Ini malam kelima aku meninggalkan kamarku. Sebab lima hari ini aku harus sekamar dengan Hoseok karena Haeji tak ingin pulang dan merengek untuk tetap tinggal di sini. Dengan terpaksa aku harus merelakan kamar kesayangan ku yang bernuansa pink itu untuk Haeji dan kakak ipar ku.
Malam ini lagi-lagi aku harus benar-benar menjaga image ku di depan lelaki ini. Seperti malam sebelumnya, aku harus bersusah payah berlari keluar kamar hanya untuk membuang angin dengan bebas dan menikmati aroma angin itu sendiri.
Lelaki yang setiap malamnya membuat otak ku tak dapat berfungsi dengan baik.
Lelaki yang setiap paginya membuat mata ku ternodai akan pemandangan yang tak pantas ku pandang namun sayang untuk dilewatkan.
Lelaki yang setiap harinya menjadi perusak mood ku sekaligus penetral mood ku yang sedang buruk.
Tiada hari baik yang ku lewati selain hari yang dipenuhi dengan kesialan yang menimpanya. Seperti mengotori lantai dengan sengaja menumpahkan susu agar membuatku kewalahan untuk mengepelnya lagi. Namun berujung Ia terkena sial karena terpeleset susu yang Ia tumpahkan sendiri.
Selama berada di kamarnya, banyak moment berharga yang sayang untuk ku lewatkan. Seperti mengabadikan momentnya saat tertidur pulas dengan wajah polos dan mulut menganga, wajah berantakannya ketika bangun tidur, juga sikap anehnya ketika Ia berbicara seperti orang gila kepada patung koleksinya hanya untuk mengejekku.
Lagi dan lagi, tidak hanya di pagi, siang bahkan sore hari. Malam inipun kami melaksanakan aktifitas rutin kami sebelum tidur.
Berdebat.
"Akhirnya malam ini jadwalku yang tidur di atas kasur dan kuda poni tidur di sofa." Ucapku dengan nada kemenanganku.
"Yak! Bukankah semalam kau sudah tidur di kasur? Jadi malam ini aku yang menguasai kasur itu!" Seru Hoseok.
"Yak! Semalam itu jadwalku tidur di sofa. Tapi kau yang mengusirku dari sofa karena kau sedang menyelesaikan pekerjaanmu di sana!" Aku membela diri.
"Yak! Yak! Yak! Aku sudah membangunkanmu untuk menyuruhmu meninggalkan kasurku. Tapi kau dengan enaknya menendang tubuhku dengan tulang tanpa daging milik mu itu!" Serunya menunjuk kakiku.
Aish, dia benar-benar pria yang menjengkelkan. Tidak bisakah dia mengalah pada wanita manis sepertiku ini? Toh, aku tidak suka tidur di sofa. Badanku terasa sakit saat terbangun di pagi hari.
Dalam hal seperti ini, aku harus punya strategi.
Strategi pertama dimulai. "Seok-ah!" Panggilku.
"Wae?" Ucapnya yang sibuk dengan laptop di pangkuannya.
"Aku selalu merasakan sakit seluruh badan ketika aku terbangun pagi hari saat aku tidur di sofa." Keluhku memasang wajah memelas.
"Aku juga." Jawabnya datar dan tak sedikitpun menoleh ke arahku.
Jurus kedua. "Bagaimana jika aku mendadak sakit dan menyusahkan mu?"
"Aku tidak dilahirkan untuk memiliki hidup yang susah!" Jawabnya masih dengan ke-tak peduliannya padaku.
"Aku yang tidur di kasur!" Seruku.
"Aku juga ingin tidur di kasur!" Kali ini Ia menatapku.
"Malam ini saja mengalahlah padaku, jebal!" (Please)
"Kau akan terus berkata seperti itu hingga kakakku dan Haeji pulang ke rumahnya kan?" Tanyanya tepat.
Heol! Itu kau tahu.
"Ini kasurku. Ini kamarku. Jadi aku yang berkuasa di sini." Ia meletakkan laptopnya dan berjalan menuju kasur yang ku duduki.
"Sepertinya kau benar-benar menyukai kasurku ya?" Tebaknya ketika berhasil mendaratkan bokongnya diujung kasur dan merebahkan separuh badannya dengan kedua tangannya yang ia jadikan bantalan.
Aku memasang senyuman manis penuh kemenangan menatap ke arahnya. Sepertinya setelah ini ia akan mengalah padaku.
"Baiklah! Kau tidur di atas kasur."
"Assa!" (Yes!)
"Dan aku tidur di atas mu. Bagaimana?" Lanjutnya dengan cengiran kuda.
"WC lebih nyaman daripada sekasur bersamamu, OTAK MESHUMS!" Ucapku penuh emosi dan melempar mukanya dengan bantal yang ada di sampingku sekuat tenaga. Bagaimana tidak, kata-katanya membuatku ingin menikamnya dan membuatnya menjadi sarapan pagi ku esok hari.
Aku beranjak meninggalkannya dan mengambil selimutku juga sebuah guling lalu berjalan mengunjungi sofa berwarna Cream yang tak jauh dari kasur itu. Aku lebih menyukai guling dibandingkan bantal. Guling adalah pasangan terbaik dalam posisi tidur. Namun baru dua langkah aku meninggalkan kasur itu, terasa sebuah jemari menahan pergelangan tanganku.
"Tunggu! Aku ingin jujur akan satu hal!"
"Katakan!"
"Berjanjilah untuk tidak mengatakannya pada siapapun!"
Aku hanya menatapnya.
"Aku susah tidur tanpa guling. Dan kau selalu membawa gulingku. Tidak bisa kah kau menukar guling itu dengan satu bantal milikku?" Pintanya.
"Tidak!" Ucapku tegas.
Kini ia berdiri di hadapanku dan memegang kedua pundak ku. Menunduk sedikit untuk menyetarakan tingginya denganku.
"Tidurlah di sini. Jangan membantah!" Aku hendak menyangkalnya dengan pekikkan tapi ia melanjutkan kalimatnya dengan tegas. "Tanpa komentar, tanpa tolakan, tanpa pikiran negatif, dan tanpa alasan apapun!"
"Apa yang kau mau sebenarnya? Membuatku menjadi wanita yang menginginkanmu? Hah! Yang benar saja. Kau pikir aku akan luluh padamu jika kita tidur satu ranjang? Gila!" Ucapku.
"Aku hanya ingin kau berbagi guling denganku." Ucapnya santai.
"Siapa yang tahu apa yang kau pikirkan sekarang? Asal kau tahu, melihat mukamu setiap kali aku akan dan setelah terbangun dari tidurku saja sudah memuakkan. Apa lagi sekasur dengan mu? Jangan harap!"
"Apa kau pikir hanya kau yang muak di sini?" Ia meninggikan nada bicaranya. Dan itu membuatku seketika memejamkan kedua mataku.
"Apa kau pikir semua tindakan mu selama ini benar?? Kau hanya terus menyakiti dirimu sendiri dengan menjaga semua image-mu di depanku. Kau selalu menolak ku dalam segala hal. Mengantarmu, menemanimu, berada satu ruangan denganmu. Kau selalu menghindari ku. Kau bahkan tak pernah memberi celah padaku untuk memantapkan rasaku yang ingin sekali ku tumbuhkan padamu. Kau bahkan tak pernah mau lagi berbicara padaku dengan santai seperti dulu. Aku juga butuh waktu berdua, bersamamu, mengajarkanku apa artinya kenyamanan, kesempurnaan cinta."
"Satu bulan cuti yang susah payah ku urus demi mendekatkan diri padamu rasanya sia-sia. Tak ada yang berubah. Tidak bisakah kau menerimaku? Setidaknya berikan aku celah dan dukungan untuk memperlakukanmu dengan baik. Kau wanita yang menarik untuk di cintai. Tapi hingga saat ini aku belum memiliki alasan yang pantas untuk berkata aku mencintaimu. Karena apa? kau selalu menolak kehadiran ku!"
Sebulir air tak mampu lagi menahan diri dari tempatnya terlahir. Aku hanya dapat menunduk meredam tangis. Kata-kata yang sepantasnya aku lemparkan padanya, kini beralih tuan. Ia mengatakan semua itu seakan aku yang bersalah di sini. Sedari awal Ia yang menyakiti ku. Tapi mengapa Dia yang nampak paling mengenaskan di sini.
Dadaku sesak. Lagi dan lagi detak jantungku menghujam seluruh emosi untuk menumpahkan bulir-bulir air mata. Semakin deras mewakili perasaanku yang tak dapat diungkapkan dalam kata. Aku hanya bisa tertunduk. Menyembunyikan kehancuran ku setelah menerima semua kata-kata yang Hoseok ucapkan.
"Hae!" Hoseok menangkup kedua pipiku dan menengadahkannya untuk menatapnya.
"Yak! Ma- maafkan aku. A- aku tidak bermaksud membuatmu menangis. Hae, ma- maaf aku hanya-" Hoseok begitu panik menatap wajah ku yang dibanjiri dengan air mata.
Ia pun meraih tubuhku dan mendekapnya dalam pelukan. Pelukan pertama yang Ia berikan padaku setelah dua Minggu pernikahan kami.
"Maaf aku egois." Ucapnya sedikit berbisik.
Tangisku tak dapat ku bendung lagi dalam diam. Ku tumpahkan segala perasaan yang menghujam di dadaku. Dan menangis sejadi-jadinya dalam pelukannya.
"Bantu aku menjadi pria yang pantas untuk mendapatkan cintamu, Hae." Ucapnya setelah mengecup puncak kepala ku singkat.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Hoahhhhmmmm!
Nguap aing
Nggak yakin kata-katanya bisa ngundang emosi pembaca atau nggak.
Pia belajar masukin kata-kata yang ada getaran-getaran emosinya gitu biar bikin "klik".
Belum bisa di hayati ya?🤣 Iya ini Pia sambil belajar nulis lagi dengan giat kok😁
Makasih semuanya yg udah baca tulisan absurd Pia. Yang udah vote makasih 3000.💜
Btw, jaga kesehatan kalian ya💜 jangan terlalu banyak aktifitas luar ruangan juga aktifitas di tengah perkumpulan orang. Semoga selalu dalam lindungan Allah💜
Salam! Pia yang sedehh sekolah nambah libur. Coro cepatlah kau berlalu🤧