Gadis bernama Maria itu sengaja tidur semalam sambil memeluk jam alarm miliknya, berharap agar ia tak akan tertinggal lagi seperti bulan lalu.
Sial sekali ia tertinggal saat ia seharusnya menitipkan salam ataupun makanan untuk orang tua Elea. Mereka memang tak pernah bertemu, tapi Maria sudah merasa begitu dekat dengan orang tua Elea.
Itu karena beliau sering sekali membawakan obat-obatan sederhana yang ternyata begitu ampuh untuk semua keluhan sakit yang ia derita, jadi ia merasa begitu berterimakasih.
Biasanya ia akan mematikan begitu saja jam alarm berukuran dua puluh senti dan berbentuk kotak itu jika ia sudah berbunyi, menunggunya berbunyi lagi sampai 30 menit ke depannya.
Tapi kali ini, dari bunyi yang pertama ia sudah langsung terduduk sambil mendekap jam itu di dadanya. Matanya yang langsung terbuka memperlihatkan bagaimana merahnya, entah tidur hanya sebentar atau justru malah tidak tidur sama sekali.
Begitulah ceritanya bagaimana ia bisa sampai berada di depan pintu kamar Elea sepagi ini tanpa membersihkan diri lebih dulu. Hanya membawa sebuah makanan yang kemarin malam sudah ia beli di toko kue yang buka 24 jam.
Kotak berwarna merah menyala dengan bagian atas yang transparan dan tali membuatnya mudah untuk dibawa.
"Aku titip ini ya kali ini," kotak itu disodorkan begitu saja di depan wajah Elea.
Dan saat Elea lengah, Maria mendorongnya masuk sehingga memberikannya ruang untuk masuk juga ke ruangannya Elea.
"Permisi, aku pinjam kamar mandinya, ya"
Cklek
"Hey! Astaga!"
Gerakan Maria tergolong gesit sekali untuk orang yang terbilang baru saja bangun. Pintu kamar mandi sudah terkunci dan Elea tak berniat lagi untuk mengusir gadis itu pergi keluar, apalagi ia sudah repot-repot membawakan makanan untuk orang tuanya di rumah.
Dengan enggan, Elea menutup pintu kamar dengan menggunakan bantuan bahu dan juga kakinya. Kotak yang ia bawa di tangannya sebenarnya tak begitu besar, tapi ia membawanya dengan cara yang salah, yaitu dengan kedua tangan yang ada di bawahnya.
Barulah setelah ia berhasil menutup pintunya, Elea menurunkan kotak ke arah dada dan memperbaiki pegangannya, membawanya ke atas meja tempatnya baru saja menghabiskan sarapannya.
Jendela tak dibuka untuk hari ini karena udara pasti akan begitu dingin jika masih terlalu pagi.
"Uahh.. kenapa airnya juga dingin di kamarmu?," bukan hanya menggunakan kamar mandi Elea tapi juga saat ini Maria menggunakan handuknya yang dijemur samping kamar mandi.
Tolong ingatkan Elea untuk segera mencucinya begitu ia kembali dari rumah besok. "Apa kau lupa kalau kita berada dalam satu gedung?"
Ransel yang digunakan oleh Elea tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Itu akan cukup untuk membawa beberapa lembar pakaian, dompet dan juga beberapa makanan ringan seperti roti untuk ia makan selama perjalanan.
Tak bisa ia pungkiri kalau di perjalanan pun akan ada banyak jajanan yang enak, tapi itu juga membuatnya yakin untuk tidak membelinya karena harganya yang biasanya jauh lebih tinggi.
"Terimakasih untuk kuenya, nanti pasti akan aku sampaikan pada ibuku. Kau tidak keluar?," Elea mengucapkan hal itu ketika ia sudah sampai di pintu sedangkan Maria justru berbaring di kasurnya.
"Kalau kau sampai tertidur di kamarku dan aku lupa ternyata sudah menutupnya, kau tak akan bisa keluar nantinya"
Maria membuka matanya yang sudah tertutup karena berat, segera beranjak dan menyusul Elea untuk keluar dari kamar.
"Kau sudah mematikan semua sumber listrik dan api?," meski keluar dari kamar dengan keadaan mengantuk dan mengucek mata, Maria masih memperhatikan sekitarnya.
Elea yang semula sudah hampir menutup pintu jadi membukanya kembali dan masuk untuk memeriksa seluruh bagian kamarnya. Memastikan agar tak ada lagi hal pemicu kebakaran di dalam kamarnya.
Pintu kamar kini sudah dikunci dan Elea membawa kunci itu bersamanya, diletakkan di saku tas yang ada di sebelah kanannya. Itu lebih aman baginya daripada menitipkannya pada Maria yang mungkin saja akan menggunakan kamarnya entah untuk urusan apapun.
Dan gadis yang mengantar kepergiannya itu pun segera masuk lagi ke dalam kamarnya begitu Elea sudah turun ke tangga. Meneruskan tidurnya yang terinterupsi, menggunakan waktu liburannya yang berharga untuk beristirahat sepenuhnya.
***
Perjalanan dengan menggunakan bis dan kereta tampaknya memang menyingkat waktu, tapi tetap saja terasa lama. Baginya yang bekerja di kota dan harus pergi ke rumah yang tempatnya di tepi hutan dan hampir ke arah perbatasan tentu saja membutuhkan waktu yang lumayan lama.
Tapi karena sudah bertahun-tahun melakukan hal yang sama, ia jadi bisa menyesuaikan waktu keberangkatan agar bisa sampai di rumah tak sampai sore.
Karena masih lumayan pagi, penumpang kereta yang ada di gerbongnya tidak terlalu banyak, membuatnya dapat kesempatan untuk duduk di dekat jendela.
Pemandangan menuju ke arah pedesaan selalu menjadi favorit setiap kali ia pulang. Hijaunya rerumputan, pohon yang semakin lebat, beberapa memiliki bunga yang berwarna warni dan beberapa mengeluarkan buah.
Tampak jauh asri dibandingkan dengan kota yang hanya berisi kendaraan besi, orang berseragam yang membawa tas kerja, berjalan dengan cepat dan sering mengabaikan orang lain.
"Huaaaaaahhhh"
Mulutnya terbuka sendiri, mengumpulkan seluruh rasa kantuk yang sudah ia tahan sejak tadi. Karena kalau sampai ia lena, bisa saja ia tak jadi pulang hari ini.
Meskipun perjalanan untuk sampai ke rumah masih membutuhkan waktu sampai dua jam lagi, Elea memilih untuk menahan lagi rasa kantuk itu.
Ia tak ingin kalau sampai tak bisa turun di pemberhentiannya dan justru keterusan sampai ke stasiun berikutnya.
"Hoaaaaahhh!!," jadi beberapa waktu berikutnya ia masih berulang kali menguap.
Matanya terasa panas dan berair setiap kali menguap, pemandangan yang tampak seperti berjalan jika dilihat dari jendela kereta membuatnya juga semakin mengantuk. Apalagi karena pemandangan yang monoton berwarna hijau, terasa seperti menina bobokkannya.
Untungnya ia berhasil untuk bertahan sampai ke stasiun tanpa tertidur. Jalannya sedikit sempoyongan karena menahan ras kantuk sampai keluar dari kereta.
Mulai dari sini ia harus mencari kendaraan lain yang murah saja dulu, mobil terlalu mahal untuknya, itu sebabnya ia memilih sebuah kereta kuda yang hanya memerlukan beberapa koin dari sakunya.
Lagi, ayunan dari jalan yang tak rata dan juga angin sepoi yang menerpa wajahnya secara langsung masih membuatnya lebih mengantuk lagi.
Tapi berbeda dengan kereta tadi, kali ini Elea berani untuk tidur. Ransel di belakang punggungnya dan kepala ia letakkan di atas kotak kue yang ia dekap sejak tadi.
Seorang lelaki yang menjadi pengemudi kereta kuda itu pun menyenggolnya sedikit dan mencoba untuk membangunkan Elea.
"Sudah sampai"
*****
Bersambung