Selamat membaca💙
🌼👑🌼
"Kumoliku perula." Satu-satunya mantera yang berarti Aalona memohon untuk kembali ke asal, terucap tanpa tersendat. Sedetik usai bibirnya terkatup, tubuh itu berubah mungil. Seperti ukuran mailnera, wujud asli Aalona.
Manaelama kini kembali menghiasi kepala Aalona. Menggantikan posisi jepit kecil berbentuk bunga teratai di sana. Ureburai pun melekat apik di tubuh bersama sepatu putih tanpa hak sebelumnya, juga ikut berubah menjadi sepatu khas kerajaan gadis itu. Pastinya sepatu yang menampung telapak kaki Aalona berbahan dasar bunga teratai.
Alvison yang melihat perubahan kilat itu menganga. Tiga detik kemudian ia mulai menelan ludah. "Sulit kalau di logika. But, yeah... it's true. Bener-bener nggak nyangka." Alvison menggeleng sambil terkekeh pelan. "Jadi ngerasa lagi ngimpi...."
Sekarang ia hanya bisa duduk di depan gerbang kerajaan Teratai. Tanpa mengetahui kalau gerbang itu adalah pembatas antara tempat tinggal Aalona dengan dunia manusia. Hanya para mailnera dan makhluk kecil bunga lainnyalah yang tahu akan benda berbahan dasar daun teratai itu. Alvison dengan lembut membelai pergelangan kaki lalu pelan-pelan memijatnya. Masih sedikit memberikan rasa nyeri.
"Oke, mulai menjalankan rencana yang sesungguhnya." Tangan kanan Aalona terulur untuk mendorong pagar di depannya itu selebar tubuhnya. "Selangkah lagi pasti Bunda sembuh. Ya, kumohon." Kepalanya yang menengadah ke langit kembali menghadap lurus ke depan. Matanya yang tertutup perlahan membuka, selaras dengan kakinya yang siap melangkah lebih dalam ke kerajaannya.
Netra Aalona seakan menangkap sosok Deryl dan Berly yang kian mendekat ke arahnya. Benar saja, semakin mempercepat pergerakan kakinya, Aalona sedikit lebih jelas melihat kedua sahabatnya yang entah ingin pergi ke mana. "Berly! Berly!" panggil gadis itu cepat-cepat. "Deryl!"
Sepertinya suara Aalona memang kurang keras. Bukannya menoleh atau berbalik, kedua pemuda itu malah menjauh. "HEI!" Aalona melanjutkan teriakan, "KALIAN MAU KE MANA?! DERYL! BERYL!" Aalona berlari sekuat tenaga yang ia punya karena rasa penasaran di benaknya tak bisa dibiarkan lebih lama. Cepat sekali... Heeem, suaraku yang terlalu pelan apa telinga mereka yang bermasalah sih?
Sebenarnya Aalona sudah merasa heran sejak tadi. Sebab, tak ada satu pun penjaga atau penduduk di sekitar pagar kerajaan. Ia sempat berpikir kalau wilayah itu masih mengancam mailnera. Tapi melihat kondisi air terjun yang aman-aman saja dan langit yang nampak cerah, membuat pemikiran itu sirna begitu saja. Kini Aalona yakin, ada yang tidak beres.
"AALONA! Kamu sudah datang?" Berly yang menyadari bahwa ada pergerakan di belakangnya lantas berbalik dan menemukan Aalona yang berlari ke arahnya. "Baik-baik saja kan?"
Perempuan itu menjawab seadanya, "ya! Seperti yang kamu lihat." kaki-kaki mereka melanjutkan tugasnya. "Tadi aku lihat Deryl. Mau ke mana dia? cepat sekali perginya."
Berly dengan cepat menyahut, "memanggil para penjaga untuk bertugas di perbatasan." merasa kalau sebentar lagi akan ditanyai, lelaki itu menambahi, "sedangkan aku pergi ke Istana." Aalona mengangguk paham. "Sepertinya kita harus berjalan cepat, Lona. Ratu Alena pasti menunggumu." Aalona menatap Berly dengan sorot penuh kerinduan saat sosok Alena yang tengah berbaring di ranjang langsung terputar di kepalanya. "Dari kemarin beliau menanyakanmu. Beliau mencemaskanmu Aalona..." Berly tersenyum kecil. "Beruntung, nafsu makannya tak menurun sama sekali."
Aalona bagai tersihir senyum yang tengah merekah di wajah sahabatnya itu. Ia pun berujar dengan tulus hati dan binar bahagia. "Terimakasih sudah menemani Bundaku." matanya sesekali terpejam dengan hidung yang menghirup bau segar dan harum di sekitarnya. "Aku bersyukur terlahir sebagai mailnera dan tumbuh besar di istana. Tepatnya lagi setelah sebulan lebih menghirup udara di sekitar wilayah kita."
Usai Aalona berhenti berucap, tiba-tiba wajah Alvison --- penghangat sekaligus penenang hatinya--- masuk ke dalam otak Aalona. Gadis bermahkota tiga jenis bunga itu mengedipkan mata berkali-kali guna mengenyahkan perasaan aneh.
"Setelah ini bawa Ratu Alena ke perbatasan bersama penjaga yang lain. Aku sudah menemukan obat yang bisa menyembuhkan Bunda." tutur Aalona kemudian.
Sebisa mungkin dia berusaha menghapus sejenak sosok Alvison yang senantiasa menghantui hatinya. Hati yang berdegup kencang saat sosok tampan itu melayang-layang sambil tersenyum manis. Senyum yang selalu Alvison tunjukkan dengan sorot mata tajam, namun meneduhkan bagi diri Aalona.
Berly mengangguk patuh sambil berkata, "akan kulakukan. Apapun untuk kerajaan kita."
"Terimakasih." beberapa detik berikutnya Aalona menyadari sesuatu. "Begini saja, kamu cari Deryl secepatnya dan bawa para petugas yang dia panggil untuk ke Istana secepat mungkin. Aku yang akan menemui Bunda sekarang." Berly mengangguk setuju.
Putri dan remaja laki-laki itu lekas berpencar. Melewati para mailnera yang sesekali melempar senyum ke arah keduanya. Sebentar lagi, kebahagiaan di kerajaan Teratai akan tercipta. Ya, segera! Setelah para mailnera kehilangan Raja Avi dan mendengar kabar duka dari sang Ratu yang tiba-tiba jatuh sakit. Kegembiraan mereka pasti mampu menghiasi dunia lautan bunga teratai itu.
🌼👑🌼
Gimana? Masih dan terus berusaha😄😉
See You😘
Gbu😇
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!