motornya yang diparkirkan di samping sasana Bang John.

"Kalo gitu saya juga pergi," ujar Nadia pada Juleha.

"Mbak ngga mau nonton Bang Aslan tanding?" tanya Juleha.

"Saya tungguin video dari kamu aja," jawab Nadia. Ia kemudian menganggukkan kepalanya dan segera berjalan pergi meninggalkan Juleha.

Nadia kembali menyebrang jalan dan menghampiri Leon yang kini sedang duduk di dekat sebuah warung kecil yang berada tidak jauh dari sasana tersebut. Leon menyembunyikan wajahnya dengan menggunakan penutup kepala jaketnya.

"Let's go," seru Nadia. "Sebentar lagi Aslan keluar."

Leon bangkit berdiri dan mengenakan helmnya. Ia juga segera menyerahkan helm milik Nadia.

"Dia mau pergi ke mana?" tanya Leon sembari naik ke atas motornya.

Nadia mengenakan helmnya dan naik ke atas motor Leon. "Kita nonton Aslan bertanding malam ini."

Leon segera menoleh pada Nadia. "Dia mau tanding?"

"Taruhan malam ini katanya besar," sahut Nadia. Ia tiba-tiba menepuk bahu Leon. "Tuh, motornya udah keluar. Cepet ikutin."

Leon segera menyalakan mesin motornya. Ia mengikuti perkataan Nadia untuk segera mengikuti motor yang sedang dikendarai oleh Aslan.

----

Leon dan Nadia akhirnya tiba di sebuah kawasan pergudangan yang berada di dekat pelabuhan setelah mereka mengikuti Aslan. Keduanya menatap dari kejauhan Aslan yang sedang turun dari motornya di belakang salah satu gudang.

"Gimana? Kita mau masuk ngga?" tanya Nadia pada Leon.

Leon tidak menjawab pertanyaan Nadia dan segera mengarahkan motornya ke arah tempat di mana motor-motor lain di parkirkan. "Jangan parkir sini, Bang," ujar seorang remaja yang menjaga tempat parkir ketika Leon hendak masuk ke dalam area parkir. "Yang mahal parkirnya di dalem, Bang. Tuh di sana, tuh." Remaja itu menunjuk ke sebuah bangunan yang berada tidak jauh dari mereka.

Leon pun kembali mengarahkan motornya ke bangunan yang ditunjuk remaja tersebut. Kali ini ia bertemu seorang pemuda yang berjaga di depan pintu bangunan tersebut. Pemuda itu memberikan tiket parkir untuk Leon. Leon segera menerimanya dan masuk ke dalam bangunan tersebut. Ternyata di dalam bangunan tersebut, berjejer puluhan motor sport keluaran pabrikan sepeda motor asal negeri Sakura, Jepang.

Setelah mematikan mesin motornya, ia melepaskan helmnya dan segera mengenakan tudung jaketnya.

"Helmnya titipin aja, Bang," seru pemuda yang menjaga tempat parkir tersebut. "Sama jangan dikunci stang."

Leon segera meminta helm yang dikenakan Nadia. Ia kemudian membawa kedua helm tersebut ke sebuah booth kecil yang ada di sudut dan menitipkan kedua helm tersebut. Petugas yang menjaga booth tersebut memberikan dua buah tiket untuk Leon. "Tiket masuk arena," ujar Penjaga booth tersebut pada Leon.

"Thanks," sahut Leon sembari menerima tiket tersebut. Ia dan Nadia kemudian berjalan ke arah yang ditunjukkan penjaga booth tersebut untuk selanjutnya masuk ke dalam arena tempat pertarungan diadakan.

****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it.

Terus berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^

pearl_amethyscreators' thoughts