Tiada pagi yang indah sebelum kesegaran mandi pagi mengguyur kuman-kuman kecil yang bersarang di kulit mulusku.
"Apa tidurmu nyenyak?" Ucapnya yang tengah meneguk kopi hangat.
Setelah apa yang terjadi semalam, aku masih bingung apa yang harus ku lakukan hari ini ketika bertemu dengannya.
Jika aku diam, aku akan salah. Jika aku menanggapi, aku akan salah tingkah.
Tanya hatiku. Apa yang harus ku katakan? Haruskah aku berkata "Tidurku sangat nyenyak setelah kau memelukku." Agar dia senang? Atau haruskah aku jujur "Aku tak bisa tidur dengan tenang setelah kau anggurkan detak jantungku tadi malam" entahlah. Kali ini aku hanya bisa, diam.
Aku hanya menatapnya dan kembali sibuk mengeringkan handukku dengan rambut. (Iya tau kebalik-_)
Ada apa dengan hari ini? Aku sungguh tak berani menatapnya. Berada satu ruangan dengannya membuatku tersipu. Aku takut tak dapat menanggapi apa yang akan ia katakan dan lakukan padaku.
Apa kau penasaran apa yang terjadi tadi malam? Setelah lelah berdebat akhirnya kami tidur berdua satu ranjang untuk pertama kalinya. Tak ada yang terjadi, sebab aku masih canggung dengan keadaan itu. Ia menggenggam tanganku tanpa mau melepasnya. Guling yang menjadi penghalang diantara kami pun tak berarti kehadirannya. Sebab, kami berdua tetap tertidur tanpa menghiraukan guling lagi yang sempat menjadi bahan perdebatan kami itu.
Ia benar. Selama ini aku hanya terdiam dan menjaga jarak dengannya. Dan itu membuat hubungan kami semakin jauh dari sebelumnya.
Tapi itu bukan salahku. Dia yang mengatakan pertama kali kenyataan yang menyakitkan padaku. Dia yang mengucapkan bahwa kita boleh saja saling melepaskan jika tak ada perubahan apapun pada hubungan kami. Dia yang salah ucap atau aku yang salah tanggap?.
"Ada sebuah paket datang untukmu. Aku meletakkannya di meja rias." Serunya.
Paket? Dari siapa?
"Oh ya. Pagi ini aku akan ke Bighit. Ada sedikit hal yang harus ku bahas dengan tim produksi." Sekilas kecupan mendarat di keningku saat ia perlahan mendekat dan berlalu meninggalkan ruangan ini.
"Sampai ketemu nanti. Aku berangkat!" Ucapnya melambaikan tangan dan menghilang di balik pintu.
Tanpa berfikir panjang aku bergegas menuju kamarnya dan mencari paket yang Ia maksud tadi. Tak ada paket apapun di meja rias.
Aku kembali bergegas menuju kamarku yang beberapa saat lalu ku datangi untuk membantu kakak Hoseok merapikan barang-barang bawaannya. Mereka akhirnya pulang dikarenakan Haeji merindukan peliharaan kesayangannya.
Setelah meraih kenop pintu dan membukanya, aku terkejut dengan apa yang tertangkap oleh lensa mataku kali ini. Berbagai foto kenangan masa mudaku terpajang dengan rapi pada sebuah wallrack yang di sekitarnya terdapat beberapa bunga layu namun masih terawat di dalam plastik bening yang sedikit kusam. Pada tangkai bunga itu masing-masing terdapat secarik kertas kecil.
Ku pandang satu per satu foto juga bunga yang terhias di sana. Menatapnya membuatku teringat akan perasaan dibalik adanya foto itu. Kelulusan SMA ku dengan predikat memuaskan, awal mula aku masuk ke dunia entertainment, ketika aku terharu karena lulus tes masuk perguruan tinggi yang ku minati, hingga masa-masa namaku mulai di kenal oleh banyak orang.
Aku lebih terharu melihat potret masa kecilku yang menggemaskan ikut terpajang disana. Wajah gemasku ketika menangis, wajah berantakan ku ketika berusaha menyuapkan bubur sendiri ke dalam mulutku, juga wajah bahagiaku saat bermain bersama teman masa kecilku yang tak banyak ku ingat namanya.
Ku raih satu persatu foto itu untuk melihatnya lebih jelas. Hingga tatapanku terhenti pada sebuah foto-foto yang tertangkap dengan indah oleh kamera. Foto-foto yang lebih dalam memiliki kenangan karena terlalu banyak goresan. Foto yang ku sangka akan buruk jika diabadikan ternyata salah. Hoseok memilih photografer terbaik untuk acara pernikahan kami. Lihat saja hasilnya. Foto sejak awal Hoseok menggenggam tanganku dan menuntunku di atas altar, foto saat kami berdua mengucap ikrar janji suci, hingga foto berciuman kami yang ku kira seperti pasangan diburu nafsu ternyata sebagus ini. Entah mengapa kebahagiaan dan rasa haru tergambarkan dalam foto-foto itu.
Ah, aku melupakan tujuanku ke sini. Ku balikkan badan ku dan menatap meja rias dalam kamar ini. Benar saja. Terdapat kardus coklat yang simple tanpa hiasan berlebihan.
Aku pun membuka paket itu dan mendapati sebuah hodie berwarnakan putih bertuliskan "HOPE" yang di sampingnya terdapat tiga gambar hati tersenyum ceria dengan ukuran yang berbeda.
Ketika ku ambil hodie itu dari dalam kotaknya, terdapat dua kertas terjatuh dan tak bisa bangkit lagi.
Yang satu ku yakin sebuah surat. Dan yang kedua... Sebuah tiket perjalanan?
Ku buka isi surat itu dan mulai membacanya.
Selamat ulang tahun, istriku. Maaf karena tak bisa menjadi yang terbaik untuk mu hingga detik ini. Aku tak tahu apa yang menjadi harapanmu di usia ini. Tapi aku selalu berdo'a aku lah satu-satunya harapan yang kau inginkan. Maaf karena tak pernah jujur akan perasaanku selama ini. Aku suami yang bodoh yang tak pandai mengucap cinta. Bahkan untuk mengucapkannya pertama kali saja, aku membutuhkan tinta pena dan selembar kertas ini. Aku selalu ingin mengatakan aku mencintaimu sedari dulu. Tapi aku ragu dengan jawaban yang akan aku terima nantinya. Aku tak ingin merusak persahabatan kita dan harus kehilanganmu jika aku ungkap rasaku. Tapi dengan apa yang sudah terjadi sekarang, aku bersyukur. Aku bahagia. Terimakasih sudah mau menerimaku sebagai suamimu. Kau benar-benar jodoh terindah yang di kirim untukku. Satu kertas ini pun tak dapat mengungkapkan seluruh rasa yang menempati ruang hatiku, tentang mu. Aku mencintaimu. Sangat. Bahkan lebih dari diriku sendiri. Aku mencintaimu hingga tak ku temukan satupun alasan mengapa cinta itu kamu. Aku mencintaimu meski kau selalu menolak ku. Aku mencintaimu jauh sebelum ku putuskan untuk menikahi mu. Bahkan aku mencintaimu lebih cepat sejak perjumpaan kita pertama kali. Tak ada kado terindah yang dapat ku berikan dalam sekotak hadiah. Kado dariku adalah diriku sendiri. Terima hadirku, maka aku akan memberikan mu apapun yang kau harapkan. Selamat ulang tahun. -Hoseok yang mencintaimu❤️
Secarik kertas itu benar-benar membuat kakiku lemas. Tanpa ku sadari bulir air mata sudah berjatuhan membasahi pipiku.
Tanpa pikir panjang aku berlari keluar rumah untuk mengejarnya. Hoseok ku.
~•~
Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki disini. Apa benar ini tempat kerja Hoseok selama ini sebagai seorang produser? Bangunannya sangat mewah. Aku sering melihatnya di televisi. Tapi lebih mewah jika dilihat langsung dengan mata kepala sendiri.
Aku bergegas masuk ke dalam gedung tinggi ini setelah berhasil mengkonfirmasi identitas diriku pada satpam yang berjaga.
Seorang karyawan mengantarku menuju ruang kerja Hoseok. Ruangan yang lumayan penuh dengan barang-barang yang tak ku ketahui namanya. Meski ruang ini dipenuhi barang, tatanannya tetap rapi. Aku tahu Hoseok seorang yang suka kebersihan.
Tak ada sesiapapun di ruangan ini. Entahlah, apakah karyawan tadi mengantarkan ku ke ruangan yang tepat?
"Apakah kau serindu itu hingga mengunjungi ku kemari?" Suara yang tak asing lagi menyapaku setelah ku dengar suara pintu tertutup.
Hoseok. Suami ku.
Tak menjawab. Aku hanya berlari ke arahnya dan mengunci pergerakannya dengan pelukan ku. Tak tahu, aku kembali tersedu tangis dalam pelukannya. Tidak terpikirkan akan berkata apa. Aku hanya ingin seperti ini dalam beberapa saat kedepan.
Tidak. Aku ingin selamanya seperti ini.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Hollo aye aye comeback again🤣
Mohon maaf ya lama hiatus, sebenernya ni authornya sampai detik ini masih belum paham gimana cara gunain aplikasi webnovel🤣
Sampai jumpa di chapter selanjutnya yak.
Terima kasih yang udah read, like, coment and follow 😙😙😙
Borahae purpul purpul💜💜💜😙
Salam!
Luthfia yang baru siuman dari hiatus🤣